Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Mau Rakyat Tutup Mulut? Buatlah RKUHP yang Memihak pada Rakyat

21 September 2019   20:00 Diperbarui: 24 September 2019   18:46 966
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aksi unjuk rasa tolak RKUHP. Gambar dari Ajeng Dinar Ulfiana/katada.co.id

Belum begitu lama kita melewati tanggal 1 Muharam, dan bahkan kita masih berada di bulan Muharam. Saya ingat di awal-awal bulan September ini Indonesia begitu sejuk dengan status dan hastag bertajuk hijrah. Bahkan beberapa platform blog Indonesia bersaing meninggikan refleksi hijrah. Termasuklah Kompasiana.

Biar berbeda agama, keyakinan, bahkan suku, semua berharap dan bermuara kepada kedamaian dan ketentraman hidup bersama di negeri tercinta. Itu harapan, dan itu doa besar rakyat ini kepada Tuhan Yang Maha Esa. Soal harapan dan doa, tidaklah mungkin rakyat mau tutup mulut, walau dengan upah besar sekalipun.

Sayangnya, doa dan harapan ini mulai terkekang dengan hukum bertanda kutip ngawur dengan sebutan RKUHP. Hukum buatan manusia yang katanya para DPR adalah bentuk pelepasan diri dari hukum kolonial, dan hukum yang menurut mereka dapat menjadikan Indonesia lebih baik. Tapi mengapa begitu tergesa-gesa?

Sedangkan hukum Allah yang tertulis didalam Al-Qur'an saja butuh proses turun selama hampir 23 tahun lamanya. Itu hukum Tuhan, petunjuk dan pedoman bagi manusia yang tak diragukan lagi kebenarannya. Ini RKUHP, yang sejatinya adalah hukum relatif yang spekulatif kebenarannya.

Begitupula dengan hukum dasar tertulis negara UUD 1945. Dalam perjalanannya butuh empat kali amandemen, yaitu dari tahun 1999-2002. Amandemennya pun tak mengubah hukum dasar, hanya mengubah susunan negara dan tata kepemerintahan saja.

Indonesia Akan Ramai Umpatan, Hinaan, dan Ujaran Kebencian
Jika RKUHP segera berlaku, maka berjuta-juta rakyat Indonesia segera masuk penjara dan mendapatkan denda. Dan jika kita mengacu pada pasal Pasal 218 dan 219 yang mengatur tentang penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat presiden dan wakil presiden, maka DPR duluanlah yang masuk penjara.

Kenapa? Mari kita perhatikan kutipan pernyataan anggota komisi III DPR Muslim Ayub berikut:

"Kita kecewa besar yang dilakukan presiden. Presiden tidak mengerti aturan. Memangnya kita tidak memiliki aturan di DPR? Minimal fraksi-fraksi dipanggil, kita duduk lagi dengan Menkum HAM, pasal mana yang tidak sesuai. Masak tiba-tiba menunda? Padahal pleno tingkat I sudah sah, paripurna tingkat II hanya simbolis saja."

Terlihat dari pernyataan di atas, "Muslim Ayub menilai Presiden tidak tahu aturan". Ini sekilas memang merupakan ungkapan kekecewaan, tetapi dengan mengatakan bahwa Presiden tidak tahu aturan bukankah itu adalah ujaran penghinaan?

Berarti Presiden sebagai orang terdidik dan orang nomor satu di Indonesia dianggap tidak mengerti aturan. Padahal, sudah sedikit bijaklah Jokowi menunda pengesahan RKUHP sambil mengakomodasi keluhan dan sanggahan rakyat.

Artinya, DPR telah termakan oleh hukum yang mereka buat sendiri. Dan, masih menilik pasal penghinaan, berarti Ayub dapat dipidana paling lama 3 tahun 6 bulan dan denda maksimal kategori IV, yaitu Rp 200 juta. Terlebih lagi, ia melakukan tindakan ini di depan umum, di hadapan para wartawan.

Jika memang ingin menjadikan pemerintahan yang antikritik, maka upah dengan pasal-pasal tabu RKUHP sungguh tidak layak sama sekali untuk membuat rakyat tutup mulut. Terang saja, rakyat mengkritik bukan hanya karena mereka merasa dirugikan, melainkan rakyat khawatir negeri ini akan hancur.

Dan bedakan pula mana yang kritik mana yang ujaran kebencian dan penghinaan. Kritik untuk membangun negeri, sedangkan kebencian dan penghinaan adalah untuk menjatuhkan harkat dan martabat seseorang..

Bukannya kritik akan kinerja yang lahir, malah umpatan dan ujaran kebencian yang berserakan. lihatlah pada akun-akun media sosial beserta hastag-hastagnya. Setiap menitnya selalu timbul status "kemuakan" terhadap RKUHP. Banyak celaan, banyak umpatan, semua terlihat keterlaluan dan menyakitkan.

Apakah ini yang diinginkan Pemerintah dan DPR di akhir hayat jabatannya? Bukannya memberikan upah tutup mulut yang layak, malah membuat mulut rakyat terkoyak-koyak dengan umpatan dan ujaran kebencian.

Keadilan Adalah Upah Tutup Mulut Rakyat
Hukum Tuhan dan hukum manusia memang beda. Karena hukum dan aturan yang dibuat manusia bersifat relatif, maka pandangan tentang keadilan relatif pula. Adil bagi Si A belum tentu Adil bagi Si B, begitupun sebaliknya.

Bahayanya, pengertian adil dari manusia bisa saja dilumuri dengan nafsu dan emosi yang menjadikannya berat sebelah. Misalnya membuat hukum yang adil, dianya mendapat keuntungan, sedangkan pihak-pihak tertentu malah mendapat kerugian.

Terang saja, ini belum memenuhi pengertian adil sepenuhnya. Jikapun mau buat RKUHP yang yang adil, berarti harus sama berat hukum dan pelanggarannya, tidak berat sebelah, dan tidak memihak. Jikapun mau memihak, maka berpihaklah kepada yang benar. Jangan malah membenar-benarkan yang salah, atau mendekatkan yang salah kepada kebenaran.

Jika terasa tidak adil bagi rakyat, maka rakyat akan terus buka mulut, bahkan hingga mereka memuntahi darah, yang akhirnya berserakan dan memuntahkan cairan hinaan dan celaan. Lihat saja sekarang, salah satu warganet dalam situs change.org telah memulai petisi penolakan RKUHP.

Petisi online dengan judul "Presiden Jokowi, Jangan Setujui RKUHP di Sidang Paripurna DPR" ini telah ditandatangani oleh 643 ribu lebih rakyat Indonesia. Dan jumlahnya akan terus bertambah, detik demi detik.

Ini menunjukkan bahwa "berat sebelah" hukum yang diajukan dalam RKUHP semakin terang. Untuk apa ada hukum baru, jika hanya menghasilkan kegaduhan, dan sinisme bertajuk iri dengki. Rakyat tidak akan mau tutup mulut walaupun nantinya diberikan kitab RKUHP ini secara gratis.

Kita sebagai rakyat masih kekurangan upah tutup mulut dengan minimnya keadilan, jadi jangan kurangi lagi upah rakyat dengan kezaliman-kezaliman ini. Jika pengertian keadilan malah menyelamatkan orang yang tersalah, maka itu sudah mengarah kepada fitnah dunia, dan berarti bahwa kiamat sudah semakin dekat.

Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun