Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Wacana Penghapusan UN Jadi Kesan Mas Nadiem Ingin Populer, Benarkah?

6 Desember 2019   20:33 Diperbarui: 6 Desember 2019   20:48 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mas Nadiem Makarim. (Suara.com)

Tapi, meskipun UN terus berlanjut tetap saja visi pendidikan itu bermula dari rumah dan sekolah. Nanti dulu soal UN karena orangtua mengharapkan anaknya memiliki kompetensi, keterampilan, dan karakter yang menjadi target sekolah.

Sekolah juga demikian karena target lain mereka adalah tentang banyaknya kuantitas input di setiap tahunnya. Terang saja, dengan adanya zonasi dan mewabahnya sekolah swasta, sekolah negeri seakan kocar-kacir mencari siswa. Jika siswa berkurang, dana BOS berkurang. Itu yang menjadi dilema sekolah negeri.

Selain dari itu, UN juga masih terkesan mistis bagi sebagian besar masyarakat dan guru. bagaimana tidak, nilai UN seakan-akan tidak nyata ketika seorang siswa yang dinilai kurang serius belajar malah mendapat nilai yang tinggi. Sebaliknya, siswa yang dianggap pintar nilai UN-nya biasa-biasa saja.

Belum selesai di sana, UN yang semestinya bisa memetakan pendidikan di negeri ini malah banyak mengandung mudharat, terutama bagi siswa. Secara psikologis siswa akan tersiksa dengan isu-isu jika tidak lulus UN maka tidak lulus sekolah.

Sudah berpuluh-puluh tahun UN yang dananya besar itu belum kunjung bisa memetakan pendidikan secara nyata. Buktinya, masih banyak sekolah yang gedungnya mau roboh, tanahnya tanah sengketa, dan prasarana lain yang belum terpenuhi. Mengapa dana UN tidak dilarikan ke sana saja?

Dan nyatanya nilai UN juga tidak menjadi syarat dan kriteria untuk masuk perguruan tinggi. Dari sini, terpapar makna bahwa UN tidak semata-mata menjadi indikator kualitas dan mutu pendidikan.

Bukan Populer, Mas Nadiem Ingin Meluruskan Hakikat UN!
Pembelajaran berbasis kompetensi mestinya tidak pakai UN, apalagi berbasis karakter? Belum lagi tentang penilaiannya. Jika memang ingin penilaiannya autentik, maka disesuaikan dengan kompetensi masing-masing. Jika penilaiannya tradisional, barulah pakai UN. Itu pun harus kembali pada metode pembelajaran lama.

"Jadi bukan semuanya ini wacana menghapus saja, tapi juga wacana memperbaiki esensi dari UN itu sebenarnya apa. Apakah menilai prestasi murid atau menilai prestasi sistem."

Inilah sebenarnya yang ingin dikaji Mas Nadiem dan stakeholder terkait. Memang untuk mengubah wajah pendidikan kita, ada masa-masa populer dan masa-masa terasingkan. Perihal UN dan Mas Nadiem menjadi populer karena banyak pihak yang mulai menggali kembali kelemahan dan kelebihan UN.

Semestinya ini baik karena penduduk bumi Indonesia mengharapkan peningkatan kualitas SDM yang signifikan hari ini. Terang saja, muka Indonesia harus taruh di mana setelah Programme for International Student Assessment (PISA) menempatkan Indonesia di peringkat ke-72 dari 77 negara, terkait dengan kualitas pendidikan.

Dari sini berarti ada yang membelenggu, tidak sekadar kualitas guru dan siswa melainkan juga sistem pendidikannya. Jujur saja, guru dan siswa hanya komponen-komponen kecil yang menjalankan sistem pendidikan. Jadi tidak semata-mata guru dan siswa yang salah, melainkan sistemnya.

Kembali lagi kepada esensi UN. Jika UN mau dijadikan sebagai prestasi siswa maka terlebih dahulu harus ada kesetaraan sebagai imbas dari pemetaan pendidikan. Tidak layak kiranya menjadikan dasar sukses UN hanya pada sekolah rujukan dan model yang sangat elit fasilitas serta inputnya, sedangkan di sekolah pelosok menyamakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun