Mohon tunggu...
SANTOSO Mahargono
SANTOSO Mahargono Mohon Tunggu... Penggemar Puisi, Cerpen, Pentigraf, Jogging

Sesungguhnya aku tiada, hingga Tuhan membenamkan cinta di relung rusuk

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pembuat Peti Mati

30 Agustus 2020   10:12 Diperbarui: 30 Agustus 2020   20:52 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://asset.kompas.com/

Badri tak pernah membayangkan punya anak yang bengal. Ia pun mengingat-ingat istrinya ngidam apa sewaktu hamil. Bahkan ia sendiri bekerja seperti biasa, membuat pesanan kusen, jendela, pintu, meja dan kursi. Semua perkakas dari kayu itu ia kerjakan bersama pegawainya, Soleh.  

Tak ada yang aneh pula dengan kehamilan Ningsih istri Badri. Semua berjalan seperti layaknya orang hamil. Tiga bulan pertama mual-mual, muntah tapi tak ada yang dimuntahkan. Mencium bau nasi mual, mencium keringat suaminya sendiri mual, mencium bau kayu mual. Padahal, di rumah Badri harus mengerjakan pesanan berbagai perkakas dari kayu. 

Saat mesin-mesin penghalus kayu digunakan, bau kayu langsung menyeruak hingga ke kamar Ningsih.

"Kang, mbok ya jangan masrah kayu dulu, aku mau muntah?" teriak Ningsih.

"Waduh, gimana ini Leh, istriku selalu muntah kalau mencium bau kayu, lha disini kan memang kerja sama kayu" ujar Badri kepada Soleh satu-satunya pegawai yang membantunya bekerja.

Kedua lelaki itu kebingungan. Badri sayang istrinya, sedangkan Soleh sayang upahnya. Keduanya tak ingin melepas sesuatu yang berarti dalam hidupnya. Bagi Badri pekerjaan ini memang dirintisnya sebelum menikah, maka tak jadi soal jika semisal istirahat beberapa bulan. Namun, bagi Soleh jika istirahat kerja alamat tak ada pemasukan. 

"Duh, mbak Ningsih ini kok ya aneh-aneh aja to, lha disini aku kan cari makan, gimana jadinya kalau disuruh berhenti" gumam Soleh dalam hati.

Badri masuk ke kamar. Menengok kondisi Ningsih yang sedang hamil muda. Sementara Soleh mengasah mata pisau pasrah berulangkali hingga tajam. Rencananya mereka akan menghaluskan kayu dengan alat pasrah manual, yang di dorong dengan kedua tangan. Meski agak lama, tapi tak mengganggu pekerjaan. 

Di dalam kamar Ningsih sedang nonton TV. Sebuah kipas angin membantu mengusir peluhnya di tubuh. Konon orang hamil suka keringatan. Hawanya selalu terasa gerah. Katanya ada perubahan hormon. 

"Mau apa Kang?" tanya Ningsih saat melihat suaminya masuk ke kamar.

"Ya melihat kondisimu lah Dik, apa masih mual-mual?" jawab Badri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun