Mohon tunggu...
OKTAVIA INDRI YANI
OKTAVIA INDRI YANI Mohon Tunggu... Mahasiswa S2 Mercu Buana

Mahasiswa Magister Akuntansi - NIM 55525110006 - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas Mercu Buana - Manajemen Perpajakan - Dosen : Prof. Dr. Apollo, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

CPMK 2 : Diskursus Keadilan Ala Rawls, Berlin, dan Machan (Studi Kasus Janda Anak 3) PPh 21

2 Oktober 2025   02:01 Diperbarui: 2 Oktober 2025   02:01 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setelah menelaah tiga perspektif tersebut, kita dapat menarik beberapa kesimpulan:

  • Wujud Keadilan Versi Rawls: UU HPP secara filosofis paling selaras dengan prinsip keadilan John Rawls , yang fokus melindungi kelompok paling rentan dengan membebankan lebih banyak kepada yang paling mampu.
  • Nuansa Berlin: UU ini juga mencerminkan upaya pragmatis untuk menyeimbangkan kebebasan negatif individu dan kebebasan positif masyarakat, seperti yang dianalisis oleh Isaiah Berlin.

Penolakan Machan: Di sisi lain, UU ini akan selalu ditolak oleh pandangan libertarian yang menganggap segala bentuk pajak sebagai pelanggaran hak.

Dokumen Pribadi, (2025)
Dokumen Pribadi, (2025)

Merangkai Sistem Pajak yang Adil, Sederhana, dan Berkesadaran

Reformasi perpajakan melalui UU HPP (Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan) telah memicu diskusi mendalam tentang keadilan. Namun, sistem pajak yang ideal tidak hanya harus adil secara filosofis, tetapi juga harus efektif, efisien, dan berkelanjutan di masa depan.

Berdasarkan tiga perspektif filosofis utama, John Rawls (Keadilan), Isaiah Berlin (Kebebasan), dan Tibor Machan (Libertarian), kita dapat merumuskan langkah-langkah strategis untuk menyempurnakan sistem perpajakan Indonesia.

1. Dari Perspektif Rawls: Keadilan sebagai Prioritas Utama

John Rawls menekankan bahwa keadilan diukur dari seberapa baik sistem melindungi kelompok yang paling lemah . Saat ini, ada kekhawatiran bahwa kelompok berpenghasilan rendah masih tertekan karena dua faktor utama:

Revisi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

PTKP terakhir direvisi pada tahun 2016 (menjadi Rp54 Juta untuk lajang/TK/0). Padahal, tingkat inflasi dan biaya hidup terus meningkat.

Arah Kebijakan:

  • Pemerintah perlu menaikkan PTKP untuk memastikan batas minimum penghasilan yang bebas pajak benar-benar dapat menopang hidup layak bagi kelompok bawah.
  • Memberi Perlakuan Khusus Keluarga Rentan: Memberikan subsidi pajak (seperti tax credit ) bagi keluarga rentan, misalnya untuk orang tua tunggal atau keluarga dengan tanggungan banyak, untuk mengurangi beban pajak mereka secara spesifik.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun