Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Buku Tidak Akan Punah, Selamanya

8 Agustus 2019   05:49 Diperbarui: 8 Agustus 2019   05:54 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Buku. Gambar dari Pixabay.com

Sama halnya dengan buku sebagai media penyebar ilmu. Secara pribadi, untuk menggali ilmu saya lebih suka membaca buku dalam bentuk fisik daripada buku elektronik. Saya merasa, membaca buku "tradisonal" lebih bermakna dan lebih cepat dapatnya daripada membaca lewat Android/PC. Maka dari itu, jikapun dituntut membaca buku elektronik, saya tetap akan menjadikannya buku secara fisik dengan printout dan di jilid.

Media Pembelajaran dan Literasi Sepanjang Masa

Jika buku punah, maka punah pula literasi! Saya agaknya membenarkan pernyataan ini secara tegas. Bagaimana tidak, jika anak-anak usia SD misalnya diberikan buku-buku elektronik lewat Android, kan lebih banyak mainnya daripada bacanya! Lebih banyak "iklan" nya daripada membaca. Akhirnya, hakikat literasi terlupakan.

Makanya sekarang ini, para penggiat literasi tetap melakukan sosialisasi dengan membawa buku-buku. Baik itu membuka lapak buku bacaan, pohon baca, ataupun taman bacaan. Semuanya berbentuk buku, tidak berbentuk E-book. Karena jika mati lampu, sosialisasi mereka jadi batal. Uppss. Kemudian harapannya jelas, ketika ada pengunjung yang datang untuk membaca, mereka akan benar-benar membaca buku, bukan malah sambilan menengok buku sambil slide-slide story orang saja,

Meskipun media elektronik berserakan dan mengklaim dirinya adalah buku dengan teknologi terbaik dizaman ini, rasanya buku "tradisional" tidak akan punah, dan tidak akan disingkirkan dari literasi. Buku tetap ada sepanjang masa.

Media Tulisan dan Informasi Paling "Bersih"

Dengan berkembangnya teknologi, informasi kian mudah tersebar. Karena tersebar, maka kian mudahlah didapat. Hanya saja, mengukur kebenaran dan keshahihan infomasi tersebut menjadi keraguan tersendiri bagi banyak aktivis pendidikan. Memang banyak informasi dan ilmu yang benar secara akademis, tapi banyak pula informasi dan ilmu yang menyesatkan dan hoaxs.

Akhirnya, tidak jarang timbul keraguan dalam membaca berbagai tulisan yang sifatnya elektronik. Wajar saja, dengan mudahnya mempropagandakan identitas dan akun di dunia maya, setiap orang dapat mengupload informasi sesukanya. Jika itu positif sah-sah saja akadnya, tapi kalau sudah negatif kan jadi dosa jariyah sepanjang masa!

Maka dari itu, secara pribadi saya menganggap buku "tradisional" adalah buku yang bersih dari plagiasi maupun informasi hoaxs. Entah itu karena sugesti tradisional saya pribadi, atau kesan lainnya. Hanya saja ketika melihat buku secara fisik dengan tulisan yang rapi dan ber"cap" basah, kesannya lebih menyakinkan daripada melihat buku elektronik dengan cap hasil scan.

Manusia Mati, Buku Tetap Hidup

Sub judul ini kiranya adalah penyelesai dan penegas keberadaan buku. Bayangkan jika kita punya akun google. Entah itu akun google scholar, akun kompasiana, akun jurnal, portal akademik, maupun akun akademik lainnya dimana kita sering update ilmu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun