Rombongan kami mencapai tempat pembuatan jung (perahu khas Hokkian) Lasem saat mentari mulai condong ke barat. Sebuah jung telah menanti, siap mengantarkan kami menyusuri jejak opium sepanjang aliran sungai Babadan, Lasem. Hmmm … terbayang satu perjalanan yang berbeda dari yang pernah dijalani. Ini kali kedua saya akan bertualang menyusuri sungai setelah perjalanan seru ke Lakkang akhir Desember 2012 lalu.
Demi menikmati perjalanan, saya memilih menepi di anjungan belakang duduk di sebelah bapak jurumudi ketimbang berdesakan di bagian perut perahu. Meski sesekali asap rokok melintas di depan muka; tetap ya hidup itu indah ketika kita bisa mensyukurinya. Semilir angin di sepanjang perjalanan membuat mata terkantuk-kantuk. Jadilah rebahan menjadi pilihan yang menyempurnakan kenikmatan sembari mendengarkan suara musisi idola lewat earphone yang disumpal di kuping. Sekali lagi kukatakan, hidup itu indah zzz …zz..z
Segala yang ada di muka bumi ini diciptakan Tuhan ada maksud dan tujuannya, sekecil apapun itu jika dipakai dengan bijaksana pastilah bermanfaat termasuk candu aka opium! Di dunia medis opium terkenal sebagai penghilang rasa sakit yang maknyos hingga saat ini. Akan tetapi, ketika pemakaiannya disalahgunakan maka dia menjadi momok bagi penggunanya.
Oei Tiong Ham, namanya tercatat sebagai salah seorang pengusaha modern abad ke-20 yang hidup bergelimang harta dengan gaya hidup kebarat-baratan. Tiong Ham dikenal sebagai Raja Gula dengan sejumlah pabrik gula menyebar di Jawa. Selain gula, Tiong Ham memiliki usaha sampingan yang menghasilkan keuntungan besar sebagai pengepak opium!
Mengacu pada paparan John R. Rush dalam Candu Tempo Doeloe; ketika Belanda pertama kali mendarat di pulau Jawa pada akhir abad ke-16, opium sudah menjadi komoditas penting dalam perdagangan regional. Untuk menguasai perdagangan opium pada 1677 VOC membuat perjanjian dengan Raja Amangkurat II demi menjamin diberikannya monopoli kepada VOC untuk mengimpor opium ke dalam wilayah Kerajaan Mataram dan mengedarkannya di dalam negeri. Kesepakatan jaminan monopoli penjualan opium ini disebut pak opium (opiumpacht).
Ketika banyak pengepak opium yang gulung tikar pada 1890, Oei Tjie Sien ayah Oei Tiong Ham malah baru mulai merintis usaha pengepakan opium. Mereka menguasai pak opium Semarang, Surakarta, Yogyakarta dan Surabaya. Oei Tiong Ham memegang kendali perusahaan keluarganya pada 1893 dan terus mendominasi pasar opium Jawa Tengah dan Jawa Timur. Bisnis Oei Tiong Ham merajai pasar gula di Jawa dan pasar opium di Jawa Tengah. Woouuuw, kereeen!
Pada awal abad ke-19 opium tersedia luas di Jawa khususnya di daerah pesisir utara dengan kota-kota pelabuhannya dan di Kerajaan Surakarta serta Yogyakarta yang padat penduduknya. Mengisap opium kemudian menjadi ciri umum kehidupan kota dan desa Jawa pada masa itu termasuk di kalangan orang Tionghoa dengan mayoritas pelanggannya adalah penduduk Jawa asli!