Di Hong Kong, saya sempat mendatangi sebuah perpustakaan di sekitaran Sha Tin. Sayangnya, saat tiba di Sha Tin Public Library itu, saya datang terlalu cepat. Dan, kebetulan hari itu, perpustakaan ini buka lebih siang yakni pukul 12. Padahal, menurut informasi, seharusnya perpustakaan ini sudah buka sejak pukul 9 pagi.
Saya sempat mengintip perpustakaan ini dari jendela. Dari luar, deretan buku terlihat tersusun rapi. Terlihat sangat nyaman. Sayang, karena agenda saya ke kawasan Sha Tin tidak dikhususkan untuk ke perpustakaannya saja dan saya dikejar agenda lain, terpaksa kunjungan itu dibatalkan.
Baru kemudian saat saya berkunjung ke Paris, ditemani Mbak Helene -salah satu WNI yang sudah menetap lama di sana- kami mengunjungi Sainte-Genevive Library/Bibliothque Sainte-Genevive yang berada di samping The Phanteon dan masih dekat juga dengan gedung universitas andalan yang terkenal itu.
Dibangun antara tahun 1838 dan 1851 dan digawangi oleh arsitek Henri Labrouste, perpustakaan ini menyimpan sekitar 3 juta koleksi dari berbagai macam jenis bacaan.
Perpustakaan yang kini berusia 171 tahun ini pun menjadi saksi berbagai sejarah peristiwa penting. Salah satunya saat isi perpustakaan ini berhasil diselamatkan dari kehancuran selama terjadinya Revolusi Perancis (6 Mei 1789-9 November 1799).
Saya senang mengetahui jika perpustakaan ini terbuka untuk umum. Dari luar, terlihat antrean para pengunjung yang ingin masuk ke dalam.
"Itu umumnya para mahasiswa yang ingin belajar," ujar Mbak Helene.
Tadinya, saya kira pengunjung umum seperti saya yang "hanya" ingin melihat-lihat harus ikutan antre juga. Rupanya, khusus wisatawan, disediakan jalur khusus. Kami hanya perlu mendatangi sebuah loket dan melapor.