Mohon tunggu...
Vasudeva Krishna
Vasudeva Krishna Mohon Tunggu... -

warga negara biasa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Seni Negosiasi Beringin untuk Garuda

20 Mei 2014   02:12 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:21 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Mencermati pendeklarasian dukungan partai golkar hari ini, dapat terlihat jelas bagaimana proses negosiasi dan bargaining pembagian kekuasaan dalam negeri ini.

Terdapat dua Fenomena unik yang dapat diaamati dalam satu hari ini (19/05). Fenomena yang pertama, telah disampaikan sendiri hari ini oleh calon presiden dari partai Gerindra: „Baru kali ini dalam sejarah, partai dengan perolehan suara lebih banyak mendukung partai dengan suara yang lebih sedikit“.

Pertanyaanya adalah, “Apa motiv-nya ?” Apakah karena jiwa bernegara yang kuat ? Bisa jadi iya ?! Mungkin juga tidak; karena menurut teori inequality of bargaining power, jika kedua belah partai memiliki jumlah suara yang berbeda, dan ternyata memang memiliki visi yang sama, maka partai yang punya suara lebih banyaklah yang punya bargaining position yang lebih bagus. Partai yang lebih kecilpun akan mengikuti arah kontrak dari partai dengan suara lebih banyak.

Terlepas dari itu, Fenomena ini ditambah lagi, dengan fenomena kedua. Adalah sebuah fakta yang menyatakan bahwa partai Golkar selalu mengusung capres ataupun cawapres dalam pemilu di Indonesia dalam era post-orde lama dan reformasi ini. Tapi pemilu 2014 ini tidak. Hmm.. sebuah peristiwa yang yang langka (Apakah JK juga bisa dihitung sebagai kandidat dari Golkar ? ataukah akan muncul perjanjian untuk tidak boleh membawa atribut golkar dalam kampanye pilpres nantinya ?)

Kedua fenomena inilah yang menjadi kunci penentu, bagaimana membaca proses negosiasi dan tawar-menawar dalam politik pra-pileg tahun ini. Sebuah pembelajaran yang sangat menarik, mencermati bagaimana negosiasi antara beringin dan garuda ini terjadi.

Untuk mengulas hal ini, mari kita lihat beberapa headline yang ramai muncul di media massa beberapa minggu ini (dari Prespektiv beringin).

5 Mei 2014 – Terjadi PDKT (pendekatan) pertama, antara Golkar dengan Gerindra. Antara beringin Helikopter dan garuda yang Berkuda.

Golkar yang notabene sudah getol mengusung ARB dari jauh-jauh hari menjadi Capresnya mencoba berkoalisi dengan Gerindra. Namun, Gerindra yang telah sakit hati dengan batu tulis tetap ingin membuktikan kepada banteng, untuk tetap memahkotai Prabowo sebagai capres jagoannya. Mereka saling menawarkan sebuah posisi Cawapres, dan disini terjadi deadlock ! Terjadi sebuah ketidak sepakatan.

13 Mei 2014 – Pertemuan ARB dengan Jokowi di Pasar Gembrong dengan mengusung ekonomi kerakyatan

Golkar memberikan signal kepada lawan negosiasinya (=Gerindra) bahwa dia masih memegang kartu AS, yaitu 14,75%  suara. Dan jika jumlah suara itu beralih ke pada kubu ketiga / kubu Jokowi, maka Gerindra akan mendapatkan masalah besar, dan akan kalah telak. Karena jika memang terjadi, maka koalisi besar antara partai pemenang pileg dan partai runner up akan terjadi. Jika itu benar terjadi, makan akan sulit sekali dilawan. Ditambah lagi seluruh media bakal dibawah kendali poros dari Jokowi.

18 Mei 2014 – Pertemuan ARB dengan Prabowo –  Last bargaining before the dawn !

Dengan melihat signal dan strategi yang telah dibangun, telah terlihat jelas bahwa sekarang kedudukan tawar / bargaining position dari Golkar telah naik. Namun disisi lain, posisi cawapres sudah terisi oleh Hatta Rajasa. Skak Mat !

Di satu sisi, Golkar telah kehilangan momentumnya untuk mengusung calon sendiri guna berada di kursi tertinggi eksekutif Indonesia (Presiden dan Wakil Presiden). Dan ARB sebagai pengusaha tulen, pastinya tidak ingin kehilangan muka dan modal pemilu yang sudah mencapai angka triliunan itu.

Di sisi lain, Gerindra makin membara untuk memenangkan Prabowo sebagai calon presidennya. Bagaimana setiap tetes tinta yang tercelup saat pemilu sangat berharga untuk mereka miliki. Dan Golkar memiliki 18,4 juta kelingking ungu yang sangat diinginkan oleh Gerindra.

Deadlock ! Lalu bagaimana Kompromisnya ?

19 Mei 2014 – Pendeklarasian dukungan Golkar dan ARB kepada pasangan Prabowo dan Hatta.

Sore inilah muncul jawaban dari teka-teki itu. Yaitu sebuah posisi ke-3 yang kuat diwacanakan. Prabowo, dengan argumentasinya: „Pemerintahan kreativ“, ingin membentuk sebuah badan baru, berupa menteri senior yang menjadi pilar ketiga selain presiden dan wakil presiden. Sebuah menteri pengendali perekonomian dan kesejahteraan rakyat yang telah direservasi atas nama ARB. Yang katanya ingin meniru konsep Tritunggal seperti Soekarno, Hatta dan Sultan Syarif.

Cerdas bukan solusi nya ? sebuah kompromis politik yang cerdik. Semua untung dan semua senang.

Gerindra mendapat suara yang diinginkannya, Partai pendukung lainnya mendapat peran figuran sebagai wapres, dan ARB mendapat posisi strategis untuk mengatur percaturan ekonomi indonesia sehingga memperlancar perkembangan perusahaan-perusahaan besar (National Champion, kata pak Prabowo).

Lalu seperti apa bentuk badan baru ini ? Tidak tahu pastinya, seperti apa dan dimana posisi ke-tiga itu dalam kabinet dan sistem presidensiil ini.

Dan keinginan untuk mengumpulkan ahli tata negara dan ahli hukum untuk merumuskan posisi khusus untuk ARB ini, kok kesannya sangat memaksakan ya ?

Spoiler:

Jika badan ketiga ini tidak dapat terbentuk, dan kemungkinan besar susah terbentuk, maka posisi ARB semakin di ujung tanduk, dan tinggal menghitung hari untuk mempetahankan jabatannya sebagai ketua umum Golkar.

Apakah Garuda akhirnya berlabuh dan bersarang di beringin ? ataukah garuda hanya bersembunyi sejenak di balik beringin yang rindang, untuk menyerang si banteng moncong puntih ?

(Peristiwa yang tertulis disini hanya fiktiv belaka, dan merupakan murni spekulasi dari penulis. Hanya sebuah kejadian menarik untuk pembelajaran tentang seni bernegosiasi)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun