Mohon tunggu...
OtnasusidE
OtnasusidE Mohon Tunggu... Petani - Petani

Menyenangi Politik, Kebijakan Publik dan Kesehatan Masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Jangan Mau Disebut Miskin

20 Agustus 2018   16:17 Diperbarui: 20 Agustus 2018   18:51 967
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Kompas.com | Ronny Adolof Buol

Nah, itulah pengeluaran dan sebenarnya juga pendapatan keluarga tersebut. Itu belum dipilah penghasilan suami atau istri yang kadang ikut bantu penghasilan keluarga di kalangan ya. Itu juga ada catatan tersendiri.

Dulu ada, kalimat, pangkat boleh rendahan tetapi penghasilan dan gaya kepala dinas. Ambil contoh, PNS dulu atau ASN sekarang yang berpangkat kecil tetapi ternyata punya mobil, motor dan punya rumah permanen serta menguliahkan anak di Jawa. Kalau ditanya gajinya jelas nggak mungkin cukup, walau mungkin SK pengangkatan dan SK pangkat terakhirnya disuruh sekolah dulu ke bank. Pasti ada penghasilan lain yang harus digali untuk memenuhi gaya dan juga pengeluarannya.

Hampir semua orang malas menjawab dengan benar penghasilannya. Mereka lebih senang untuk dibilang miskin atau biasa-biasa saja. Mungkin hanya pengacara kondang, Hotman Paris saja yang berani blak-blakan mengenai kekayaan dirinya.

Soal miskin dan kemiskinan ini ternyata heboh juga waktu tahun ajaran baru. Loh, untuk memasukkan anaknya ke sekolah favorit saja, ada orangtua yang nekat membuat surat keterangan tidak mampu. Klik ini ya. Daku saja sampai nggak habis pikir, kok bisa mengingkari rezeki gitu loh. Ini juga diklik.

Untunglah pada waktu harga telur melonjak naik dan heboh nggak ketulungan daku ke lapangan dan kondisinya mencengangkan ternyata. Mereka yang bersentuhan langsung dengan telur dan menggunakan telur setiap hari kalem dan optimis melihat harga telur. Cek mengenai telur di sini ya.

Telur Sekilo I Foto: OtnasusidE
Telur Sekilo I Foto: OtnasusidE
Adanya program pendidikan gratis dan juga sekolah gratis juga sebenarnya salah satu faktor yang sangat membantu untuk mengurangi pengeluaran. Pada garis ini sebenarnya, inilah investasi jangka panjang dan tidak bisa disebut dengan pengeluaran. Mereka yang sekolah ini pada akhirnya menjadi SDM untuk menghasilkan.

Daku nggak berani menyebut temanku di Talang Slamet, di Punggung Bukit Barisan Sumatera miskin. Lah, wong dia kalau ke kebun kopi selalu senyum. Dua anaknya sekolah. Tinggal di kontrakan ukuran 3 x 7 meter. Kadang jualan nasi uduk dan juga mie goreng kalau malam hari di kontrakan. Punya motor yang rem belakangnya agak blong dan mengandalkan rem depan. Satu keluarga tidur di lantai. Kadang tidur di kebun kalau buah kopi sudah matang. Kadang kerja serabutan untuk membeli beras satu bulan.

Memelihara 3 ekor kambing. Dua ekor betina dan satu ekor jantan. Berharap akan melahirkan anak kambing yang bisa menambah jumlah dan satu waktu bisa dijual.

Daku pernah diajak ke kebun kopinya dan sungguh daku takjub dengan semangatnya mencintai kebunnya. Semangatnya untuk optimis menyongsong kehidupan. Nggak cemen. Luasnya sekitar 2 hektar.

Meloncat ke Amerika Serikat, sebuah negeri impian bagi para pengungsi Afrika, Timur Tengah dan sebagian Asia yang dilanda perang dan perang. Amerika ternyata juga punya penduduk miskin loh.

According to the World Bank, 769 million people lived on less than $1.90 a day in 2013; they are the world's very poorest. Of these, 3.2 million live in the United States, and 3.3 million in other high-income countries (most in Italy, Japan and Spain) (sumber: NYTimes).

The Oxford economist Robert Allen recently estimated needs-based absolute poverty lines for rich countries that are designed to match more accurately the $1.90 line for poor countries, and $4 a day is around the middle of his estimates. When we compare absolute poverty in the United States with absolute poverty in India, or other poor countries, we should be using $4 in the United States and $1.90 in India.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun