Mohon tunggu...
SANTOSO Mahargono
SANTOSO Mahargono Mohon Tunggu... Pustakawan - Penggemar Puisi, Cerpen, Pentigraf, Jalan sehat, Lari-lari dan Gowes

Pada mulanya cinta adalah puisi. Baitnya dipetik dari hati yang berbunga

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Menahan Gerusan Zaman

12 Februari 2020   22:13 Diperbarui: 13 Februari 2020   17:01 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
style.tribunnews.com

Negeriku yang pagi begitu cerah. Ibuku menggerus batu hitam di atas cobek. "Lihatlah nak, ibu sedang mendulang emas" bisik ibu dengan keringat menetes gerimis. 

"Kalau ibu menggerus emas, mengapa menatap sungai di belakang rumah?" tanyaku gemetar. "Ibu membayangkan ikan, mereka bisa tinggal di akuarium, mati keracunan, atau kugerus saja sekalian bersama bawang dan garam."

Ibu terus menggerus batu hitam di atas cobek, gayanya lincah seperti memanem sawit yang mulai anjlok harganya. "Jika begini caranya, sebaiknya kubakar saja semua hutan dengan cabe yang pedas." Tiba-tiba ibu menggerutu seperti lupa bahwa harga cabe tertutup langit. 

"Mengapa tak pakai api di tungku saja bu?" kembali pertanyaanku memanas.
"Kau belum tahu bahwa dapur ini adalah kekal, sedangkan ibu sebentar lagi surut, menyisakan sekam di tungku."
"Jangan pergi bu, tetaplah memasak, buatkan aku sambal paling pedas."
"Jika begitu nyalakan terus semangatmu, kau boleh jadi batu hitam yang menggerus atau cobek yang menahan segala gerusan."


SINGOSARI, 12 Februari 2020

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun