Mohon tunggu...
Id.Djoen
Id.Djoen Mohon Tunggu... Wiraswasta - ”Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal sholih dan saling menasihati supaya menaati kebenaran dan saling menasihati supaya menetapi kesabaran”

Anak Bangsa Yang Ikut Peduli Pada Ibu Pertiwi

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pemimpin Bermartabat

15 April 2022   19:25 Diperbarui: 15 April 2022   19:30 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam kehidupan bermasyarakat pemimpin ada dari tingkatan terkecil hingga pemimpin sebuah negara atau pemerintahan. Kita sebagai manusia individu adalah seorang pemimpin dari kita sendiri, seorang ayah adalah pemimpin dari keluarganya, hingga ada ketua RT wujud kepemimpinan lingkungan rumah tangga, lebih tinggi lagi ada ketua RW pemimpin lingkungan warga yang terdiri dari dari beberapa RT. Selanjutnya ada kepala dusun hingga kepala desa, camat, bupati, gubernur dan presiden.

Dalam sistem demokrasi pemimpin tersebut dipilih melalui musyawarah mufakat secara kekeluargaan maupun secara pemilihan suara. Sudah sejak lama pemilihan pemimpin dari mulai pemilihan kepala desa, bupati, gubernur dan presiden dilakukan secara voting yang menentukan pemimpin terpilih.

Dalam proses pemilihan ini diharapkan sesuai dengan nilai moral bangsa Indonesia yang berazaskan Pancasila yang menjungjung tinggi nilai ke Tuhanan Yang Maha Esa dan berkeadilan. Dampak globalisasi dengan masuknya pengaruh demokrasi liberal ala barat merubah esensi Demokrasi Pancasila yang diagungkan Founder Father bangsa ini.

Tak heran dalam setiap proses pemilihan baik itu caleg, calon bupati, calon gubernur, calon presiden ataupun calon kepala desa menggelontorkan sejumlah uang untuk meraih simpati pemilih. Cara semacam ini dengan menebar uang atau dikenal dengan money politic akan merubah niatan dan esensi demokrasi yang sebenarnya. Dengan bermodal uang banyak maka yang jadi target bukan untuk membangun kesejahteraan masyarakat namun mensejahterakan dirinya, sehingga praktek kolusi, korupsi dan nepotisme dilakukan sebagai upaya mengembalikan modal politik.

Saya tidak membahas jauh ketingkat lebih atas yaitu momen pemilu tahun 2024, namun mengamati perilaku money politic ditingkat lebih kecil yaitu pemilihan kepala desa. Praktek money politic pada proses pemilihan kepala desa seolah-olah telah mengakar dan menjadi sebuah budaya. Sebuah budaya yang tidak boleh dilestarikan namun harus dibasmi hingga akar-akarnya sebab money politic adalah awal rusaknya tatanan bermasyarakat.

Pada proses pemilihan kepala desa serentak tahun 2022 ini pemerintah daerah setempat telah berupaya semaksimal mungkin untuk mengurangi praktek money politik baik dengan menimalisir biaya dari calon kepala desa dan kampanye larangan money politic. Akan tetapi upaya mulia pemerintah daerah tersebut tidak akan berguna jika perilaku masyarakat masih suka money politik.

Tak jarang saat masa-masa kampanye pilkades ada tim sukses dari calon baik itu yang berlabel tokoh masyarakat ataupun ustadz demi kemenangan calon kepala desa yang diusungnya tega membuat statement menyimpang dari ajaran agama yang dianutnya dengan membolehkan money politic melalui ceramah sederhana "pilihlah calon kepala desa yang memberi kamu uang".  Ustadz atau ulama semacam ini dalam bahasa saya Ustadz/Ulama U3 yaitu Ustadz Ujug Ujug. Ustadz yang muncul tiba-tiba yang hanya mengandalkan popularitas dari mantan jabatannya namun keilmuan agamanya sangat minim atau menyembunyikan kebenaran demi ambisi duniawi semata.

Permainan money politik di tingkat pilkades ini sangat berdampak buruk bagi warga desa, dengan modal uang besar yang dikeluarkan jika telah terpilih keniscayaan memperkaya diri dengan mengorbankan warga desa. Tak ada obyek lain sebagai sasaran tembak kepala desa terpilih menang karena money politik tak lain yaitu lahan sawah milik warga. Dengan alibi pembangunan industri, perluasan perumahan dan lain-lain kepala desa mencari cara meraih keuntungan sebagai makelar tanah warga desa tersebut tanpa memperhitungkan nasib warganya setelah kehilangan lahan sawahnya walaupun mendapat ganti rugi yang tak sebanding dengan keuntungan makelar tanah.

Ini sample perilaku dalam tingkat kecil yaitu pemilihan kepala desa berdampak besar bagi warga desa, akan jauh lebih parah jika money politik dilakukan pada ajang pemilihan kepala negara maka tak ayal warga negara, kekayaan negara dan negara akan jadi korban pengembalian modal politik. Perilaku buruk tidak bermartabat ini perlu direformasi dan dibenahi dari tingkat kecil menuju ketingkat lebih tinggi agar tercipta sebuah kehidupan bermartabat.

Pemimpin bermartabat tidak akan muncul dari orang yang melakukan money politic sebab orientasi mereka hanya uang dan uang. Padahal untuk menciptakan masyarakat yang sejahtera dibutuhkan seorang pemimpin yang bermartabat. Sebuah masyarakat akan bermartabat jikalau dalam proses pemilihan pemimpinnya tanpa menggunakan politik uang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun