Mohon tunggu...
Opa Jappy
Opa Jappy Mohon Tunggu... Konsultan - Orang Rote yang Bertutur Melalui Tulisan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

http://jappy.8m.net

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Guru Membully Siswi dan Presiden dengan Kata-kata yang Tak Pantas

19 Januari 2020   17:31 Diperbarui: 20 Januari 2020   04:44 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari jejak digital, ditemukan sejumlah makna dan peran guru pada perkembangan intelektual tiap-tiap orang. Seseorang, siapa pun dia, akan jadi 'seperti sekarang ' karena peran guru (formal dan informal, langsung dan tak langsun) pada hidup dan kehidupannya.

Sehingga, jika mengikuti makna pendidikan; maka pendidikan dapat berarti suatu proses transformasi ilmu pengetahuan kepada generasi berikutnya. Generasi berikut tersebut mendapat pendidikan secara formal dan informal, sehingga mereka bertumbuh secara intelektual, mempunyai pengalaman keagamaan, dan sikap hidup atau moral yang baik.

Pendidikan adalah usaha yang sengaja, sistimatis dan terarah untuk mencapai perubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan.

Dalam proses tersebut (guru-murid - murid-guru) terjadi interaksi yang saling mempengaruhi, membagi ilmu pengetahuan, serta pengalaman-pengalaman. Sehingga diharapkan, setelah selesainya proses pendidikan (bukan proses belajar, karena belajar terjadi selama hidup) pada jenjang tertentu, peserta didik memperoleh kompetensi pada bidang yang ia pelajari.

Jadi, proses pendidikan, tak bisa lepas dari Guru dan Sang Guru; guru adalah tongkat pegangan, agar peserta didik menelusuri jalan berliku, kecil, dan bebatuan, hingga mencapai tujuan. 

Ia juga adalah kuci dan anak kunci; dengan kunci itu, ia menbuka pintu cskrawala berpikir, sehingga peserta didik melihat bentangan semesta pengetahuan, kemudian masuk ke dalamnya.


Guru, akan tetap menjadi seseorang dan tak bisa disebut guru, jika tak ada murid, tiada yang diajarkan, dan tak pernah mengajar siapa-siapa.

Namun, ia akan tetap disapa sebagai guru, walau sudah berhenti mengajar dan mendidik. Guru adalah motivator, dan juga meletakan puzle-puzle pengetahuan ke dalam diri anak didik, dan mereka bersama, ketika berhasil membentuknya, akan menemukan bangunan indah; bangunan hidup dan kehidupan.

=======

Berdasarkan hal-hal di atas, maka jika terjadi seperti guru di Anambas dan Jakarta, apakah mereka masih patut disebut guru; guru yang mendampingi peserta didiknya keluar dari dalam rimba raya kegelapan tak berilmu menuju terang benderang karena ada ilmu dan pengetahuan.

Jadinya, menurut saya, yang juga mantan guru, dan pernah mengajar dari Kelas 1 SD hingga membimbing Mahasiswa S 2, sangat, sangat, sangat tidak elok jika seorang guru (Negeri dan Swasta) dengan gampangnya membully seseorang, termasuk anak didiknya dan Kepala Negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun