Mohon tunggu...
OtnasusidE
OtnasusidE Mohon Tunggu... Petani - Petani

Menyenangi Politik, Kebijakan Publik dan Kesehatan Masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Ketika Rezeki dan Teori Ekonomi Jungkir Balik

21 Januari 2019   11:33 Diperbarui: 22 Januari 2019   05:49 1056
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum ekonomi itu aneh bin ajaib. Percayalah. Ekonomi itu bikin mumet kalau dipikir. Sama saja dengan dunia kedokteran. Paling penting adalah aku bukan ekonom dan juga bukan dokter.

Semakin jauh dari pusat produksi maka produk itu akan mahal. Itu sudah hukum ekonomi. Apa pasalnya? Tak lain dan tak bukan adalah ongkos angkut alias ongkos distribusi. Kalau harga sebuah produk yang dekat dengan yang jauh dari pusat produksi harganya sama maka dipastikan itu ada treatment alias ada intervensi.

BBM di Papua yang puluhan tahun muahal dan baru beberapa tahun harganya sama alias satu harga itu juga karena treatment dan juga ada intervensi. Itulah risiko politik itulah biaya distribusi satu harga yang harus ditanggung oleh pemerintah. Itulah kemauan politik. Itulah kemauan kepemimpinan. Itu baru namanya salah satu bentuk keadilan sosial.

Ada semacam keinginan kuat dari batin ini ketika sedang jalan kaki pagi di sebuah kota di Bukit Barisan Sumatra, Pagar Alam untuk mengarahkan diri ke RSUD Pagar Alam. Jalan kaki merupakan aktivitas yang dikangenin kalau lagi turun gunung di Serpihan Surga Ciptaan Sang Maha Pencipta.

Stop watch sudah menunjukkan satu jam lebih beberapa menit, diri berjalan kaki. Dengan rute jalanan rata dan juga menanjak yang bikin keringat bercucuran.

Di depan RSUD diri melihat ibu-ibu membawa termos dan juga plastik assoy hitam. Ada mbok jamu yang sedang mengudek jamu pesanan dengan sendok kecil. Kalau James Bond pesan martini, "shaken not stirred". Ini jamu bukan martini.

Diripun mendekat. Bergabung. Ada suasana guyub.

Diri ini remuk redam. Hati terkoyak-koyak. Hidupku serasa mimpi. Aku menangis. Untung tak ketahuan karena keringat masih mengalir dari jidat yang nonong.

Mari kubagi kenapa diri ini bisa begitu.

Ibu-ibu yang membawa termos berjualan makanan untuk sarapan pagi itu ternyata menjual makanannya (kumbu goreng, pempek, cakue, pisang goreng, dan roti goreng di kami disebut dengan kecepul) memberi harga tiga, dua ribu rupiah. Kopi sachet, bandrek sachet dijual empat ribu rupiah. Kopi kental dijual tiga ribu rupiah per gelas kecil.

Mbok jamu menjual jamu antara dua ribu sampai tiga ribu. Juga membawa keripik ubi dan keripik jengkol harganya seribu perak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun