Mohon tunggu...
Opa Jappy
Opa Jappy Mohon Tunggu... Konsultan - Orang Rote yang Bertutur Melalui Tulisan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

http://jappy.8m.net

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pasca Keputusan MK, DPR RI Memulai Proses Pelemahan KPK

9 Februari 2018   23:15 Diperbarui: 9 Februari 2018   23:25 684
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pondok Cina, Depok---Kamis, 8 Februari 2018, MK memutuskan bahwa KPK merupakan bagian dari eksekutif sehingga merupakan obyek dari Hak Angket DPR. Suatu keputusan yang di luar dugaan banyak pihak, termasuk para Pegiat Anti Korupsi. Keputusan tersebut, sekaligus bertentangan dengan dengan putusan-putusan MK sebelumnya, yang menegaskan bahwa KPK bukan bagian dari eksekutif. Apalagi, menurut Mantan Ketua MK, Mahfud MD, keputusan MK terbaru itu, belum atau tidak membatalkan putusan MK sebelumnya.

Reaksi KPK

Bukan saja publik yang kecewa terhadap keptusan MK tersebut, namun hal yang sama muncul dari KPK. Sebelumnya, KPK menilai pembentukan hak angket itu tak sesuai dengan Pasal 79 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD. Berdasar itu, KPK bukan termasuk unsur eksekutif sehingga tidak dapat dijadikan sebagai objek pelaksana hak angket oleh DPR.

Sayangnya, MK mempunyai pertimbangan lain atau berbeda, MK menyatakan KPK adalah adalah lembaga eksekutif. Keputusan tersebut menurut Laode Syarif, Wakil Komisi Pemberantasan Korupsi,   

"Kami merasa agak kecewa dengan putusannya karena judicial reviewitu ditolak. Putusan MK ini tak konsisten dan bertentangan dengan empat putusan terdahulu, dimana MK menyatakan bahwa KPK bukan lembaga eksekutif.

Inkonsistensi MK ini bahkan dipaparkan oleh empat hakim yang mengajukan disssenting opinion atau perbedaan pendapat. Dulu dikatakan KPK bukan bagian dari eksekutif, hari ini MK memutuskan bahwa KPK itu, dianggap bagian eksekutif. Menarik untuk kita lihat inkonsistensi dari MK."

Kecewa dan Kekecewaan dari KPK tersebut bisa diterima oleh akal sehat, pikiran normal, serta selaras dengan semangat pemberantasan korupsi dan koruptor di Indonesia.   

Reaksi dari Para Guru Besar

Sejumlah besar Profesor dari berbagai perguruan tinggi, juga bereaksi keras terhadap Ketua MP. Bahkan mereka meminta agar Ketua dan Hakim Mahkamah Konstitusi mundur dari jabatannya. Permintaan tersebut dituangkan dalam Surat Terbuka

"Dengan hormat,

Melalui surat ini kami ingin menyampaikan pandangan kami sebagai sejawat dan profesor atau guru besar dari berbagai lembaga dan perguruan tinggi di Indonesia terkait penjatuhan dua sanksi etik yang diberikan Dewan Etik MK kepada Profesor Arief Hidayat dan upaya menjaga martabat dan kredibilitas MK di mata publik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun