Mohon tunggu...
OtnasusidE
OtnasusidE Mohon Tunggu... Petani - Petani

Menyenangi Politik, Kebijakan Publik dan Kesehatan Masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hantu Resesi

5 September 2022   11:24 Diperbarui: 5 September 2022   11:54 389
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Warteg di dekat jembatan Pasar Paseban agak riuh. Gegara diskusi seru tanpa tayang di TV Show. Mat Dung yang berprofesi sebagai penjaga parkir pasar vs Pak Six Sik yang merupakan tokoh masyarakat kawasan jembatan. Usai jam makan siang adalah waktu makan bagi Mat Dung, Mbok Darmi, Mak Nyak dan banyak pekerja supporting yang membuat Pasar Paseban hidup.

Warteg adalah salah satu tempat istirahat paling nyaman untuk beberapa orang. Ada juga yang nyaman makan di pecel bakul gendongan. Ada juga yang makan berat (nasi dan lauk). Ada juga yang makan semi berat (mie goreng/mie kuah).

Pasar itu tempat rezeki berputar. Pasar itu tempat orang adu semangat. Pasar itu tempat orang yang tak malu mengais rezeki rupiah halal. Bagi temanku yang ahli neraka, pasar adalah tempat mencari rezeki mengais dompet, telepon pintar, uang orang yang lengah.

Pak Six Sik sedang mengeluh dengan seliweran berita soal resesi. Harga mahal. Barang tidak ada. Susah beli. Ngantri akan menjadi pemandangan sehari-hari. Keluhan lontaran yang dilemparkan di meja warteg awalnya dicueki oleh sebagian besar pengunjung yang sudah saling kenal satu sama lain.

Mat Dung tiba-tiba menangkap lontaran Pak Six Sik. "Kalem saja Pak. Semua sudah ada yang urus. Percaya pada orang-orang yang memimpin negara ini".

Semua mata lalu tertuju kepada Mat Dung. Seperti film kartun yang kompak mencari sumber suara. Mat Dung, abang parkir. SD tak tamat. Semua penghasilan dibawa pulang untuk tiga anak dan satu istrinya yang berprofesi tukang cuci. Jarang makan di Warteg. Makan di Warteg kalau ada yang bayar lebih.

Tahu lontarannya menarik perhatian, Mat Dung langsung lemes. Selemes ketika disuruh ngelemesin bagian tubuh yang tegang. Mat Dung mengkeret. Walau begitu Mat Dung memompa semangat memilih menggelembung daripada mengkeret.

"Enam bulan berturut tidak terjadi pertumbuhan ekonomi alias minus. Banyak pengangguran karena perusahaan manufaktur alias industri tutup. Inflasi tinggi diikuti oleh beberapa barang justru turun. Suku bunga tinggi. Tingkat konsumsi masyarakat rendah sedangkan produksi terus berjalan. 

Stok meningkat tapi tidak ada yang beli. Secara umum ekonomi makro jalannya seperti siput atau bahkan tidak berjalan sama sekali," kata Mat Dung dengan cepat. Secepat kata ketika Woo Young Woo (tokoh dalam Extraordinary Attorney Woo) kesambet ikan paus.

Suasana Warteg hening. Mereka terpana dengan Mat Dung yang berkata cepat layaknya ahli ekonomi makro ketika sedang talk show di TV. Mat Dung bisa ngomong karena Mat Dung adalah pendengar yang baik. Mat Dung senang ngemper di toko buah Babah Lo. Babah Lo suka dengan siaran TV ekonomi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun