Tindakan anarkis, perusakan dan penjarahan saat demonstrasi menentang kebijakan DPR bukanlah karakter umum warga Indonesia, melainkan sebuah anomali yang dipicu oleh beberapa faktor kompleks.
Dalam banyak kasus, tindakan anarkis tidak muncul secara spontan dari massa demonstran yang tulus. Ada bukti kuat yang menunjukkan adanya pihak ketiga yang sengaja menyusup dan memprovokasi kerusuhan.Â
Pihak ini bisa saja memiliki agenda tersembunyi. Seperti yang disampaikan oleh salah saru media online yang mewawancarai seorang anggota dari kelompok pendemo dan penjarah.Â
Mereka berasal dari luar Jakarta dan dikoordinir oleh oknum tertentu. Rencana demo dan menjarah tokoh politik ternyata sudah dirancang dari awal. Tujuan penjarahan sudah ditentukan. Demikian pula dengan bom molotov dan teknis demo di lapangan. Intinya, aku demo disertai penjarahan sudah terorganisir.Â
Di balik aksi tersebut, tentu dda yang mengalihkan isu utama demonstrasi. Aksi anarkis membuat fokus publik bergeser dari tuntutan demonstran yang sah (misalnya, menolak kebijakan pemerintah) menjadi masalah keamanan dan ketertiban.
Lalu, menciptakan citra negatif. Tindakan destruktif ini sengaja dilakukan untuk merusak reputasi demonstrasi damai, sehingga masyarakat umum melihat demonstran sebagai perusuh, bukan sebagai penyampai aspirasi.
Terakhir, memicu konflik yang lebih besar. Dalam beberapa kasus, provokator bertujuan menciptakan kekacauan yang meluas untuk tujuan politik tertentu.
Fenomena anarkis dalam demonstrasi juga bisa dijelaskan melalui psikologi massa. Saat berkumpul dalam jumlah besar, individu cenderung kehilangan identitas diri dan kontrol diri (deindividuasi). Emosi kolektif yang dipicu oleh kemarahan atau frustrasi bisa menyebar dengan cepat dan membuat seseorang yang awalnya damai menjadi agresif, apalagi jika ada provokasi.
Meskipun bukan pemicu utama anarkisme, kondisi sosial-ekonomi seperti ketidakpuasan terhadap ketidakadilan, korupsi, dan kesenjangan ekonomi dapat menjadi lahan subur bagi kemarahan publik.Â
Saat emosi ini tidak tersalurkan dengan baik, dan bertemu dengan provokasi dari pihak luar, potensi anarkis menjadi lebih besar. Aksi penjarahan terkadang merupakan luapan frustrasi terhadap sistem yang dianggap tidak adil.