Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Benarkah Profesi PNS Sudah Tidak "Seksi" Lagi?

8 Januari 2021   17:00 Diperbarui: 7 Mei 2022   22:26 1172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi PNS. (KONTAN/FRANSISKUS SIMBOLON)

Gegara menuangkan 3 buah tulisan "unggah rasa" tentang PNS beberapa hari yang lalu, aku malah diundang menjadi narasumber podcast. Topik bahasannya tidak tanggung-tanggung, yaitu mencoba mengulik derajat "keseksian" PNS di tengah ramainya lulusan sarjana milenial.

Waktu itu via instagram, Kompasianer Bang Reynal Prasetya sengaja menandaiku dalam komentar postingan tema podcast yang dicanangkan oleh Bu Yetti Rochadiningsih. Sontak saja, Bu Yetti yang juga merupakan penulis di Kompasiana langsung mengundangku via DM.

Ya sudah, aku sih yes! Hahaha. Meski begitu, ada yang cukup menarik di sini, yaitu tentang tema diskusi eksistensi profesi PNS yang masih hangat hingga hari ini. Betul. Eksistensi apa lagi kalau bukan rencana perekrutan satu juta PPPK formasi guru di tahun 2021 oleh pemerintah.

Pada awal kisah, tepatnya di penutup tahun 2020, para pendidik di manapun mereka berada sempat kaget bukan main setelah pemerintah melepas pernyataan bahwa ke depannya formasi CPNS guru bakal dialihkan kepada PPPK.

Aku pula demikian, sama kagetnya. Soalnya beberapa hari sebelum itu aku sempat menjalin kontak dengan teman kuliah seraya berdiskusi tentang tip sekaligus strategi agar lulus seleksi CPNS formasi guru.

Tapi, keresahan tersebut sempat menjadi dingin setelah Kemendikbud melalui Mas Nadiem dan Dirjen GTK Iwan Syahril meluruskan mispersepsi terkait info penghapusan formasi CPNS guru yang sudah terlanjur tersebar.

Mas Mendikbud Nadiem melalui instagram resminya belum lama ini menegaskan bahwa "ke depannya" formasi CPNS untuk guru akan tetap ada. hanya saja, fokus pemerintah untuk tahun 2021 adalah merekrut hingga satu juta formasi guru melalui jalur PPPK.

Mengapa kata "ke depannya" sengaja aku kutip? Iya. Karena "ke depannya" yang dimaksud oleh Mas Nadiem itu entah kapan. Apakah tahun 2022, atau 5 tahun lagi, atau... Entahlah.

Meski begitu adanya, yang jelas formasi PPPK detailnya belum keluar. Pun demikian dengan formasi CPNS selain formasi guru. Artinya, tidak menutup kemungkinan bahwa di tahun 2021 ini akan ada formasi CPNS guru, walau sangat terbatas.

Nah, di sebalik "keriuhan" pemberitaan CPNS maupun PPPK beberapa hari ini, rasanya minat publik untuk merengkuh profesi PNS masih cukup besar, kan? Soalnya PNS itu "seksi" dan terpandang "modis", terutama bagi orangtua dan calon mertua.

Hanya saja, kenyataan di lapangan serasa menghadirkan kisah bahwa "keseksian" profesi PNS itu menuai pro dan kontra.

Kita hadirkan beberapa contoh. Akhir tahun 2019 lalu, seorang PNS yang bekerja di bidang perencanaan anggaran jadi viral gegara ia memilih resign setelah 14,5 tahun lamanya pengabdian.

Dirinya menegaskan bahwa jadi PNS itu berat, dan ada sumpah yang harus dipertanggungjawabkan.

Masih di tahun yang sama, Said Didu juga sempat tersorot gegara resign dari PNS di BPPT setelah mengabdi selama hampir 33 tahun. Alasannya, beliau ingin lebih "bebas" dalam menuangkan kritik. Hemm

Contoh kasus ketiga, ada pula Ustaz Abdul Somad (UAS) yang mengundurkan dari PNS di UIN Suska (Riau). Alasannya, beliau tidak bisa aktif mengikuti rutinitas kantor yang harus check lock pagi dan sore pada hari kerja Senin-Jumat.

Sedangkan di luar sana, barangkali masih banyak contoh kasus lain. hanya saja tidak diliput oleh media.

Mungkinkah Profesi PNS Sudah Tidak "Seksi" Lagi?

Dari ketiga contoh kasus di atas, tiga alasan utama mengapa profesi PNS tidak lagi "seksi" adalah soal bosan dengan rutinitas, tanggung jawab yang berat, hingga keinginan diri untuk lebih bebas.

Kalau kita sandingkan alasan tersebut dengan sebuah generasi, maka nadanya akan seirama dengan karakteristik para generasi milenial.

Ya, generasi yang lahir pada periode 1980-1995 umumnya memiliki karakteristik seperti lebih berkomitmen terhadap perusahaan, tidak menjadikan pekerjaan sebagai prioritas utama, menyukai peraturan yang tidak berbelit, menyukai transparansi, hingga ingin pushed to their limits.

Sedangkan profesi PNS yang selama ini kita tahu dan kita rasa lebih condong kepada aktivitas yang "itu-itu" saja, setelan birokrasi yang ruwet, bekerja harus sesuai aturan, bahkan penghasilan bulannya pun sudah bisa ditebak.

Benar, sih. PNS itu memang bukan profesi kaya, bahkan dalam bidang pekerjaan tertentu, seorang PNS mudah bosan bin jenuh dihampiri aktivitas yang "gitu-gitu mulu". Pergi pagi setiap Senin-Jumat, wajib isi presensi pakai sidik jari, syahdan pulang di sore hari. juga wajib check lock lagi.

Aktivitasnya terasa monoton, bukan? 

Barangkali begitu. Terlebih lagi bagi para milenial, barangkali mereka akan merasa kekurangan inovasi karena terbentur dengan birokrasi.

Sedangkan bagi milenial yang tidak bekerja sebagai PNS, mereka cenderung bebas dan suka menggebrak dengan cara yang tidak biasa alias memangkas birokrasi.

Sebagai contoh, lihat saja "tingkah" Mas Mendikbud Nadiem Makarim (lahir tahun 1984) yang sering bikin kita deg-degan saat mencanangkan sebuah kebijakan.

Bahkan, setahuku inisiasi peralihan CPNS guru ke PPPK muncul dari beliau, loh. Ups. Maka dari itulah, rasa-rasanya sistem pendidikan kita bakal dijalankan ala "Startup" sembari mencoba membelah kekakuan birokrasi.

Meski demikian, eksistensi generasi milenial tak sepenuhnya bisa menyenangkan "umat". Hal ini seirama dengan mundurnya dua anak muda dari jabatan Stafsus Pak Jokowi. Ialah Adamas Belva Syah Devara dan Andi Taufan Garuda Putra.

Belva mencuat gegara polemik Kartu Prakerja yang di-pedekate-kan dengan Startup, sedangkan Andi mengaku ingin bebas fokus mengabdi di bidang usaha perekonomian mikro dan menengah.

Nah, kalaulah kemudian orang-orang milenial yang "doyan startup" dan cenderung ingin bebas terjun ke dunia PNS, aku kira kasusnya nanti tidak akan beda jauh dengan mereka yang resign di tengah jalan. Tidak cocok.

Ya, profesi PNS tidak selalu cocok dengan karakter milenial. Makanya profesi PNS bakal dianggap tidak lagi "seksi".

Meski demikian, aku kira di mata banyak guru profesi PNS itu cenderung masih "seksi". Alasannya?

Pertama, selama ini jenjang karier guru sebagai sebuah profesi pengabdian adalah PNS. Sebagai bukti, gairah pendaftar jalur PNS masih menggelora.

Aku hadirkan satu contoh. Di tahun 2019 kemarin, kabupaten tetangga (Lebong) di kotaku menghadirkan 100 formasi CPNS. Tapi, jumlah pendaftarnya begitu membludak, lebih dari tiga ribu delapan ratus pendaftar. Mengapa demikian banyak? Karena PNS adalah kesempatan.

Kedua, dibandingkan dengan para PNS yang bekerja di lingkungan perkantoran, pekerjaan PNS guru cenderung lebih memangkas kejenuhan. Soalnya, guru berhadapan dengan anak-anak, dan rutinitas mengajar biasa dikreasikan seasyik mungkin.

Tapi, ya, kalau dikembalikan kepada persoalan birokrasi, maka tingkat jenuhnya masih cukup tinggi, sih. Rasanya masalah ini sudah terjadi dari dulu, bahkan sudah berkarat. Urusan administrasi banyak menghadirkan keruwetan.

Nah, sebagai penutup, aku kira kebanyakan profesi di dunia ini juga begitu, ya. Ada jenuhnya, ada asyiknya, ada mudahnya, juga ada sukarnya.

Profesi sejatinya merupakan pilihan, dan setiap orang yang memilih salah satu darinya tentu beranggapan bahwa profesi itu "seksi". Dan khusus pada profesi PNS, aku rasa profesi ini akan lebih "aduhai" kalau saja kekakuan birokrasi yang ruwet bisa "dilenturkan".

Nah, sekarang, bagaimana menurutmu. Apakah profesi PNS masih "seksi" menurut pandangmu?

Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun