Andai guru terutama guru honorer tak mampu lagi membayar pulsa dan kuota, maka lahan ajar bisa dipindahkan ke televisi. Andai televisi tak dipunyai, maka berpindah ke radio. Dan andai radio pun tak dimiliki, maka jalan terakhir adalah pindah ke pemberian tugas.
Sayangnya, pemberian tugas kadang malah jadi benalu alias mengganggu siswa untuk bertumbuh. Buktinya, banyak keluh yang hadir dari orangtua maupun siswanya sendiri atas tugas-tugas yang diberikan kepada mereka.
Entah itu terlalu banyak, terlalu monoton atau malah dalih dari kebosanan belajar di rumah, salah satunya bisa jadi alasan untuk mengecap lahan ajar jadi tak layak. Yang jelas, hingga saat ini pembelajaran online belum mampu sepenuhnya memberikan ruang siswa untuk bertumbuh.
Rasanya lagi, negeri ini belum siap dengan pembelajaran kekinian. Kesenjangan dan ketimpangan pendidikan antara satu daerah dengan daerah lainnya seakan mulai tampak. Ini bukti bahwa Covid-19 telah mengajarkan negeri ini banyak hal tentang pendidikan.
Harapannya, semoga ke depan ada perbaikan secara keseluruhan. Lahan ajar guru mesti diperbaiki, fasilitas pendidikan dilengkapi, dari segi pendanaan dan kebutuhan sarana belajar segera dipenuhi, serta harapan ketercapaian dari kurikulum perlu diterangkan lagi.
Dari sisi guru sendiri, mereka perlu diberi ruang untuk bertumbuh dan mengembangkan kualitas mengajar. Baik lahan ajar berupa kelas maupun berupa media online, kualitas guru juga mengambil peran penting untuk mendesain pertumbuhan keilmuan siswa.
Di manapun lahannya, semua punya tantangan masing-masing. Kemampuan menghadapi tantangan jadi bukti kualitas seorang guru. Meski lahan ajar sungguhan atau sekadar kontrakan, yang penting siswa bisa terus bertumbuh dan berkembang.
Salam.