Mohon tunggu...
o n e t  b u r t o n®
o n e t b u r t o n® Mohon Tunggu... Wiraswasta - o l e h

Tukang Ojek. Tinggal di Denpasar Bali

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pancasila Hebat

31 Mei 2020   21:00 Diperbarui: 1 Juni 2020   11:25 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi:pixabay.com

Judul di atas tentu membuat pembaca akan mengangguk. Mengangguk setuju. Hampir seluruh rakyat republik akan mengangguk. Sebagian lainnya boleh jadi menyertainya dengan kepalan tangan nan kuat.

Tetapi tentunya makna anggukan berbeda-beda. Tidaklah sama anggukan yang satu dengan anggukan yang lain.

Pak Sudirdja, pensiunan tentara mengangguk mantap. Boleh jadi karena beliau mengalami masa-masa perjuangan dulu. Masa-masa republik mencari bentuk ideal sebagai sebuah bangsa besar.

Pak Mulyono, seorang pegawai negeri yang hampir pensiun juga mengangguk. Bisa jadi karena beliau merasakan penatnya mengikuti penataran P4. 

Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila atau disebut juga Eka Prasetya Pancakarsa. Yakni sebuah panduan tentang pengamalan Pancasila dalam kehidupan bernegara semasa orde baru.

Andika Bergomi, milenial yang sedang belajar menjadi youtuber, juga turut mengangguk. Tentu dia memaknainya sebagai sebuah ideologi bangsa yang lain daripada yang lain. Lain dalam nama, lain dalam isi dan tentu lain pula dalam keampuhannya.

Lahir Pelik Pancasila Hebat

Perlu diketahui, hebat dan kokohnya Pancasila sampai detik ini, tak lepas dari pelik dan runyamnya saat kelahiran.

Masa itu awal abad 20, di muka bumi sedang berseteru dua ideologi besar. Kapitalisme dan Komunisme. Amerika hadir sebagai motor kapitalisme dan Uni Soviet menjadi lokomotifnya komunisme.

Banyak berkembang ideologi yang lain namun dua ideologi tersebutlah yang terang-terangan menabuh genderang perang. Saling berebut pengaruh. Di mana komunisme tumbuh, di sana kapitalisme memerangi. Demikian sebaliknya.

Dalam situasi sedemikian panasnya, di mana dua ideologi sedang bergolak. Bangsa Indonesia sungguh beruntung memiliki seorang Bung Karno. Beliau begitu elegan memainkan perannya.

Tak ada yang memungkiri bagaimana hangatnya hubungan beliau dengan John F. Kennedy sang presiden Amerika kala itu. Juga tentu semua tahu beliau begitu dekat dengan Nikita Khurshchev sang perdana menteri Uni Soviet.

Bung Karno menyadari bahwa tidaklah mungkin mengikuti salah satu dari kedua ideologi tersebut. Di mana negerinya begitu majemuk. Ada ratusan hingga ribuan suku, bahasa, agama dan adat istiadat yang berbeda-beda.

Beliau sungguh menyadari bagaimana bangsa asing begitu mudah menjajah negerinya. Begitu mudah memecah belah. Begitu santai mengadu domba. Begitu ringan merampok hasil bumi negeri. Dan itu terjadi selama ratusan tahun. 

Beliau jengah menyadari negerinya terjerembab dalam kemiskinan dan kebodohan. Maka satu-satunya jalan, haruslah diselenggarakan sebuah ide. Sebuah ideologi yang mampu mewujudkan cita-cita seluruh rakyat. Menuju kemakmuran tanpa eksploitasi manusia atas manusia.

Di tengah keberagaman negerinya dan berbagai pilihan ideologi yang terhampar di muka bumi, akhirnya beliau bersama empat tokoh lainnya, Bung Hatta, Dr. Soepomo, Moh. Yamin dan K.H. Abdul Wachid Hasyim, meramu racikan sendiri. Menyelenggarakan sebuah ideologi sendiri. Agar negerinya tidak mudah tercerai berai. Dan sanggup membawa kesejahteraan. 

Maka kemudian lahirlah Pancasila. Lima sila. Lima dasar yang menjadi pegangan setiap insan negeri. Merupakan intisari dari berbagai ideologi.

Sila pertama merupakan terapan rasa spiritual yang sudah demikian membumi di negeri ini. Negara menjamin kebebasan memeluk kepercayaan kepada Tuhan. 

Sila kedua merupakan terapan dari Human Rights. HAM, Hak Asasi Manusia. Tak ada satupun manusia yang boleh merasa tertindas di negeri ini.

Sila ketiga merupakan terapan dari nasionalisme. Perekat keberadaan bangsa. Setiap manusia Indonesia wajib memelihara dan menjaga keutuhan negerinya.

Sila keempat adalah terapan dari demokrasi. Salah satu intisari dari ideologi kapitalisme. Namun ada tersirat menjunjung tinggi nilai-nilai musyawarah untuk mencapai mufakat.

Sila kelima adalah terapan dari salah satu intisari komunisme. Di mana keadilan sosial berlaku menyeluruh ke seluruh negeri.

Terlihat jelas, Bung Karno mengadopsi beberapa ideologi luar yang dipandang tepat untuk bangsanya yang begitu majemuk.

Kapitalisme dianggap kurang sesuai, namun demokrasinya diambil. Begitu juga komunisme dianggap tidak pas buat bangsanya, namun tujuannya dipakai. Yakni keadilan sosial.

Maka demikianlah Pancasila mengawal bangsa Indonesia hingga hari ini. Kalaupun cita-cita sebagai bangsa belum berhasil, maka bolehlah kembali kita mengingat ucapan Bung Karno, "Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri." 

Selamat hari lahir Pancasila. ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun