Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Penjara Belum Cukup bagi Pelaku Karhutla, Gantung di Monas!

22 September 2019   21:45 Diperbarui: 22 September 2019   22:01 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam 1 menit hitung saja kita bernafas 10 kali, maka kita telah menghabiskan 2 liter oksigen. Jika 1 jam, berarti kita telah menghabiskan 120 liter oksigen. Kalau saja harga oksigen Rp. 20.000/liter, maka dalam 1 jam kita telah menghabiskan uang hingga Rp. 2,4 juta.

Bagaimana jika 1 hari? Berari 2,4 juta x 24 jam = 57,6 juta. Ini hanya akumulasi biaya untuk satu orang, dan itu bisa lebih. Lalu apakah cukup denda Rp. 10 M tadi? Tentu saja tidak cukup untuk membayar oksigen rakyat Jambi walau hanya 1 jam saja. Sungguh, ini adalah kezaliman yang luar biasa.

Gantung di Monas, Lalu Tembak Mati
Agaknya ini bukan sekadar candaan dan khalayan belaka, karena memang bencana Karhutla sudah begitu menyakiti kita semua. Maka darinya, pelaku Karhutla tidak cukup hanya di penjara, bahkan sudah layak di hukum mati.

Sejenak, kita menyimak ulasan Ustadz Abdul Somad tentang hukum pembakar hutan.

Beliau mengatakan bahwa bahwa bencana ini bukanlah kebakaran melainkan dibakar. "Ini adalah kejahatan kok malah didoakan! Pelakunya mesti digantung di Monas kemudian ditembak!"

Jika kita renungkan, mereka para pelaku Karhutla memang telah dicabut rasa kasih sayang di hati mereka. Akhirnya mereka tak punya sedikitpun rasa iba, kasihan, dan rasa kemanusiaan. Padahal, mereka kaya, punya uang, dan sejahtera. Sungguh keterlaluan!

Jika saja bisa kita susun dosa-dosa mereka para pelaku Karhutla, maka tidak akan muat lagi susunan dosa-dosa itu di bumi ini. Terang saja, sudah berjuta-juta rakyat yang terzalimi karena kabut asap, dan sudah berbulan-bulan mereka menderita. Bukankah derita berkepanjangan itu menjadi biang dosa bagi pelakunya?

Agaknya memang wajar bahwa setiap pelaku bencana Karhutla ini di hukum mati. Jika mereka hidup, toh mereka sama sekali tidak bersikap layaknya manusia. Sedangkan hewan saja masih bisa berbelas kasih kepada hewan jenis lain. Walaupun hewan itu tidak punya akal. Walaupun hewan lebih besar nafsunya daripada perasaan.

Denda, Turut Mematikan Api, Lalu di Penjara
Kalaupun tidak mau dihukum mati, maka tidaklah cukup sekedar denda maupun dipenjarakan. Mereka para pelaku Karhutla sejatinya harus merasakan pula sesaknya kabut asap, dan perihnya mata para Satgas dan relawan pemadam api. Jangan seketika langsung dipenjarakan. Tak ada tanggung jawab artinya.

Bahkan di tahun 2017 kemarin, seorang remaja berusia 15 tahun yang menjadi pelaku penyebab kebakaran hutan di Oregon harus membayar denda hingga Rp 508 Miliar. Denda ini telah dianggap pantas oleh Hakim, karena sudah sesuai dengan dampak dan kerugian yang dialami akibat tindakannya.

Kebakaran besar yang menghabiskan hutan liar di Oregon pada 5 September 2017 lalu menghanguskan lahan seluas lebih dari 7.000 hektar. 7.000 hektar saja sudah dianggap kebakaran besar, dan dendanya pun sudah besar. Lalu bagaimana di Indonesia? Kebakaran hutan sudah sangat besar, bahkan menyentuh hingga ratusan ribu hektar tahun ini!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun