Setiap tahun, menjelang Lebaran, kita sering mendengar kabar bahwa Bank Indonesia mencetak uang dalam jumlah besar. Bahkan tak jarang berita ini diiringi kekhawatiran tentang inflasi. Lalu, sebenarnya apa itu inflasi? Dan apakah mencetak uang menjelang Lebaran adalah penyebab utama dari naiknya harga-harga di Indonesia?
Sebagai seseorang yang mencoba memahami dinamika ekonomi negara ini secara lebih kritis, saya melihat ada beberapa hal yang perlu diluruskan dan dijelaskan secara objektif.
Apa Itu Inflasi?
Secara sederhana, inflasi adalah kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan terus-menerus dalam suatu periode waktu tertentu. Dalam konteks sehari-hari, inflasi berarti bahwa daya beli uang kita menurun dengan uang yang sama, kita bisa membeli lebih sedikit barang dibanding sebelumnya.
Inflasi bukan sesuatu yang secara otomatis buruk. Dalam batas tertentu, inflasi justru menandakan adanya aktivitas ekonomi yang tumbuh. Namun, inflasi yang terlalu tinggi atau tidak terkendali akan berdampak serius pada kestabilan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, terutama mereka yang berpenghasilan tetap.
Mengapa Indonesia Mencetak Uang Setiap Menjelang Lebaran?
Setiap tahun menjelang Idul Fitri, Bank Indonesia memang mencetak dan mendistribusikan uang baru, terutama uang pecahan kecil, ke berbagai daerah. Tapi mari kita luruskan persepsi umum: mencetak uang di sini bukan berarti menambah jumlah uang secara liar ke dalam sistem ekonomi.
Kegiatan ini lebih tepat disebut "penukaran uang" daripada pencetakan uang baru dalam pengertian makroekonomi. Masyarakat ingin menukar uang lama dengan uang baru (biasanya untuk kebutuhan zakat, THR, atau sedekah), sehingga permintaan terhadap uang fisik (tunai) meningkat. Bank Indonesia hanya menyesuaikan suplai uang tunai sesuai dengan kebutuhan musiman, bukan menambah total jumlah uang beredar secara tak terkendali.
Apakah Ini Menyebabkan Inflasi?
Pertanyaannya: apakah kegiatan mencetak uang menjelang Lebaran ini memicu inflasi? Jawabannya: secara umum, tidak secara langsung dan signifikan.
Inflasi lebih dipengaruhi oleh jumlah uang beredar dalam perekonomian secara keseluruhan, dan produktivitas ekonomi. Jika pencetakan uang dilakukan tanpa dasar produktivitas, misalnya untuk menutupi utang negara atau membiayai defisit fiskal tanpa kontrol, barulah itu berpotensi memicu hyperinflation, seperti yang pernah terjadi di Venezuela atau Zimbabwe.