Mohon tunggu...
Haryadi Yansyah
Haryadi Yansyah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

ex-banker yang kini beralih profesi menjadi pedagang. Tukang protes pelayanan publik terutama di Palembang. Pecinta film dan buku. Blogger, tukang foto dan tukang jalan amatir yang memiliki banyak mimpi. | IG : @OmnduutX

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Menggaungkan Suara Hati Keluarga Korban Pemerkosaan dalam Film Pendek "Georgia"

13 Desember 2021   15:43 Diperbarui: 14 Desember 2021   05:18 2224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
tangkapan layar dari imdb

Film ini dibuka dengan adegan saat seorang pria paruh baya (Lee Yang-Hee) dan istrinya (Chae Kyung-Lee) berdebat di depan sebuah laptop untuk menentukan jenis huruf/font apa yang akan mereka gunakan untuk mendesain sebuah spanduk.

Sang istri keukeuh menggunakan font jenis georgia yang sayangnya ketika diketikkan, maka huruf-huruf dalam bahasa Korea akan berubah bentuk menjadi kotak-kotak dan tak dapat terbaca.

"Kita perlu mencari tukang rancang khusus jika kamu tetap ingin menggunakan jenis huruf itu," ujarnya.

Sang istri tampak cemberut. Dengan kondisi salah satu kelopak mata turun, bibir bawah miring ke kiri, dari kacamata penonton jelas si istri tengah sakit. Benar saja, rupanya ia terkena stroke. Untuk berjalan, ia harus menggunakan tongkat secara perlahan. Jika ingin bergegas, cara paling mudah bagi si suami tentu dengan menggendongnya.

Adegan saat pasangan ini mendesain spanduk. Sumber: IMDB
Adegan saat pasangan ini mendesain spanduk. Sumber: IMDB

Dengan demikian, jelas untuk urusan ke kamar mandi sang istri bergantung penuh kepada suami. Makanya, saat si suami bekerja sebagai buruh kasar di sebuah pabrik, dengan menggunakan sepeda yang telah dimodifikasi dengan cara menambahkan gerobak dorong di belakangnya, si istri akan ikut serta.

"Apa kau ingin ke kamar mandi?" sahut suaminya dari kejauhan.

Melihat itu si istri menggelengkan kepala. Jelas, kondisi pabrik sebetulnya tak memungkinkan untuk si istri dapat beristirahat dengan baik. Namun, kondisi itulah yang harus mereka hadapi.

Lantas, apa maksud pasangan suami istri ini ingin membuat spanduk? Rupanya, spanduk itu dimaksudkan sebagai jalan protes mereka atas kematian sang anak (Kim Kyu Nam) yang baru-baru ini ditemukan tewas bunuh diri.

Sebelum meninggal, si anak yang masih duduk di bangku SMA rupanya terlebih dahulu diperkosa oleh belasan pria. Ironisnya, para pelaku masih dapat berkeliaran bebas bahkan masih dapat bersekolah.

Gurat wajah duka dari seorang ibu yang putrinya menjadi korban pemerkosaan. Sumber gambar: IMDB
Gurat wajah duka dari seorang ibu yang putrinya menjadi korban pemerkosaan. Sumber gambar: IMDB

Upaya pasangan ini untuk menuntut keadilan seperti menghadapi jalan buntu. Polisi yang bertugas tampak tak serius mengusut kasus ini. Di sisi lain, orang tua pelaku mencoba bernegosiasi. Mengajak berdamai dengan kompensasi sejumlah uang.

Jelas hal ini sangat menyakitkan. Apalah artinya setumpuk uang dibandingkan dengan nyawa sang putri yang tentu tidak akan pernah kembali. Upaya pasangan suami istri inilah yang coba diangkat lewat film pendek berdurasi 30 menit ini.

BERDASARKAN KISAH NYATA

Film ini rupanya diangkat dari kisah nyata pada tahun 2004 lalu yang dikenal dengan nama Miryang Gang Rape/Pemerkosaan Kelompok Miryang yang menimpa beberapa siswa SMA di kota Miryang, Korea Selatan yang diperkosa secara kelompok oleh 41 lelaki di mana kejadian ini berlangsung selama 11 bulan.

Korban pertama adalah peremuan berusia 14 tahun yang diserang secara seksual sekaligus direkam untuk tujuan pemerasan. Menurut polisi, dia diperkosa hingga 10 kali oleh 3 hingga 24 siswa SMA setiap kali hal itu terjadi.

Sialnya, ia juga diperintahkan untuk membawa saudara perempuannya yang berusia 1 tahun di bawahnya, dan seorang sepupunya yang berusia 16 tahun ke Miryang di mana keduanya juga mendapat serangan seksual/diperkosa.

Entah apa yang terjadi kemudian sehingga investigasi polisi dianggap lambat sehingga lewat film pendek besutan Jayil Pak (The Housewife, Pepper) ini mengangkat sudut pandang orang tua korban yang begitu tersiksa dengan apa yang terjadi.

Salah satu scene yang menyentuh, saat orang tua memperbincangkan tentang kehidupan anaknya. Sumber:georgia IMDB
Salah satu scene yang menyentuh, saat orang tua memperbincangkan tentang kehidupan anaknya. Sumber:georgia IMDB

Kehilangan anak saja sudah menjadi cobaan tersendiri, belum lagi saat mereka mengetahui bahwa para pelaku masih berkeliaran bebas bahkan masih dapat bersekolah.

Dengan durasi yang singkat, Jayil Pak sukses menghadirkan kesedihan yang mendalam dari adegan-adegan sederhana namun sangat mengena di film ini sehingga saya sebagai penonton pun dapat merasakan duka yang mereka rasakan.

Melalui endingnya, saya bahkan terhentak cukup lama dan ikutan bertanya dalam hati bahwa apakah suara yang merek gaungkan untuk mencari keadilan dapat sampai tersampaikan ke pihak-pihak penegak hukum, atau jangan-jangan akan berakhir tak ubahnya echo yang terdengar samar dari bibir lembah?


Sebuah mahakarya yang epik!

Film pendek yang memenangkan Sonje Award di kategori Film Pendek Terbaik Busan International Film Festival ini dapat ditonton oleh warga Indonesia dalam pemutaran terbatas lewat akun youtube resmi Jayil Park. (lihat video yang disematkan di atas)

Skor 9,5/10

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun