Penambangan ilegal termasuk tindakan kriminal. Di Indonesia, pelaku dapat dijerat dengan Pasal 158 Undang-Undang No. 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara dan denda hingga Rp100 miliar.
Di Kabupaten Tana Toraja, dalam beberapa bulan terakhir, keluhan terhadap maraknya penambangan pasir tak berizin di bantaran Sungai Sa'dan yang ada di sekitar PLTA Malea, Kecamatan Makale Selatan sudah lama disuarakan. Penertiban tambang pasir ilegal di Tana Toraja sendiri merupakan tantangan yang kompleks, mengingat praktik ini sering kali terkait dengan mata pencaharian sebagian masyarakat dan juga faktor sosial-ekonomi.Â
Berdasarkan informasi yang ada, penertiban yang dilakukan secara represif (penindakan hukum) sering kali tidak efektif karena tambang ilegal dapat beroperasi kembali.
Oleh karena itu, diperlukan pendekatan yang lebih komprehensif dan berkelanjutan, dengan menggabungkan beberapa jalan alternatif atau strategi.
Pendekatan Edukatif dan Pemberdayaan Masyarakat
Mengedukasi masyarakat, terutama para penambang, mengenai dampak buruk penambangan ilegal bagi lingkungan dan risiko hukum yang mereka hadapi. Sosialisasi ini dapat dilakukan melalui pertemuan-pertemuan adat, tokoh masyarakat, dan lembaga-lembaga lokal.
Menciptakan lapangan kerja alternatif. Ini adalah langkah paling krusial. Pemerintah daerah, bersama dengan instansi terkait, perlu menciptakan program-program ekonomi yang dapat menjadi alternatif bagi masyarakat yang bergantung pada tambang. Contohnya adalah dengan mengoptimalkan sektor pariwisata, pertanian, atau kerajinan lokal. Pelatihan keterampilan juga dapat diberikan agar masyarakat memiliki pilihan mata pencaharian lain.
Pemerintah daerah dan pihak terkait dapat memberikan pendampingan intensif bagi masyarakat yang terdampak. Misalnya, membantu mereka dalam mengakses modal usaha kecil atau memberikan bimbingan teknis untuk mengembangkan potensi ekonomi lokal yang ramah lingkungan.
Penguatan Regulasi dan Penegakan Hukum
Penegakan hukum tidak bisa hanya mengandalkan satu instansi. Diperlukan koordinasi yang kuat antara pemerintah daerah (Dinas Lingkungan Hidup, Satpol PP), kepolisian, kejaksaan, dan tokoh adat. Sinergi ini akan memastikan tindakan penertiban lebih efektif dan tidak parsial.