Setiap kardinal menuliskan nama kandidat pilihannya pada kertas bertuliskan Eligo in Summum Pontificem (Saya memilih sebagai Paus tertinggi) dengan menyamarkan tulisan tangan untuk menjaga kerahasiaan.
Kertas suara dimasukkan ke dalam guci perunggu berlapis perak di altar.
Suara dihitung oleh tiga kardinal yang dipilih secara acak. Kandidat harus memperoleh dua pertiga suara untuk terpilih.
Maksimal empat putaran voting diadakan per hari (dua pagi, dua sore). Jika setelah 30 putaran belum ada hasil, dua kandidat dengan suara terbanyak dipilih, dan voting dilanjutkan.
5. Asap sebagai Sinyal Â
Setelah setiap putaran, kertas suara dibakar. Jika belum ada Paus terpilih, ditambahkan bahan kimia (kalium perklorat, antrasena, sulfur) untuk menghasilkan asap hitam. Jika Paus terpilih, digunakan campuran kalium klorat, laktosa, dan resin pinus untuk asap putih.
Pada tanggal 8 Mei 2025, asap hitam terlihat beberapa kali, menandakan belum ada keputusan, hingga akhirnya asap putih muncul, menandakan Paus baru terpilih.
6. Penerimaan dan Pemilihan Nama Â
Kandidat yang memperoleh dua pertiga suara ditanya oleh Dekan Kolegium Kardinal apakah ia menerima pemilihan. Jika setuju, ia memilih nama kepausan (misalnya, Kardinal Robert Francis Prevost memilih nama Leo XIV pada 8 Mei 2025).
Paus terpilih dibawa ke Room of Tears (Kamar Air Mata) untuk mengenakan jubah kepausan (tersedia dalam tiga ukuran), kopiah putih (zucchetto), dan atribut lainnya.
7. Pengumuman Habemus Papam Â