Mohon tunggu...
Ozzi Traveler
Ozzi Traveler Mohon Tunggu... Jurnalis - manusia biasa suka jalan-jalan

Jurnalis, Penulis, Traveler

Selanjutnya

Tutup

Politik

SBY Bertanya kepada Amerika, Are You Okay?

4 Juni 2020   08:40 Diperbarui: 4 Juni 2020   08:47 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Presiden ke 6 Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengeluarkan sebuah tulisan menarik untuk disimak. Dalam artikel yang bertajuk AMERIKA ARE YOU OKE? Menyita banyak perhatian kalangan. Termasuk saya, orang awam yang tidak begitu paham politik global.

Di artikel ini saya mengungkapkan kesalutan terhadap beliau.  Seorang Bapak bangsa yang tidak pernah berhenti memikirkan kondisi terkini bangsa dan Negara Indonesia termasuk Amerika. Meski tak lagi menjabat sebagai Ketua Umum Partai Demokrat, Bapak SBY tetap beri perhatian kepada rakyat melalui pemikiran brilian melalui tulisan.

Dalam tulisan yang dibagikan melalu media sosial resmi Facebook @SB.Yudhoyono tersebut berisikan persoalan kondisi sosial Amerika Serikat yang karut-marut karena kerusuhan besar yang melanda Amerika Serikat.

Persoalan ini bermula gegara tewasnya George Floyd saat ditangkap dan ditahan oleh kepolisian Minneapolis. Hingga mengusik hati mantan presiden Indonesia periode 2004 hingga 2014 tersebut untuk bereaksi dalam menanggapi kondisi politik Paman Sam itu.

Salah satu faktornya karena dinilai ada yang salah dalam nation building atau pembangunan kebangsaan di Negara yang pernah dipimpin oleh George Bush dan Obama tersebut.

Kita semua tentu sepakat dengan apa yang dikatakan oleh Bapak SBY. Selama ini AS menjadi "role model" atau panutan demokrasi, hak asasi manusia, kebebasannya, pranata hukum, dan sistem politik.

SBY melihat terdapat sejumlah skenario bisa terjadi pasca George Floyd tewas. Skenario pertama, dengan penanganan yang tepat (paduan antara persuasi dan law enforcement) akhirnya aksi-aksi sosial yang cenderung rusuh itu bisa diredakan.

Dalam skenario kedua, unjuk rasa makin meluas. Gabungan unsur polisi, National Guard dan elemen tentara federal (misalnya polisi militer) tak mampu menghentikan atau meredakannya. Para Gubernur dan Walikota dengan "resources" yang ada tak juga bisa mengatasi keadaan. Pemerintah Federal "terpaksa" melakukan negosiasi dengan elemen perlawanan masyarakat dengan pemberian konsesi tertentu.

Skenario ketiga, pemulihan ketertiban dan keamanan (law and order) diambil alih oleh pemerintah pusat. Presiden selaku "Commander-in-Chief" mengerahkan tentara federal (US Military Forces) untuk menanganinya.

Kondisi yang curi perhatian dunia ini tidak bisa dianggap enteng. Bermula dari penangkapan berujung kepada kerusuhan yang dianggap berbau RAS atau warna kulit yang selama ini begitu sensitive di Negara tersebut.

Hal ini bisa saja terjadi di tanah air, bila pemerintah tidak belajar dari kondisi Amerika hari ini. Isu warna kulit sangat rentan terjadi di tanah air. Seperti kita ketahui peristiwa beberapa waktu lalu sempat mewarnai Negara kita Indonesia. Antara warga pendatang (bukan Papua) dengan penduduk lokal asli Papua. Beruntung tidak berlanjut dan meluas ke daerah-daerah bagian Timur lainya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun