Mohon tunggu...
Harun Anwar
Harun Anwar Mohon Tunggu... Desainer - Menulis sampai selesai

Lelaki sederhana yang masih ingin tetap tampan sampai seribu tahun lagi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Katakan pada Diri Sendiri: Jangan Mencintai dengan Berlebihan

29 Maret 2020   08:38 Diperbarui: 29 Maret 2020   08:58 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cinta bisa datang dan pergi kapan saja. Ia bukan beton bertulang yang ditanam lalu tak bisa lagi berpindah. Cinta itu seperti kupu-kupu, bisa lama hinggap tapi bisa terbang seketika juga. Ia datang dengan menawan, mencuri perhatian, persis seperti kupu-kupu. Saat ia hendak pergi tak ada yang bisa menahannya, saat ia masuk tak ada yang sanggup menolaknya. Begitulah kiranya cinta itu. Berabad-abad lamanya ia menjadi mata angin bagi manusia untuk terus menjaga kehidupan dengan estafet.
                   
Cinta adalah kata paling subur di bibir manusia. Di mulut si pendiam atau si pemabuk, cinta tetaplah mantra ajaib. Jika kata itu diucapkan berarti telah terjadi satu hal yang besar. Tak bisa dinafikan bahwa cinta dengan sendirinya telah memilih porsi tempatnya di dalam diri manusia. Cinta selalu punya tempat. 

Saat ia tiba ia akan tetap bisa merangsek mendapatkan ruang meski sebenarnya tempat itu amatlah sempit. Cinta selalu berhasil membuat kita terdiam untuk sesaat. Cinta adalah warna, bukan hitam putih. Cinta tak punya batasan, sayangnya ia bisa selesai. Satu hal lagi: cinta tidak selalu bisa menggembirakan.
           
Kala seseorang sedang jatuh cinta, ia kerap merasa bahwa cinta adalah kelas tertinggi dari sebuah penyatuan. Padahal rupa-rupanya tidak begitu. Cinta adalah kelas yang masih berada di bawah kelas iman. Cinta tak selalu menyehatkan, tapi tidak dengan iman. Cinta bukan yang paling tinggi, di sini kita tak boleh mati keliru. Itu yang membedakan keduanya. Sementara di lain hal, masih ada beberapa kelas di bawah kelas cinta. Dan tentang itu semua, saya menuliskannya sedikit di bawah.
           
Cinta adalah objek besar yang mempertemukan dua subjek yang semula berjauhan. Cinta tak serta-merta terbentuk begitu saja. Di sana ada kepingan tahap yang mengiringi proses pembentukannya. Dimulai dari ketertarikan, suka, menyenangi, lalu menjadi cinta. Proses ini bisa terjadi sekejap dan amat cepat, bisa pula sangat lama. Sangat-sangat lama.
     
Ketertarikan
Sungguh, setiap rasa cinta itu mulainya selalu dari titik ini. Ketertarikan menjadi alasan paling masuk akal untuk kita mau sejenak melihat pada sesuatu. Padahal sesuatu itu adalah asing. Ketertarikan tidak didorong satu hal saja, tapi bisa banyak. Barangkali karena objek itu punya kesamaan dengan hal yang pernah kita temukan sebelumnya, atau barangkali juga karena objek tadi justru merupakan hal baru yang tak pernah kita lihat sebelumnya.

Di situ ada dorongan untuk menatap, menggantungkan pandangan seadanya. Di situ pula ketertarikan tadi dimulai. Sayangnya kita sering tidak menyadari rasa tertarik itu ada. Kita memilih abai dan membiarkan diri kita hanyut pada tahap berikutnya.
           
Suka
Di sini indra kita mulai berbicara. Kita memiliki panca indra. Lalu katakanlah setidaknya ada satu dari lima indra tadi yang lahir. Sebutlah ia indra mata. Di sini saya ingin mengajak Anda untuk berpikir bahwa sebenarnya ketika kita sedang tertarik pada sesuatu hal di situ juga kita tak pernah berpikir untuk menghalangi ketertarikan itu menjadi suka. Kita masih santai. Tak mencoba lerai. Dan tanpa sadar ketertarikan tadi telah berubah menjadi suka.

Rasa suka menjadi perkara paling ringan karena itu merupakan kerja indra manusia. Ia bisa terjadi secara spontan. Contoh di lapangan selalu kita ketemukan dalam hubungan pacaran dua orang. Jika dua orang yang berpacaran memilih untuk putus dan saling meninggalkan setelah itu keduanya menunjukan reaksi biasa-biasa saja berarti keduanya hanya diikat rasa suka semata. Bukan cinta. Makanya tidak keberatan jika harus saling meninggalkan. Tidak ada air mata kesedihan. Malah caci maki dan umpatan yang terdengar di sana.

Sederhananya bahwa rasa suka adalah sesuatu yang tak pernah sampai di hati. Entah setelahnya, tapi selama itu masih berupa rasa suka maka itu hanyalah kerja indra. Tak lebih.

Menyenangi
Menyandingkan suka dan senang rasanya tampak sia-sia saja. Dua hal ini terlihat sama saja. Padahal jika menyelisik secara runut maka akan kedapatan perbedaannya. Jika rasa suka bermain-main di ranah indra manusia maka rasa menyenangi sudah selangkah lebih jauh dari itu. Perasaan menyenangi adanya bukan di indra tapi di beranda hati, meski tak sampai masuk ke dalam.

Perasaan senang adalah sesuatu yang melibatkan sedikit-dikitnya bagian hati: maksudnya beranda hati tadi. Singkatnya, rasa senang ini adalah jembatan dari suka menuju cinta. Itulah sebabnya orang-orang selalu bilang cinta itu menyenangkan. Padahal mereka salah. Bukan begitu kebenarannya. Yang benar adalah menyenangkan dulu baru cinta karena kenyataannya cinta itu tidak pernah benar-benar menyenangkan sepenuhnya.

Cinta
Cinta itu tak selalu menyenangkan. Kalau boleh dibilang terang-terangan maka cinta itu keberatan. Saking beratnya ia sampai-sampai untuk dijelaskan pun harus dilakukan pelan-pelan.

Setiap orang punya pendapat dan pandangan berbeda-beda soal cinta ini. Wajar saja karena setiap dari yang berpendapat memiliki rasa dan pengalaman yang silang-menyilang.

Cinta selalu soal hati-hati. Di titik inilah kekuatan kita dicoba. Jangan tanya seberapa sulit mengendalikan cinta itu. Di sana kita butuh keberanian. Jika cinta yang balik mengendalikan diri kita maka sama saja kita telah kehilangan diri kita sendiri.

Saya mengutip perkataan seorang kekasih: "Berbeda dengan rasa yang lain, cinta memang membutuhkan emosi yang besar."
Di hati, cinta butuh penanganan yang serius. Sebab cinta itu berbeda dengan iman. Ada yang menangis gara-gara cintanya, ada yang bersorak, ada yang bergeming, ada malah yang mati. Sungguh. Sebab cinta adalah cobaan hati. Di situlah hati kita diukur seberapa bijak dalam mengelola. Jika keliru, cinta justru segera membuat kita terjatuh alih-alih membuat lebih hidup.
             
"Baik dan tidaknya kita menggunakan cinta itu semua tergantung dari kondisi iman yang kita punya." - Harun Anwar -
 Iman
Iman adalah tingkatan tertinggi dalam diri manusia. Ia jauh berada di atas cinta. Jika saya mengibaratkan hati adalah lautan maka cinta adalah perahu yang mengapung di atasnya, lalu iman adalah jangkar yang menancap di dasar laut. Seandainya tak ada jangkar yang kuat menancap sudah tentu perahu akan terombang-ambing dan hanyut ke sana kemari. Sebagaimana juga iman. Selama ia baik selama itu pula cinta akan baik dikendalikan. Tanpa iman yang kukuh cinta malah akan menyesatkan kita.
           
Itulah ketika saya menyadari telah jatuh cinta saya justru menangis. Bukan apa-apa, ini selalu saya katakan ulang-ulang, bahwa saya tidak punya modal yang cukup untuk mencintai. Saya kerap ketakutan setiap harinya. Tidak mudah mengelola cinta yang telanjur tambat di hati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun