Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Memandang Derajat, Awal Mula Peperangan di Ruang Kerja

21 September 2019   15:58 Diperbarui: 21 September 2019   18:29 475
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika tidak, keesokan harinya suasana ruang kerja akan berkecamuk, tidak lagi kondusif, dan tidak pula nyaman untuk ditempati. Umpatan pula tak akan segera berhenti, dan mirisnya mereka akan masing-masing menjauhkan diri. Jika pun mereka berdekatan di ruang kerja, mereka tidak mau berkomunikasi, berjabat tangan, ataupun sekadar saling lirik.

Keadaan ini sungguh menyedihkan dan menambah kesusahan hidup. Terlebih lagi jika pihak pengumpat membutuhkan bantuan pihak yang kena umpat, maupun sebaliknya. Putusnya komunikasi dan silaturahmi akibat umpatan akan mengecilkan "jarak pandang".

Karena keterbatasan jarak pandang, hal yang sebenarnya baik akan selalu ternilai buruk. Apalagi hal yang buruk, meskipun itu kecil malah akan dibesar-besarkan hingga seluas langit. Padahal kesalahan kecil sejatinya bisa dengan mudah dihapuskan dengan senyum. Tapi, apalah daya jika hati sudah tergores dan tertusuk umpatan.

Bina Sikap Dalam Ruang Kerja

Dalam bekerja, kita harus pandai-pandai bersikap, mengambil sikap, dan memutuskan sikap. Perseteruan di ruang kerja memang kadang kala susah untuk dihindari, tapi itulah kenikmatan dalam bekerja. Terlebih jika sedang menghadapi tekanan tinggi, sontak mulut ini bisa memuntahkan virus dan bakteri ketersinggungan.

Adegan selanjutnya adalah bagaimana kita mengambil sikap. Mau makan hati dengan menelan muntahan virus dan bakteri tadi, atau tetap memakan roti sambil berpaling dari ketersinggungan. Hal ini akan terus terjadi semasa kita bekerja, dan butuh kontrol diri untuk menghadapinya.


Ruang kerja pun tidak mau ada keributan dan ketersinggungan. Apalagi jika isi ruang kerja itu hanya terdiri dari beberapa orang saja. Tentu ruang kerja akan senantiasa berteriak "kenapa di sini sepi ya? Mana temanku? Kenapa tak terlihat lagi tegur sapamu? Kenapa hadirmu yang bersama nyatanya tak ada kebersamaan? " dan sebagainya.

Kita perlu memahami etika dalam bekerja. Baik pimpinan kerja, pegawai tetap, maupun pegawai kontrak sudah punya tugas dan kamplingannya masing-masing. 

Pimpinan, secara formal memang lebih tinggi dibandingkan pegawai tetap maupun kontrak, namun itu hanyalah titipan Tuhan saja, yang bisa diambil dan ditarik kapanpun Tuhan mau.

Maka darinya, pimpinan tetaplah bekerja layaknya teladan bagi para pegawai, bukan malah memanfaatkan pegawai dengan sesuka hatinya. Bukan pula "unjuk-unjuk" diri memamerkan derajatnya dengan menghinakan. Dan bukan pula dengan berjalan angkuh sambil menepis saran.

Pegawai tetap dan kontrak pun demikian. Jangan hanya karena sudah pegawai tetap, bisa bersikap lalai dan memandang rendah orang lain. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun