Mohon tunggu...
OtnasusidE
OtnasusidE Mohon Tunggu... Petani - Petani

Menyenangi Politik, Kebijakan Publik dan Kesehatan Masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Ketika Pinangan Dokter Ditolak, Akankah Dukun Bertindak?

2 Oktober 2018   16:21 Diperbarui: 2 Oktober 2018   17:37 511
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Adalagi UKMPPD (Uji Kompetensi Mahasiswa Program Profesi Dokter) berupa ujian tulis dan praktek secara nasional untuk menilai calon dokter ini sudah berkompeten atau belum. Ujian ini tidak mudah. Ada yang bisa sekali ujian langsung lulus , tapi ada juga yang sampai beberapa kali. Ujian ini juga memakan waktu karena tidak setiap bulan dilaksanakan. Silahkan dikali waktunya kalau tidak lulus.

Program pendidikan dokter sekarang, setelah lulus mereka tidak bisa langsung praktek. Para dokter ini harus menjalankan internship atau magang selama satu tahun di rumah sakit.  Apakah mereka dibayar sesuai standar? Tidak. Jumlahnya sangat tergantung dengan kebijaksanaan rumah sakit tempat si dokter magang. Silahkan tanya kepada mereka yang sedang atau sudah magang. Sedih kalau tahu jumlahnya.  Jangan tanya fasilitas pinjaman kendaraan ataupun rumah dinas.  Nehi...!

Jadi betapa panjangnya waktu dan besar biaya yang dibutuhkan seseorang untuk dipanggil dokter. Sudahlah, biar mereka saja. Aku takut nanti kamu nggak sanggup.  : )  Senyum

Itu belum ditambah dengan  hal yang tidak mengenakkan, seperti sering dijumpai ada orang marah-marah di ruang gawat darurat, bahkan sampai pernah ada seseorang yang malam-malam menendang tempat sampah  (you  know... lah siapa).  Apakah mereka tahu dokter jaga gawat darurat itu, harus punya sertifikat ATLS (Advanced Trauma Life Support) dan sertifikat ACLS (Advanced Cardiac Life Support), menguasai PPGD (Pertolongan Pertama Gawat Darurat) dan EKG (Elektrokardiogram)?

Pengalaman dokter Sandra yang memutuskan berhenti jadi dokter UGD mungkin bisa menjadi pelajaran, pertimbangan betapa berat beban seorang dokter yang melayani di UGD. Ini link Kompasiananya.

Kalau beruntung, bisa menjadi spesialis yang lama pendidikan sekitar 3 sampai 5 tahun. Lama pendidikan tergantung dengan spesialistik pilihannya. Belum biaya. Biaya SPP, buku, fotokopi, ujian berkali-kali, ujian kompetensi, makan waktu jaga, kos atau ngontrak, dan lain-lain. Kalau yang sudah punya istri/suami dan anak, lebih besar lagi biayanya.  Biasanya, jarang ada yang mau beri beasiswa untuk dokter melanjutkan pendidikan spesialis.  Kalau si kaki kupu-kupu, masalah biaya sekolah terbantu dengan beasiswa ABS.  Beasiswa Atas Biaya Sendiri... wak wak wak.

Si kaki kupu-kupu mencairkan investasi lamanya, yaitu menjual emas simpanan yang dia kumpulkan dari honor sewaktu dia memberi les privat dan menerjemahkan jurnal semasa kuliah S1. Juga penghasilan dari jualan kue, kering tempe orek, atau sop iga yang dijajakannya kepada dosen atau teman sejawatnya tanpa rasa malu.

Nah, setelah spesialis, ternyata masih ada subspesialis. Ini bisa ditempuh dengan waktu 2 sampai 4 tahun. Ini sulit,  tidak semudah orang membaca gelarnya yang hanya ditandai dengan 1 huruf  (K),  dibaca konsultan.

Ada juga yang mengambil gelar doktor alias S3 yang waktunya antara 4 sampai 5 tahun. Sekali lagi ini memakan biaya dan perjuangan.  Ada teman yang biaya penelitian tembus dua ratus juta lebih.

Total dari dokter umum sampai subspesialis atau doktoral adalah 11 sampai  16 tahun pendidikan.

Kembali ke petugas asuransi tadi, semestinya sebelum menolak ajuan pengobatan dari dokter, lebih baik belajar dulu entah melalui buku atau jurnal atau internet.  Baca-baca dulu  jurnal atau buku medis untuk mengetahui apa itu clear cell carcinoma,  cara menegakkan diagnosis dan prosedur pengobatannya.  Jangan menerjemahkan sendiri clear cell carcinoma menjadi  bersih sel karsinoma.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun