Penutupan Tempat Hiburan Malam (THM) ilegal di Kabupaten Tana Toraja dilakukan secara masif pada akhir pekan lalu. Setidaknya kurang lebih 40 THM ilegal disebelah oleh Satpol PP yang didampingi oleh pihak kepolisian dan kejaksaan.Â
Puluhan THM ilegal yang disegel ada di empat wilayah, yakni Kecamatan Makale Utara, Kecamatan Makale, Kecamatan Mengkendek dan Kecamatan Gandangbatu Sillanan. Berbagai pro dan kontra mengikuti langkah penertiban THM ilegal ini.
Sikap Pro Penutupan THM Ilegal
Pemda Tana Toraja bertolak dari penegakan aturan dan ketertiban. Ini adalah alasan utama. THM ilegal beroperasi tanpa izin dan seringkali melanggar peraturan daerah, termasuk jam operasional dan ketentuan lainnya.Â
Sebagai contoh, beberapa pengelola THM yang ada di Kecamatan Mengkendek, berkamuflase dalam usaha warung kelontong, kios dan kantor pengacara. Sekilas dilihat di hari biasa, ada warung kelontong di depan. Sementara, di sampingnya ada bilik khusus tanpa jendela. Ciri utama warung kelontong yang dioperasikan sebagai THM adalah warna dindingnya dengan warna mencolok.Â
Rata-rata warna dinding THM merah, biru dan hijau. Ada satu kantor pengacara di jalan trans Sulawesi yang ada di Kecamatan Mengkendek yang justru disewa oleh pengelola THM. Penutupan ini menunjukkan komitmen pemerintah daerah untuk menegakkan hukum dan menjaga ketertiban.
Upaya mengurangi gangguan sosial juga menjadi alasan lain penertiban THM ilegal. Â Banyak THM ilegal dikeluhkan masyarakat karena beroperasi hingga larut malam atau bahkan subuh, menimbulkan kebisingan dan potensi gangguan ketenangan lingkungan. Penutupan diharapkan dapat mengurangi keresahan warga.
Penertiban dan penutupan THM ilegal ini pun akan mendorong terciptanya rumah tangga yang bertanggung jawab dan harmonis di masa akan datang. Banyak kasus perceraian di pengadilan negeri Makale justru dilatarbelakangi oleh percekcokan rumah tangga yang mana pemicunya juga berasal dari keterlibatan suami atau istri di bisnis ilegas THM.
Selain itu, Pemda Tana Toraja tengah berupaya mencegah potensi kriminalitas dan perilaku negatif. THM ilegal, terutama yang tidak diawasi dengan baik, sering dikaitkan dengan potensi peredaran narkoba, prostitusi, dan praktik ilegal lainnya. Penutupan dapat meminimalisir risiko ini. Prostitusi adalah adalah aktifitas paling banyak ditemukan oleh warga. Umumnya, pegawai THM adalah warga pendatang, bukan warga asli Toraja.
Dalam upaya meningkatkan citra daerah, menertibkan THM ilegal yang meresahkan adalah langkah positif. Dengan menegakkan aturan dan menciptakan lingkungan yang lebih tertib, citra Tana Toraja sebagai daerah yang menjunjung tinggi hukum dan norma sosial dapat meningkat. Hal ini penting, terutama bagi daerah yang mengandalkan sektor pariwisata.