Di masa tua dan hidup sendirian, kunci hidup tenang adalah hidup harmonis dengan sesama tetangga.
Demikianlah salah satu kalimat "sakti" yang disampaikan oleh seorang nenek lansia yang kemudian saya sapa Oma Dian. Â Tadi pagi cerita kami berlangsung saat saya berbincang di tengah ia melayani foto copy dokumen yang saya gandakan.
Setiap orang memiliki cara dan gayanya sendiri dalam menjalani masa-masa usir dimakan usia. Banyak yang stroke dan depresi di masa lanjut usia. Ada pula yang sakit-sakitan. Tetapi, bagi Oma Dian, lansia adalah masa yang tetap membahagiakan.
Sudah puluhan tahun Oma Dian hidup menyendiri di kiosnya yang mungil. Kios kecilnya yang berupa bangunan semi permanen tepat di pinggir jalan trans Sulawesi, poros Toraja-Makassar, Lempe, Ge'tengah, Mengkendek. Ia mengisi hari-harinya dengan berjualan pulsa, peralatan smartphone, kebutuhan rumah tangga, ATK dan juga melayani foto copy.Â
Saya ingat bahwa ini adalah yang keempat kalinya dalam 10 tahun saya singgah di Kios Dian Cell Foto Copy. Kios ini selalu menjadi alternatif untuk foto copy dan membeli ATK saat toko serupa di Kota Makale masih tutup di pagi hari.
Baginya, usia lanjut bukanlah penghalang untuk tidak aktif. Sebutan lansia produktif pun sesuai untuknya. Ia masih sangat lugas memasang stop kontak mesin foto copy, mengecek ketersediaan kertas dan memperbaiki jika ada kemacetan kertas.Â
Dengan penuh keramahan, senyum merekah di bibir, Oma Dian dengan santai menceritakan suasana hidupnya. Baginya, hidup sendiri di tengah usia lanjut tak membuatnya sedih. Suami tercinta telah lama kembali ke pangkuan-Nya. Anak-anak sibuk dengan keluarga dan karirnya masing-masing. Kunci utamanya adalah hidup harmonis dengan tetangga.
Ya, sendirian bertahun-tahun tak pernah membuat saya kesepian. Jika saya sakit, tetangga akan langsung membawa saya ke rumah sakit.Â
Prinsip hidup sederhana yang dijalankan Oma Dian. Baginya, tetangga adalah saudara. Merekalah pengganti anak-anaknya.Â
Oma Dian baru menghubungi anak-anaknya di tanah rantau ketika ia telah terawat dengan baik di RS. Sedikitpun ia tidak mau merepotkan anak-anaknya di luar sana. Ia juga tak mau banyak berharap dengan penghasilan anak-anaknya. Apalagi mereka telah berkeluarga.
Ketenangan hidup sendiri yang dijalani Oma Dian memang cukup sederhana. Selain hidup rukun dengan tetangga, ia pun memilih fokus mengumpulkan rupiah untuk menopang kebutuhan hidupnya dengan menunggui kios kecilnya.
Menghitung beberapa lembar uang setiap sore, pemasukan dari kios sudah cukup membuat saya senang. Jadi, tak pernah saya merasakan kesusahan. Untuk apa hidup susah jika masih bisa mencari kesibukan.
Wah, tips hidup sederhana Oma Dian ini patut saya contoh. Usianya yang sudah di atas 60 tahun masih terlihat segar di wajahnya di tengah himpitan kulit keriput karena usia.Â
Keakraban Oma Dian dengan para tetangga memang sangat terasa. Baik yang datang membeli maupun yang sekedar menyapa saat melintas.Â
Tetangga yang datang pun tak luput dari candaan saat berbelanja. Bahkan ketika ada pembeli yang lupa mengambil uang kembalian, Oma Dian akan berteriak memanggil. Ia bukan tipe wanita yang mau dikasihani. Rejeki sudah ada takarannya bagi setiap orang.
Meskipun di sekitar kiosnya berjejer beberapa warung remang-remang dan cafe, tak mengganggunya untuk buka kios hingga menjelang tengah malam. Orang-orang tetap menghargainya dan tak ada yang berniat kurang baik selama ini.
Terima kasih Oma Dian untuk cerita singkat kita selama 20 menit. Cerita bermakna dan renyah sambil menunggu hasil foto copy. Ada atomic habits luar biasa di masa lansianya. Kebiasaan itu telah menguatkan dan memberi semangat hidup bagi Oma Dian.
Sehat selalu oma. Sampai bersua di lain waktu.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI