Mohon tunggu...
Omri L Toruan
Omri L Toruan Mohon Tunggu... Freelancer - Tak Bisa ke Lain Hati

@omri_toruan|berpihak kepada kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Orang Ganteng yang Sukanya Berlari

5 Oktober 2016   23:30 Diperbarui: 16 Oktober 2016   11:07 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: blog-iswanda.blogspot.com

Menurut kamu, aku ganteng nggak?

Tentu, semua akan  sependapat bahwa saya ganteng. Namanya sudah nasib, mau dikata apa lagi?  Apa boleh buat, memang sudah bawaan lahir dan sudah menjadi takdir, ya harus diterima adanya. Beginilah nasib orang ganteng, ke manapun dan di manapun akan selalu menjadi orang ganteng.

Namun bukan berarti kegantengan itu tidak disertai masalah. Justru, masalah paling banyak dialami orang ganteng. Itulah sebabnya saya tidak pernah mengatakan kepada siapapun bahwa saya ganteng. Cukuplah kegantengan ini aku simpan di dalam hati. Dan,  jika suatu saat kegantengan saya ini tersingkap, tolong jangan bilang siapa-siapa, please!

Oh iya, ini kok jadi ngurusin kegantengan, padahal tadinya niat mau nulis artikel. Sudahlah, kita akhiri urusan ganteng ini!

Ganteng bukan segalanya, ganteng juga bukan jaminan, apalagi ganteng dadakan, istilahnya mendadak ganteng. Kayak dangdut aja, pake mendadak!

Sebenarnya saya sama sekali  tidak bermaksud usil, namun kegantengan saya terusik ketika politik juga dikait-kaitkan dengan kegantengan. Ini masalah!

Mungkin bagi anda yang kurang ganteng, atau gantengnya pas-pasan ini bukan masalah. Namun bagi saya yang sudah dari sononya memang ganteng, tentu ini masalah. Apa kata dunia, jika orang ganteng diam?

Orang baik diam, itu sudah biasa. Namun kalau orang ganteng diam, maka otomatis kegantengannya dipertanyakan. Tentu saya tidak iri bila ternyata ada yang lebih ganteng dari saya, dan juga  perlu saya sampaikan bahwa ganteng itu juga relatif, bahkan sangat relatif. 

Sebelumnya sebuah lembaga survey  membuat pernyataan  bahwa  elektabilitas salah satu bakal calon Gubernur DKI Jakarta, terus meningkat sejak diumumkan secara resmi sebagai bakal calon. Penyebabnya, adalah pesona pribadinya yang terbangun di masyarakat. "Sekarang elektabilitasnya 19,3 persen dan diperkirakan bisa terus meningkat," kata  seorang peneliti senior dari  lembaga itu, Selasa, 4 Oktober 2016.

Menurutnya, masyarakat melihat sosoknya sebagai seorang pria yang ganteng, pintar, dan sukses saat menjalani karier militer. 

Bahkan diklaim sebagai perwira terbaik di angkatannya. Sejumlah penghargaan sudah diraihnya, termasuk penugasan menjadi pasukan perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa. "Image yang terbangun, dia sebagai sosok yang pintar, sukses, dan mirip ayahnya," kata peneliti itu. 

Ke belakang, orang ganteng itu makin rajin menampakkan diri guna memukau warga dengan kegantengannya. Ia kadang berlari. Ya, dia senang berlari katanya. Entahlah, bila yang dimaksudkannya ia hendak berlari dari masalah.

Yang jelas orang ganteng senang berlari, dan saking besarnya niatnya untuk berlari,  ia pun mengeluhkan tidak adanya trotoar di Jakarta supaya dia bisa berlari.

Heran juga memang, kok baru sekarang dia protes tentang trotoar. Memangnya dulu dia nggak sering berlari? Dulu dimana dia berlari? Di trotoar juga?

Kalau mau pamer ganteng sebetulnya tidak perlu di trotoar, dan juga tidak perlu sambil berlari. Kecuali memang modalnya hanya itu tadi, ganteng dan lari.

Dan juga, sebenarnya Pilkada DKI ini kontes kegantengan atau apa sih? Kok kegantengan ikut dibawa-bawa? Memangnya masalah Jakarta bisa selesai dengan kegantengan?

Apalagi dengan membawa-bawa orang tua yang merasa ganteng. Jelas keliru!  Jakarta memilih gubernur, bukan orang ganteng, apalagi orang tuanya. Berhentilah menjual wacana kegantengan, itu tidak ada urusannya dengan Ibukota.

Jakarta adalah Ibukota negara, sekaligus Ibukota dari semua masalah  di negeri ini.  Jadi, percuma bicara ganteng ke warga Jakarta, ketika Jakarta sedang  serius menimbang-nimbang pemimpinnya untuk lima tahun ke depan.

Membuat Jakarta Lebih baik, tidak semudah memoles wajah seseorang menjadi ganteng, saya saja perlu puluhan tahun untuk bisa memenuhi kriteria sebagai orang ganteng. Nah, apalagi menawarkan orang ganteng untuk menyelesaikan masalah Jakarta. Itu hanya lelucon, dan ini Pemilukada, Pilkada, bukan Pilganteng.

Jakarta beda dengan pesawat yang bisa dikendalikan dengan autopilot. Mungkin saja masih ada yang mengira Jakarta bisa jalan dengan autopilot seperti dulu pernah kejadian di suatu negara. Itu pastilah karena nasib baik. Boleh jadi banyak penduduknya yang terus berdoa supaya tetap selamat sampai masa autopilot tamat.

Percayalah,  itu tidak mungkin bisa di Jakarta. Lalai sedikit saja, Jakarta bisa didatangi siluman. Apalagi dibiarkan jalan sendiri karena sibuk berlari dan mengurusi kegantengan, apa jadinya Jakarta?

Macet yang tidak mudah diurai, banjir yang setiap saat masih mengincar, belum lagi trik mengelola anggaran yang besarnya ampun-ampun supaya tepat sasaran dan tidak habis  diserap,  ditambah  birokrat yang bekerja bukan karena kesadaran dengan hati yang rela. Entahlah, mau jadi apa Jakarta bila diserahkan kepada orang ganteng yang senangnya berlari.

Bukan berarti saya mengatakan orang ganteng tidak bisa menjadi gubernur. Tentu tidak! Karena saya juga orang ganteng, bahkan kalau berani jujur,  kegantengan saya masih di atas rata-rata. Jadi, jangan berprasangka buruk dulu terhadap saya soal orang ganteng tidak boleh memimpin Jakarta.

Siapa tahu juga,  satu ketika nanti saya dipercaya memimpin Ibukota, dan saya tidak mau hal itu gagal hanya karena saya pernah bernazar, bahwa orang ganteng tidak boleh menjadi gubernur.

Tidak, saya tidak mau meniru mereka-mereka yang suka bernazar itu, tetapi giliran ditagih selalu berdalih.

Jadi, sangat jelas bahwa Pilakada DKI sama sekali tidak relevan dengan kegantengan, apalagi dibumbui dengan berlari. 

Kasihan orang-orang yang kurang ganteng, atau mereka yang gantengnya sangat terbatas, bisa-bisa mereka merasa terdiskriminasi. Padahal, kita semua tahu bahwa itu bukan salah mereka jika mereka tidak ganteng.

Ada banyak faktor yang menjadi penyebab, dan juga bukan selalu karena orang tua. Sekali lagi, ganteng itu juga relatif, dan  tidak etis juga kalau saya menjadi penentu kegantengan orang lain.

Namun kalau mengenai saya sendiri, saya bisa pastikan bahwa kegantengan itu  positif. Itulah sebabnya saya tidak perlu berlari-lari untuk memberitahu orang bahwa saya ganteng. Orang ganteng itu sudah pasti memukau, sekalipun ia tidak pernah lari-lati di trotoar sambil bicara kegantengan.

Hidup orang ganteng!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun