Mohon tunggu...
Opa Jappy
Opa Jappy Mohon Tunggu... Konsultan - Orang Rote yang Bertutur Melalui Tulisan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

http://jappy.8m.net

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Legalkan Terorisme Sebagai Profesi

6 Januari 2014   17:25 Diperbarui: 15 November 2015   20:30 334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

doc kompas.com

Densus 88 AT Polri, menutup tahun 2013 dengan sukses lumpuhkan teroris; mereka yang ditembak mati dan tertangkap tak jauh dari Pusat Negara. Kerbehasilan Densus 88 tersebut mendapat reaksi beragam dari masyarakat; ada yang mengapresasinya sebagai tindakan yang sangat patut, baik dan benar dalam rangka memberi rasa aman kepada masyarakat. Namun, ada pula yang bereaksi sebagai pembunuhan dan kejahatan terhadap aktivis.

Juga, tak sedikit yang mebela para teroris tersebut. Misalnya JAT, Voa-Islam, dan Shoutussalam Islamic Media; mereka dengan nyaring berseru bahwa Densus telah melakukan kejahatan berat atau pun bertindak kriminal terhadap  kemanusiaan. Bahkan, para pembela teroris tersebut melakukan demo, protes, dan pernyataan pers untuk membubarkan Densus 88. Hebatnya lagi, di dan melalui media sosial, mereka menyebarkan foto poster-spanduk yang seakan menyatakan bahwa,  mereka yang tertembak tersebut adalah pahlawan.

 

foto Shoutussalam Islamic Media 

 


Di samping itu, masih ada elemen-elemen masyarakat lainnya, yang mencela tindakan Densus 88, dan membela mereka yang tewas tertembak. Bahkan, ada yang dengan terang benderang menyatakan tidak ada teroris di Indonesia.

Apalagi ada pernyataan dari Koordinator Badan Pekerja Kontras, bahwa penggrebegan oleh Densus 88 yang dinilai Kontras sebagai janggal; kemudian tersebar berbagai situs kaum radikal serta media sosia, sebagai pembenaran bahwa Densus 88 melakukan kejahatan kemanusiaan; serta keberpihakan Kontras pada mereka yang tertembak mati.

Ok lah.

Kita ikuti saja logika berpikir bahwa tidak ada teroris di Indonesia, dan mengkesamping makna dan apa itu teror, teroris, dan terorisme. Konsekuensinya adalah, jadikan terorisme sebagai salah satau profesi di Nusantara; pelaku teror atau teroris sebagai orang yang berprofesi sebagai teroris (dan bila perlu tulis di kolom pekerja pada KTP, Paspor, dan lain-lain).

Profesi adalah pekerjaan [tertentu] yang menjadi panggilan hidup seseorang; yang seseorang pilih dengan penuh kesadaran; mengandung nilai kemandirian, kepuasan dan ekonomi, serta berguna untuk [kelangsungan] hidup dan kehidupan. Seseorang yang melaksanakan profesinya dengan baik-benar-konsisten-kontinyu, disebut professional. Seorang profesional mempunyai beberapa ciri, antara lain, adanya keahlian yang didapat melalui pendidikan terstruktur dan baku; kegiatan berkelanjutan yang menjadi sumber pemenuhan kebutuhan hidup; mempunyai kaitan dengan bidang-bidang lain dalam masyarakat; mempunyai nilai kepuasan dan ekonomis yang [sengaja] dipilih sebagai panggilan dalam hidup hidup dan kehidupan sosial. Beberapa hal penting yang berhubungan dengan profesi seseorang, antara lain,

Dengan demikian, jika mengakui terorisme sebagai profesi, maka makan teror, dan tindakan teror di bawah ini, dianggap tak ada di Nusantara, atau dihapus dari memori orang Indonesia

Teror adalah usaha menciptakan ketakutan, kengerian, dan kekejaman oleh seseorang atau golongan; meneror bermakna berbuat kejam, sewenang-wenang, semena-mena, paksaan, ancamam, tindakan, kata-kata/pernyataan, dan lain sebagainya untuk menimbulkan rasa ngeri atau takut. Ada banyak cara, kata, tindakan, sikon (yang sengaja diciptakan) secara sendiri maupun bersama yang bisa dikategorikan sebagagi teror dan meneror.

Aksi-aksi yang bersifat teror dapat terjadi di mana-mana dan oelh siapa pun juga; semuanya bertujuan agar yang diteror menyerah kalah terhadap yang meneror, sekaligus mengakui eksistensi dan keberadaan si peneror. Lebih dari itu, jika si peneror (si teroris) mewakili institusi dan idiologi, maka ia inginkan agar yang diteror tunduk, takluk, dan berada di bawah naungan serta pengaruh idiologi usungannya.

Mungkin saja, dengan cara seperti itu, pengakuan terhadap terorisme sebagai profesi, bisa menjadikan para pembelanya tenang, diam, berpuas, hati, serta tak mengganggu masyarakat serta aparat keamanan.

So, jika ada pengakuan tersebut, maka orang Indonesia tak perlu malu dengan stigma sebagai negara teroris; stigma itu bukan lagi stigma, namun satu-satu negara di dunia yang mengakui terorisme sebagai profesi.

Salam tidak hangat dari pinggiran Kota Jakarta

1389000477825714315
1389000477825714315

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun