Mohon tunggu...
Yulius Roma Patandean
Yulius Roma Patandean Mohon Tunggu... Nomine Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2024 - I am proud to be an educator

Nomine Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2024. Guru dan Penulis Buku, menyukai informasi seputar olahraga, perjalanan, pertanian, kuliner, budaya dan teknologi.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Karakter Sugar Coating: Madu dan Racun di Lingkungan Kerja

4 Oktober 2025   09:23 Diperbarui: 4 Oktober 2025   09:23 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi bersama rekan kerja yang berkarakter sugar coating. (Sumber: dok.pribadi/dibuat dengan AI)

Seseorang dengan karakter sugar coating adalah sosok yang memerankan madu dan racun di lingkungan kerja. Mengapa?

Karakter sugar coating adalah upaya membungkus kritik, masalah, atau kebenaran yang tidak menyenangkan dengan kata-kata manis atau pujian yang berlebihan. Bahasa indah dan membuai pendengar banyak terlontar dari sebuah kondisi sugar coating. Ini adalah fenomena yang umum, namun memiliki dampak serius dan merugikan dalam jangka panjang di lingkungan kerja, baik konvensional maupun profesional.

Oleh karena karakter sugar coating ini lebih mengarah ke dampak yang merugikan, berikut beberapa dampak negatinya yang juga pernah saya alami sendiri berkali-kali.

Menghambat Pertumbuhan dan Menunda Perbaikan

Ketika umpan balik (feedback) disajikan terlalu manis atau kritik ditutup-tutupi, pesan intinya menjadi kabur atau salah tafsir. Bawahan yang menerima umpan balik tersebut mungkin berpikir bahwa kinerja mereka sudah cukup bagus, padahal sebenarnya masih jauh dari ekspektasi. 

Kondisi ini bisa memicu akibat lain, yakni perkembangan individu terhenti, karena mereka tidak mengetahui secara jelas celah atau kesalahan yang perlu diperbaiki.

Selain itu, masalah inti lembaga, perusahaan atau tim tertunda untuk diselesaikan karena tidak ada yang berani menyampaikannya secara jujur dan gamblang.

Merusak Kepercayaan dan Integritas Tim

Dalam lingkungan yang didominasi oleh sugar coating, kejujuran menjadi barang langka. Hal ini akan menimbulkan beberapa hal yang terindikasi negatif.

Pertama, timbulnya budaya kecurigaan. Pujian yang terdengar berlebihan akan dicurigai sebagai taktik atau manuver politik, bukan apresiasi yang tulus.

Kedua, keretakan hubungan. Rekan kerja atau atasan yang memilih jalur jujur dan konstruktif mungkin dianggap bodoh atau terlalu kritis, sehingga kepercayaan dalam tim perlahan retak.

Melahirkan Budaya Diam dan Toxic Positivity

Sugar coating menciptakan atmosfer di mana orang takut untuk memberikan masukan negatif atau mengemukakan keberatan, karena khawatir dianggap pesimis, tidak loyal, atau menimbulkan konflik.

Rapat menjadi ajang pamer kesetiaan atau pujian kosong, bukan ruang untuk memecahkan masalah atau bertukar ide kritis.

Kompetensi nyata menjadi korban, karena kemampuan untuk menyenangkan atasan atau menghindari konfrontasi dianggap lebih penting daripada kemampuan teknis dan integritas.

Menghasilkan Pemimpin yang Tidak Kompeten

Seseorang yang terbiasa menggunakan sugar coating sebagai jalan pintas, entah untuk menyenangkan atasan atau menghindari kesulitan, mungkin saja berhasil naik jabatan. Namun, tetap akan muncul dampak negatifnya.

Mereka tidak terlatih untuk menyelesaikan konflik atau mengambil keputusan sulit yang tanpa lapisan gula sebagai pelindung.

Mereka terbiasa memaniskan laporan daripada memperbaiki akar masalah, sehingga kompetensi kepemimpinan yang sesungguhnya menjadi rapuh.

Tips Mengatasi Dampak Negatif Sugar Coating

Cara terbaik adalah membangun komunikasi yang sehat, jujur dan apa adanya sesuai fakta.

Dengan kata lain, penting untuk menumbuhkan budaya komunikasi yang mengedepankan kejujuran konstruktif.

Ciptakan lingkungan yang aman. Pimpinan perlu secara eksplisit menunjukkan bahwa kejujuran dan kritik membangun lebih dihargai daripada pujian kosong. Pastikan bawahan atau karyawan merasa aman untuk menyampaikan pendapat tanpa takut diserang atau dihukum.

Budayakan keterbukaan. Atasan harus menjadi contoh nyata dengan menerima kritik secara terbuka, tanpa bersikap defensif atau tersinggung. Ini menunjukkan bahwa kritik adalah bahan perbaikan, bukan ancaman.

Fokus pada solusi, bukan sekadar masalah. Saat menyampaikan kritik, gunakan bahasa yang spesifik, objektif, dan selalu akhiri dengan menawarkan solusi atau langkah perbaikan. Ini membantu menjaga agar komunikasi tetap positif dan berorientasi pada pengembangan.

Sugar coating mungkin terasa sopan dan menjaga perasaan di permukaan, namun di lingkungan kerja, ia adalah racun perlahan yang menggerogoti integritas, menghambat pertumbuhan, dan merusak fondasi kepercayaan dalam tim.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun