Mau bagaimana lagi, temanku sudah lebih dari sepuluh kali gagal. Padahal baru menulis selembar surat lamaran, belum surat pernyataan. Serunya, dua temanku sampai rela menginap, kembali menulis surat lamaran di malam hari, dan sisanya dilanjutkan pada pagi hari.
Menjelang siang pada keesokan harinya, barulah tulisan itu selesai. Detailnya aku lupa, yang jelas sudah belasan kali ia mencoba. Haduh. Kasihan teman-temanku. Tidak tega melihat setumpuk kekesalan yang berbinar dari wajahnya.
Meski begitu, aku tetap salut. Teman-temanku tidak mau surat lamarannya ditulis oleh orang lain.
Lebih dari itu, beberapa hari itu juga rumahku ramai dengan tawa. Teman-temanku terkadang menertawakan diri mereka yang gagal fokus, sering menulis ulang, atau bahkan salah tulis jelang paragraf terakhir surat lamaran. Alhasil, aku juga ikut menertawai mereka. Hahaha
Tapi, biarpun ada begitu banyak rasa kesal dan jengkel, kisah menulis surat lamaran CPNS ini rasanya tidak akan pernah terlupakan, bahkan hingga kami menua. Terang saja, perjuangan menulis surat lamaran secara manual tidak selalu mudah. Butuh fokus, teliti, juga kesabaran.
Lebih dari itu, gara-gara tulisan tangan, kebersamaan sekaligus keceriaan juga ikut hadir dalam satu meja.
Tentang pena tinta yang macet lah, kertas double polio yang terlipat lah, hingga kata-kata dalam surat lamaran yang terlupa semuanya telah termaktub dalam buku tebal berjudul "perjuangan". Ternyata, tulisan tangan menghadirkan banyak kisah, ya.