Mohon tunggu...
Olivia Armasi
Olivia Armasi Mohon Tunggu... Mengurus Rumah Tangga -

Peduli politik itu peduli terhadap sesama..... Nulis itu sulit, merangkai kata itu susah.... Mantan pelajar yang sedang belajar membaca, belajar komentar & belajar menulis..

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jakarta Emang Punya Loe, Hok?

5 Oktober 2016   17:24 Diperbarui: 6 Oktober 2016   10:04 4957
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
oliviaarmasi.wordpress.com

“If you just set out to be liked, you would be prepared to compromise on anything at any time, and you would achieve nothing.” (Margaret Thatcher)

Sikap Ahok sangat jelas dengan siapa harus berhadapan. Hal yang menjadi dasar Ahok mengambil sikap tidak abu-abu adalah ‘taat konstitusi’ sebagai pedoman dan ‘nama baik’ sebagai tujuan hidup. Ahok tidak doyan uang tapi doyan ribut. Berapapun harga yang ditawarkan tidak membuatnya bergeming. Bagi Ahok, nama baik tidak bisa dibeli “Harga saya adalah nyawa saya”. Kalaupun Tuhan berkehendak harus menjadi martir demi menegakkan konstitusi, baginya ‘mati adalah keuntungan’.

Dengan pedoman dan tujuan hidupnya, cara Ahok memimpin birokrasi dianggap tidak lazim. Berbeda dengan kebiasaan kepala daerah pada umumnya yang masih memberi ruang kompromi. Ahok mendobrak dan memporak porandakan ‘kenyamanan sesat’ yang selama ini dinikmati kalangan terbatas. Yaitu, oknum birokrat, politisi, swasta dan oknum aparat.

Muara ‘kenyamanan sesat’ adalah KORUPSI yang menjadi masalah terbesar bangsa Indonesia saat ini. Dan korupsi bisa terjadi karena ada kolusi antara oknum birokrat + birokrat, oknum politisi + birokrat, oknum swasta + birokrat, oknum swasta + politisi + birokrat. Maka, tidak dapat ditawar, birokrat dan birokrasi-lah yang paling mendesak harus segera di reformasi karena merekalah sebenar-benarnya penguasa negeri ini.

Taat konstitusi, nama baik dan perang terhadap korupsi diimplementasikan dalam kebijakan, yaitu “kebijakan uji nyali” dan “kebijakan manusiawi” yang dieksekusi dan direalisaikan secara bersamaan.

Daftar panjang ‘kebijakan uji nyali’ Gubernur Jakarta, antara lain : reformasi birokrasi, e-budgeting, transaksi non tunai, reformasi mekanisme lelang konstruksi, penertiban bangunan dan pemukiman ilegal yang menyalahi aturan, kontribusi serta kontribusi tambahan pengembang properti dan reklamasi, Mengambil alih lahan parkir, dan sebagainya.


Gubernur diberi amanah untuk mengadministrasi keadilan sosial melalui ‘kebijakan manusiawi’, antara lain: Pendidikan dengan KJP, Kesehatan dengan KJS dan membangun puskesmas serta rumah sakit, RPTRA, Rusunawa, ERP, Subsidi transportasi masal, LRT, MRT, bus gratis untuk lansia dan penghuni rusunawa, Produksi dan distribusi sembako untuk menekan inflasi, menambah nutrisi daging sapi pada pemegang KJP, UMP berdasar KHL, UMP pegawai kontrak ditambah KJP dan KJS serta Asuransi Tenaga Kerja, Membangun pasar  tradisional, UMKM, bantuan permodalan, qlue, i-jakarta, jakarta smart city, penanggulangan banjir dan masih banyak lagi yang lainnya.

Dari dua kelompok kebijakan tersebut ada beberapa yang menjadi catatan kebijakan yang fantastis dan fenomenal. Yaitu kebijakan yang tidak sembarang orang kuat iman, berani dan punya nyali mengeksekusi karena efek dan dampaknya dapat mengancam jiwa dan keluarganya. Eksekusi kebijakan tersebut menyebabkan rasa tidak suka, benci dan dendam berakibat menambah musuh karena merasa dirugikan. Kebijakan fenomenal Ahok, antara lain :

  • Uji Nyali Ahok Mereformasi Birokrasi

Rapat pimpinan, bahkan rapat BKPRD (Badan Koordinasi Pemanfaatan Ruang Daerah) Pemprov DKI Jakarta yang biasanya menjadi ajang kolusi dan sangat tertutup bahkan rahasia, pun dapat disaksikan masyarakat.

Tradisi pengelolaan pemerintahan serba transparan bukan saja sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada warga. Tradisi tersebut sangat bermanfaat untuk menumbuhkan kepedulian, pembelajaran dan pendidikan politik untuk warga. 

Bagi pihak yang ingin Indonesia lebih baik, menuntut transparansi dan model kepemimpinan Ahok menjadi standar bagi kepala daerah seluruh Indonesia. Kepala daerah yang bersih dan bernyali membenahi birokrasi.

Dilain pihak, bagi preman, oknum pegawai negeri, politisi dan swasta bahkan bukan hanya di Jakarta, cara-cara Ahok dianggap seperti virus. Mereka galau kenapa di Indonesia mesti ada pejabat seperti Ahok, mereka sangat kawatir virus itu menular dan menyebar keseluruh indonesia. 

Ahok menyadari sebagai tenaga outsourcing tidak bisa selamanya ada di balaikota. Yang paling masuk akal dilakukan di waktu yang terbatas, hanya kerja cepat, reward bagi yang bisa bekerja & punishment kepada oknum birokrat dengan jurus pecat, pecat, pecat!.

Langkah Ahok membuat kebanyakan oknum birokrat yang tidak siap mental karena terbiasa bossy, santai, makan gaji buta, bekerja ala kadarnya, pungli, manipulasi dan korupsi menjadi shock. Tidak sedikit kemudian yang membelokkan isu dengan menyebarkan opini Ahok gubernur yang sangat arogan bermulut comberan.

Jakarta emang punya loe, Hok?!

Ahok menjawab kenapa seorang gubernur harus merasa Jakarta adalah miliknya. Sejalan dengan konsep kepemimpinan “Melu Handarbeni” artinya merasa ikut memiliki. Ahok mengimplementasikannya  dalam bentuk kebijakan. Seorang pejabat disumpah mengemban amanah untuk mengelola dengan benar dan menjaga harta kekayaan negara seperti miliknya sendiri dengan taruhan nyawa untuk kemaslahatan bersama.

Ibu kota adalah pusat perekonomian Indonesia. Perusahaan-perusahaan besar berkantor pusat di Jakarta. Di luar APBD provinsi DKI, banyak wilayah abu-abu belum ada aturan baku dan sangat rentan penyelewangan. Seperti, jual beli kebijakan, pungli perizinan, lahan parkir, kontribusi pengusaha & pengembang.

  • Uji Nyali Ahok, Kontribusi tambahan pengembang pulau reklamasi

Sosok Aguan pemilik Agung Sedayu bukan taipan terkaya, tapi Aguan adalah taipan yang paling berpengaruh di Indonesia. Bahkan nama Aguan seperti mitos yang sejajar dengan pemimpin Yakuza di Jepang atau Triad di Hongkong. Desas-desus eksistensi 9 naga, Aguan adalah urutan pertama.

Uji nyali Ahok bukan sekedar keberanian, tapi godaan uang kontribusi reklamasi yang begitu besar dan belum ada dasar hukum yang menetapkan besarannya.

Seandainya bukan Ahok gubernurnya, akan berfikir sejuta kali berseberangan dengan Aguan. Lebih logis kolusi dan menetapkan 5% saja kontribusi tambahannya. Kemudian minta Rp. 5 Trilyun untuk diri sendiri. Ngapain repot-repot minta 15% untuk DKI, bermusuhan dengan oknum politisi, pengembang, udah tidak dapat apa-apa malahan masih dapat bonus dicaci maki.

  • Uji Nyali Ahok, Mengambil alih lahan parkir

Lahan parkir di Jakarta selama ini dikuasai preman-preman yang mendirikan perusahaan pengelola dibekingi oknum aparat. Banyak daerah yang tidak berhasil mengambil alih lahan parkir.  Para pejabat terkait di intimidasi, Polisi tidak bisa memberi perlindungan dan pengawalan setiap hari.

Salah satu lahan parkir di Jakarta biasa setor ke pemprov sebesar Rp. 40an juta per bulan, begitu diambil alih Pemprov menggunakan parkir meter yang langsung masuk kas daerah, pendapatannya Rp. 40an juta sehari.

Kalau bukan Ahok gubernurnya, ngapain repot-repot ribut dengan mereka. Rp. 10 juta setor perhari untuk diri sendiri. Toh, target penerimaan PAD dari parkir, eksekutif yang membuat.

Jenderal Sutiyoso, mantan gubernur dan mantan pangdam jaya yang sangat paham dan berpengalaman mengatakan, “Jakarta isinya binatang buas, gubernur harus lebih buas”. Dan Ahok telah membuktikannya.

Jika seorang Gubernur DKI, tidak punya nyali menegakkan konstitusi, dia sangat rentan ikut arus melakukan korupsi. Kalaupun dia tidak mendapatkan apa-apa, tapi tahu dan diam saja berarti membiarkan kejahatan korupsi terjadi.

Menggantungkan harapan pada sosok yang belum teruji dan terbukti sangat riskan untuk Jakarta bahkan Indonesia.

Menjadi pemimpin yang berhasil itu bukan karena pengalaman sekolah dengan gelar yang berderet-deret dan mahir bicara. Karena kemampuan memimpin itu adalah talenta.

Tatkala ada pejabat yang lebih memilih nama baik dibanding harta kenapa kita begitu bodoh menyia-nyiakannya?

Menolak Ahok karena merasa dirugikan atau saudara, teman, keluarga, separtai dengan lawan Ahok masih dapat diterima logika. Tapi menolak Ahok karena agama, jangan-jangan seperti kata Ibnu Rushd.

اذا اردت ان تتحكم فى جاهل فعليك ان تغلف كل باطل بغلاف دينى

Jika kau ingin menguasai orang bodoh, maka bungkuslah segala sesuatu yang batil dengan kemasan agama. (Ibnu Rusd)

Semoga kita tidak termasuk manusia-manusia yang mudah diperdaya seperti korban Dimas Kanjeng dan Aa' Gatot Bradjamusti bagaikan kerbau yang dicocok hidungnya, menolak Ahok bukan karena kinerjanya. ^_^

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun