Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Begini Cara Saya Mengenalkan Jilbab kepada Para Siswi di Sekolah

24 Januari 2021   15:53 Diperbarui: 26 Januari 2021   14:28 616
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Biasakan anak perempuan kita berjilbab sejak dini. Foto:  senjakelabu29 dari Pixabay

"Ilmu itu amanat, dan orang-orang yang takut kepada Allah akan menyampaikan amanat tersebut. Biarpun pahit. Biarpun misalnya anak atau keluarganya belum memakai kerudung (jilbab), tetapi dia harus berani mengatakan bahwa memakai jilbab itu wajib." Buya Yahya

Banyak definisi tentang jilbab, tapi agar lebih fokus dan menyeragamkan pendapat, kita pakai saja pengertian jilbab yang dipakai untuk menutupi bagian atas wanita yang mencakup rambut, pundak, leher, hingga dada. (Baca: QS An-Nuur ayat 31).

Terkait dengan hukumnya? Wajib. Hal itu jelas, dari dulu hinggalah hari ini, tidak ada perbedaan pendapat yang berarti tentang kewajiban mengenakan jilbab bagi seorang wanita muslim. Ingat, ya, wanita. Bukan anak-anak, laki-laki, atau bahkan orang gila.

Maka dari itulah, sangat diharapkan bagi orangtua (secara khusus) dan guru di sekolah (secara umum) agar senantiasa mengenalkan kewajiban berjilbab sejak dini kepada anak-anak perempuan muslim.

Terang saja, kalau perempuan muslim sudah dewasa namun belum berjilbab, akan cenderung susah ketika kita ingin menasihatinya.

Terlebih lagi ketika perempuan tersebut lebih sering berfoto seksi, joget-joget TikTok, hingga terbiasa mengenakan pakaian "mini" bersama teman-temannya, maka tentu lebih susah lagi.

Secara khusus, kita sebenarnya kasihan. Kalau perempuan yang dimaksud masih usia balita dan anak-anak, itu tak masalah. Tapi kalau sudah remaja dan dewasa, ini yang bahaya. Kasihan aurat mereka yang mengaga dinikmati oleh banyak pasang mata "nakal". Dosa jariyah jadinya.

Di sisi yang sama, memang benar bahwa kesadaran mengenakan jilbab bagi wanita terkadang tidak lepas dari hidayah. Meski begitu, yang namanya hidayah kan harus dijemput, dan salah satu jalan penjemputannya ialah mengenalkan jilbab sejak dini kepada anak-anak dari rumah.

Bahkan, tidak terkecuali, guru agama pula demikian. Karena kebetulan aku adalah guru agama, maka amanahku relatif lebih berat dibandingkan dengan guru mata pelajaran lainnya. Termasuklah di dalamnya soal jilbab.

Begini Cara Saya Mengenalkan Jilbab kepada Para Siswi di Sekolah

Terkait pengenalan jilbab, rasanya tidak bisa disamaratakan metode pengenalan jilbab kepada para siswi perempuan secara umum.

Terang saja, ada siswi yang sama sekali belum mengenakan jilbab, ada siswi yang sudah mengenakan jilbab namun masih terbatas pada penutup kepala dan leher saja, ada siswi yang mengenakan jilbab ala fungky dan jilboobs, hingga ada pula siswi yang sudah istiqomah mengenakan jilbab sesuai syariat (menjulurkan hingga dada).

Sewaktu mengajar di SMP Negeri, semua varian pemakaian jilbab tersebut telah kutemukan. Alhasil, demi menghadapi keragaman tersebut, pengenalan tentang jilbab kepada siswi yang sudah memasuki remaja harus kutempuh secara bertahap.

Hampir setiap pertemuan, aku mengajak siswa maupun siswi di kelas untuk membiasakan kegiatan baca Quran sebelum pelajaran agama dimulai.

Karena masing-masing siswi sudah tahu bahwa ketika membaca Quran perlu Wudhu dan mengenakan jilbab, akhirnya mereka secara sandar membawa jilbab dari rumah.

Bahkan lucunya, beberapa siswi sempat saling tukar pinjam ketika jam pelajaran agama bersamaku ada di beberapa kelas. Jadi, aku tidak perlu menegaskan kepada mereka untuk wajib membawa jilbab karena secara tidak langsung teman-teman sekelasnya sudah mengarahkan.

Satu hingga dua bulan, mungkin progress-nya tidak terlalu kelihatan. Tapi ketika satu semester kegiatan tadi dijalankan secara rutin, maka pasti ada butir-butir kesadaran yang tumbuh dari beberapa siswi.

Selain itu, aku juga cenderung tidak menatap siswi yang belum berjilbab terlalu lama ketika pembelajaran berlangsung maupun ketika ada interaksi. Terkadang beberapa dari mereka bahkan sempat bertanya, syahdan aku jawab secara cepat bahwa aurat mereka mengaga.

Walaupun jawabanku sederhana, tapi banyak pula siswi yang merespon dengan bijaksana. Nah, di saat-saat seperti itulah kemudian aku kerap bertanya "mengapa belum pakai jilbab, Nak?" hingga akhirnya siswi-siswi tersebut menggaungkan ingin bahwa mereka bakal segera berjilbab.

Ada siswi yang berujar akan berjilbab pada bulan depan, semester depan, hingga tahun depan. Bagiku hal tersebut sungguh tidaklah masalah. Hal tersebut malahan merupakan kabar baik karena telah muncul bibit-bibit kesadaran. Tinggal dipupuk sedikit, nanti juga bakal bertunas.

Kemudian, terkait dengan para siswi SMP yang baru saja mengenakan jiblab, aku sesekali datang kepada mereka sembari memujinya. Secara, siswi yang baru saja mengasah istiqomah dalam mengenakan jilbab bakal terlihat lebih cantik. Alhasil, tidak ada salahnya jika aku memuji, kan?

Belum selesai sampai di sana, untuk mengenalkan siswi lebih dalam tentang jilbab, aku juga cukup sering berdiskusi bersama para siswi di kelas tentang jilbab jenis apa yang enak dipakai, yang nyaman dipakai, bahannya jenis apa yang bagus, hinggalah model-model terbaru.

Jikalau diskusi sudah jalan lebih jauh, barulah aku tutup dengan dalil maupun aturan jilbab yang sesuai dengan syariat. Dan alhamdulillah-nya, siswi menerima gagasan tersebut dengan sadar, juga dengan kesadaran.

Panjang, kan kisahnya? Aku kira memang harus begitu. Mengenalkan ibadah serta hal-hal yang wajib kepada siswa maupun siswi di sekolah itu harus pelan-pelan, sabar, dikit demi sedikit, menekankan pembiasaan, kesadaran, serta dengan teladan.

Tidak bijak kiranya mengenalkan jilbab kepada siswi dengan dalil bahwa siswi yang tak berjilbab dicap auto kafir, auto masuk neraka, serta auto-auto lainnya. Bukannya takut terhadap hukuman Allah, siswi bisa-bisa malah enggan menaruh perhatian terhadapnya.

Beda dengan siswi yang sudah istiqomah mengenakan jilbab yang sesuai syariat. Penguatan pengetahuan melalui nash malah bagus untuk meningkatkan derajat keistiqomahan mereka.

Ya, setidaknya siswi yang sudah teguh tidak merasa bahwa dirinya sudah aman dari dosa, juga tidak merasa bahwa dirinya sudah "lurus" sehingga berhak mengucilkan teman sebayanya yang belum mengenakan jilbab.

Sebagai guru di sekolah, pemahaman tersebut penting untuk ditularkan kepada siswi dan seluruh pelajar pada umumnya.

Jilbab merupakan salah satu sarana bagi para perempuan muslim untuk menyelamatkan dirinya, menyelamatkan keluarganya, serta meningkatkan ketaatan beribadah. Bukan untuk dijadikan tameng ploklamir diri bahwa seseorang sudah taat. Bahaya, itu penyakit "merasa" namanya.

Maka dari itulah, jikalau ada orang yang mengatakan bahwa seorang perempuan harus sudah benar dan lurus terlebih dahulu baru kemudian mengenakan jilbab, argumen tersebut harus kita bantah.

Tidak harus menunggu baik baru kemudian berjilbab, tidak harus menunggu sadar baru kemudian menutup aurat, juga tidak harus menunggu hidayah baru kemudian berbenah. Apalagi untuk perkara yang wajib.

Sangat baik jika jilbab dikenalkan dan dibiasakan sejak dini kepada anak-anak perempuan kita. Soalnya hal tersebut juga merupakan tanggung jawab orangtua, tanggung jawab guru, sekaligus amanat yang harus dilaksanakan.

Salam.

Taman baca:

Al-Quran
Sucipto, Berjilbab Tanpa Syariah, Jurnal Kontekstualita, Vol. 30, No. 2, 2015
Ceramah Buya Yahya

Baca juga: 7 Tipologi Hati yang Bakal Menghasilkan Niat Baik bagi Diri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun