Mohon tunggu...
SANTOSO Mahargono
SANTOSO Mahargono Mohon Tunggu... Pustakawan - Penggemar Puisi, Cerpen, Pentigraf, Jalan sehat, Lari-lari dan Gowes

Pada mulanya cinta adalah puisi. Baitnya dipetik dari hati yang berbunga

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ojo Ngalup Nang Ndeso Sik, Ayahab!

9 April 2020   22:48 Diperbarui: 10 April 2020   11:56 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Nanti di terminal, stasiun dan bandara kan disediakan alat pengukur suhunya?” kata temanku.

Ya nggak gitu bro, sebab demamnya Covid-19 tidak hanya berdasar suhu tubuh melalui jidatmu yang segenong itu. Tapi juga ada demam di tenggorokan. Gampangnya yang diserang saluran nafasnya dulu. Orang yang sudah diserang saluran nafasnya bisa disebut Asimtomatik. Pada umumnya Asimtomatik ini tidak ada gejala batuk, tidak demam, juga tidak sesak nafas, tapi itu malah bahaya. Sebab tiap orang daya tahan tubuhnya berbeda-beda, ada yang kuat ada pula yang lemah.

“Bentar bro, kamu sehat kan? jangan-jangan kamu malah nulari aku?” kata temanku.
“Sehat bro, wong aku kok” timpalku sambil menepuk dada sendiri.

Aku teruskan ya, misalnya sekarang kamu mudik, kan sama saja mengusung segudang virus ke desa. Malah menyusahkan. Lagian apa di desa sudah banyak alat tes untuk para pemudik? nggak banyak juga kan? Bayangkan, dari rumah kamu naik angkutan umum atau kendaraan pribadi, lalu disitulah kamu tertular. Kita kan nggak tahu dari mana penyebabnya, mungkin saat ngobrol dengan orang lain, atau saat makan di warung pegang sendok atau gagang pintu warung, semuanya berisiko.

Jika pemudik ini tiba di kampungnya membawa virus, kasihan rumah sakit di kampung, waktunya lebaran malah sakit semua. Ya kalau alatnya lengkap, dokternya banyak, layanannya cepat, kalau sebaliknya gimana? Orang yang di Jakarta sebagai ibukota negara saja masih kekurangan tempat untuk merawat penderita corona, apalagi di desa, bisa celaka semua nanti.

Menurut hitung-hitungan medis, satu orang bisa menularkan kepada dua atau empat orang lain, misalkan yang mudik seribu orang, ya tinggal mengalikan aja. Lebaran tambah menyebar semua virusnya. Jadi saranku kamu jangan mudik dulu, sangat rentan dan berbahaya.

“Pemerintah membolehkan mudik pasti ada ketentuannya kan?”

Oh nggak bisa begitu. Kamu tahu sendiri kan orang Indonesia, susah diatur, semaunya sendiri. Nanti kalau sudah sakit baru menyesal. Penyesalan pasti dibelakang bro, kalau di depan namanya pendaftaran bro.

“Asem, aku serius nih” kata temanku.

Loh ini serius bro! sumpah beneran, serius, nggak bohong aku. Malah rencananya pemerintah itu mau mengurangi angkutan umum hingga lima puluh persen. Bukan hanya jumlah angkutannya, tapi juga tempat duduknya, istilahnya ada jaraknya, tidak berdekatan. Selain itu juga pemerintah akan menaikkan harga tiket. Terus bagi yang naik sepeda motor tidak boleh berboncengan, itu semua untuk mengurangi niat pemudik pulang kampung.

Tapi, itu semua kan rencana bro, nggak ada jaminan pemudik tidak membawa virus ke kampung halaman. Apalagi saat pemudik tiba di kampung halaman harus diisolasi dulu selama empat belas hari, apa yang merawat bapak ibumu? nggak mungkin kan? Kalau begitu percuma saja mudik wong nggak ketemu bapak ibumu. Malah diisolasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun