Tak lama berselang, mata saya dihadapkan pada pemandangan yang indah lagi. Sayangnya, jalan masih agak mendaki, tak ada pijakan yang nyaman. Sekilas, bentangan alam di bagian kiri jalan menyerupai Tebing Romantis Kendenan. Saya tak bisa mengambil dokumentasi.Â
Ternyata tempat itulah yang dinamai warga Bonggakaradeng dan Rano sebagai Ratte Membuni. Ratte artinya tanah/lapangan datar/landai dan Membuni artinya tersembunyi. Saya boleh simpulkan Ratte Membuni adalah surga kecil yang masih belum terjamah. Suatu hari nanti, jika akses jalan sudah mumpuni, pasti akan dibuka sebagai objek wisata alam yang baru.
Di bagian punggungan bukit yang sedikit rata dengan permukaan agak terbuka, saya berhenti sejenak sambil menunggu rekan saya yang mengendarai matic. Semoga tidak terjadi apa-apa.
Dua menit kemudian beliau muncul sambil tersenyum. Kami berhenti, memuji keindahan alam Ratte Membuni. Surga kecil yang tersembunyi.
Hanya tiga menit istirahat, kami kembali melanjutkan perjalanan. Jam sudah menunjukkan pukul 10 wita lewat. Jaringan telpon dan internet masih ada sedikit.Â
Semakin naik, jalan semakin menantang. Tanah dan berbatu, diselingi sekali rabat beton sejauh 20 meter. Di depan saya ada kerbau betina tambun sedang mencari makan. Luar biasa.
Akhirnya setelah mendaki tanjakan lurus sejauh lebih 100 meter, saya tiba di puncak perbukitan. Jalan agak rata. Saya berhenti sejenak menunggu lagi rekan saya. Belum ada manusia yang berpapasan dengan kami.Â
Tak berselang lama, rekan saya muncul dan saya mempersilahkan beliau untuk jalan lebih dulu. Tapi hanya berselang seratusan meter, beliau meminta saya untuk duluan.