Mohon tunggu...
OtnasusidE
OtnasusidE Mohon Tunggu... Petani - Petani

Menyenangi Politik, Kebijakan Publik dan Kesehatan Masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ibu Biologis "Dikudeta" ART

22 November 2021   10:18 Diperbarui: 22 November 2021   12:21 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Asisten rumah tangga (ART) kalau mendapatkan yang baik sungguh beruntung. Apes kalau mendapatkan ART yang kurang baik. Ada banyak kejadian baik yang terunggah membuat mata meleleh. Ada banyak kejadian yang menjadi dalang kejahatan adalah ART. Ada juga ART yang berhasil menaklukan suami.

Tidak usah berlama-lama membaca kata, mari langsung pada inti apa yang ingin disampaikan mengenai ART. ART itu fenomena yang ada dari Mbah Buyutku sampai saat ini. Dulu tidak disebut dengan ART tapi ikut bantu-bantu. Masih ada ikatan keluarga. Tidak ada kepastian uang yang diberikan setiap bulannya. Hanya bantu urusan rumah tangga mulai dari menyapu, ngepel, masak,  mencuci piring, dan bersih-bersih rumah.

Biasanya masih dibawah umur, masih sekolah. Nah, biaya sekolah ini yang ditanggung oleh keluarga. Segala keperluan sekolah pokoknya diurusi. Rerata sampai tamat SMA. Sudah itu kawin. Ada juga yang dikuliahin kalau sekarang. Itu kalau perilaku yang bantu-bantu di rumah, baik.

Bahkan kami pernah membawa anak dari daerah tempat KKP bekerja dulu. Dari awal sudah disampaikan mau disekolahkan di dekat tempat kos tetapi tidak mau. Tiga kali lebaran, tiga kali naik pesawat PP, eh akhirnya milih kawin di dusun. 

Kerjanya memperhatikan Sulung, makan minumnya. Cuma jangan dibilang itu pekerjaan yang ringan. Jangan! Padahal aku full time siaga ngurusi Sulung.

Tengah lahir, kami mendapat dua ART baru. Baik semuanya. Satu sudah menikah, satu belum. Saat itulah urusan Sulung dan Tengah perlahan-lahan diserahkan pada mereka. Akhirnya menjelang Bungsu lahir, satu yang sudah menikah pindah tempat, satu kawin dengan tetangga.

Bude masuk. Tensi lagi tinggi-tingginya karena berkejaran dengan penelitian disertasi. Boyongan pindah tempat kos, Bude masih tetap ikut. Bude juga memiliki anak dan cucu. Umurnya sebenarnya hampir sama dengan kami. Bude kawin muda. Urusan Bungsu, Bude nomor satu. Sulung dan Tengah nomor sekian. Cuci dan gosok ada orang lain. Bude itu nahkoda kalau kami tidak ada di rumah.

KKP sebelum Pandemi, meninggalkan rumah Senin dini hari, pulangnya Sabtu pagi. Jadi memang KKP perempuan panggilan elit. Panggilan tempat kerja maksudnya. Minggu depannya lagi begitu di tempat kerja lain. 

Begitu berputar di lima pulau. Satu bulan itu harus ada di rumah Sabtu-Minggu dan satu minggu penuh (minggu pertama atau kedua atau ketiga atau keempat) tidak bisa ditawar kecuali darurat.

Kejujuran Bude sampai saat tulisan ini dibuat "nomor satu". Ambil beras untuk sedekah ditulis. Ambil duit sisa belanja untuk pengamen ditulis. Sisa belanja dan total belanja harian ditulis. Jadi anak-anak kalau buntu, uang jajan mingguannya habis, hanya bisa ngeliatin duit sisa belanja harian di kotak plastik. Padahal pengen jajan sesuatu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun