Mohon tunggu...
Okto Klau
Okto Klau Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis lepas

Menulis adalah mengabadikan pikiran

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Sistem Zonasi Pada PPDB dan Implikasinya untuk Dana BOS di Pusaran Sekolah Negeri dan Swasta di NTT

25 Juli 2023   19:20 Diperbarui: 27 Juli 2023   13:01 552
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Persoalan PPDB antara sekolah swasta dan negeri sangat timpang di NTT. Semuanya disinyalir demi dana BOS. (Foto: KOMPAS.com)

Tahun ajaran 2023/2024 sudah kembali berjalan. Dari pantauan sekilas bisa dilihat bahwa ada sekolah yang kebanjiran peserta didik baru dan ada yang sangat memprihatinkan. Terutama ada perbedaan peserta didik baru yang sangat mencolok antara sekolah negeri dan swasta.

Ada beberapa masalah yang ditimbulkan karena kebijakan Penerimaan Peserta Didik Baru atau PPDB tahun ini. Sistem zonasi PPDB di NTT misalnya cukup bermasalah.

Hal ini disebabkan karena penerimaan siswa baru di kabupaten/kota di NTT tidak seperti yang terdapat di dalam petunjuk teknis (Juknis). 

Kebijakan zonasi sebenarnya lebih mengatur pada aspek penerimaan siswa baru agar tidak terjadi penumpukan siswa pada sekolah tertentu dan mematikan sekolah lain. 

Tetapi fakta mengatakan yang sebaliknya. Bisa dilihat banyak sekolah negeri di NTT yang jumlah muridnya membludak, sedangkan sekolah swasta ada yang hampir tidak mempunyai siswa.


Ombudsman melihat bahwa ada kepincangan serius terkait penyebaran peserta didik ke sekolah negeri dan sekolah swasta SMA/SMK di NTT pada tahun ini. Kepincangan tersebut dirasakan sebagai sebuah ketidakadilan karena kebijakan PPDB tahun ini telah dengan sengaja meminggirkan sekolah swasta. Dan kenyataannya memang demikian.

Banyak siswa yang memilih untuk sekolah di sekolah negeri karena alasan sekolah gratis. Sementara sekolah swasta, orang tua harus merogoh lagi goceknya untuk membayar uang pembangunan, SPP, dan uang-uang sumbangan lainnya. 

Belum lagi sekolah swasta harus membiayai guru-guru yayasan yang jumlahnya tidak sedikit.

Ada sekolah negeri yang jumlah peserta didik barunya mencapai 400 atau 500 siswa. Sedangkan ada sekolah swasta jumlah peserta didik barunya hanya 80 dan bahkan ada yang hanya 28 siswa.

Lalu apa hubungannya dengan dana Bos?

Jumlah siswa secara jelas mempunyai implikasi pada penerimaan dana BOS. 

Bayangkan saja, dari peserta didik baru yang jumlahnya bisa mencapai 400 hingga 500 jika digabungkan dengan dua tingkat di atasnya bisa mencapai 1200 hingga 1300 siswa. Apabila dikalikan dengan dana BOS yang diterima, maka jumlah dana BOS bisa mencapai 2 miliar lebih.

Dana BOS yang tinggi apabila digunakan secara efektif untuk kepentingan sekolah dan siswa tidak jadi soal. Tetapi apabila dana itu digunakan secara tidak bertanggung jawab oleh kepala sekolah maka akan menjadi persoalan.

Pemerintah memang memberikan dukungan berupa alokasi dan dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) kepada sekolah negeri dan swasta. Hal ini sangat penting sebab baik sekolah negeri maupun sekolah swasta membutuhkan biaya untuk operasional saat bersekolah.

Walau sama-sama menerima dana BOS tapi sekolah negeri dan sekolah swasta memiliki perbedaan dalam kebutuhan. Sekolah negeri memiliki fasilitas dan infrastruktur yang sesuai dengan standar dalam mendukung proses pembelajaran dan penyelenggaraan pendidikan dengan dukungan dana yang besar dari pemerintah. Itu berarti semua sarana dan prasarana sekolah negeri sudah disediakan oleh pemerintah. 

Sedangkan sekolah swasta harus membangun dan melengkapi segala fasilitas sekolah secara mandiri.

Apabila kekuatan keuangan sekolah swasta ada pada jumlah siswa, maka persoalan ini merupakan alarm yang menandakan bahwa kiamat sekolah swasta sudah dekat.

Sementara itu persoalan yang lainnya bahwa dana BOS yang besar dapat menjadi juga racun bagi para kepala sekolah di sekolah negeri. 

Tidak ada semacam fairness di sini. Sebab hanya untuk memperoleh dana BOS dalam jumlah besar, para kepala sekolah negeri dengan tahu dan mau memanipulasi penerimaan siswa baru dengan penambahan rombongan belajar (rombel) melebihi ketentuan maksimal pada juknis, jumlah siswa yang seharusnya 36 per rombel menjadi lebih dari 36. 

Hal ini pun akan akan berimbas pada pengalihfungsian beberapa ruangan aula dan laboratorium sebagai ruang kelas.

Sekolah negeri juga bisa memanipulasi KBM (Kegiatan Belajar Mengajar) dengan double shift pada beberapa sekolah.

KataNTT.com coba merangkum dan menyimpulkan beberapa dampak dari sistem zonasi pada PPDB tahun ini bagi sekolah swasta. 

Dampak itu di antaranya pertama, untuk jangka pendek sekolah swasta mengalami kekurangan siswa. Ini sangat mengkhawatirkan karena bila terus berlangsung dalam jangka panjang, maka sekolah swasta di NTT akan berakhir masa emasnya di NTT alias tutup buku.

Kedua, membludaknya peserta didik di sekolah negeri akan dipertanyakan efektivitas pembinaan, pendampingan dan pengembangan karakter bagi peserta didik sebagai generasi penerus calon pemimpin bangsa pada masanya.

Ketiga, membludaknya peserta didik yang diterima di sekolah negeri dapat memberi pesan bahwa di sana ada cara yang tidak elegan untuk mendapatkan dana BOS yang besar.

Keempat, Yayasan penyelenggara sekolah swasta yang bergumul membangun sekolah swasta sebagai sarana berkontribusi membangun sumber daya manusia dipandang seolah bukan mitra yang sudah turut berkontribusi dalam pembangunan sumber daya manusia.

Berbagai ketimpangan dan permasalahan kebijakan zonasi dalam PPDB memang bertujuan baik yaitu untuk menghapus kartel dan oligarki sekolah favorit. 

Hanya saja tantangannya, guru-guru di sekolah negeri juga harus kompeten dan profesional. Apabila semuanya hanya semata-mata demi dana BOS, maka kita bisa membayangkan bagaimana masa depan pendidikan di NTT.

Sekolah swasta di NTT berada di ujung tanduk dan ini dihadapi oleh sekolah-sekolah favorit. Sekolah swasta yang bukan favorit lebih terdampak lagi karena mereka akan ditinggalkan oleh peserta didik.

PPDB yang dilakukan dengan sistem zonasi telah memberikan dampak yang sangat nyata karena terjadi penumpukan peserta didik di sekolah negeri dan tidak berbanding lurus dengan ketersediaan ruang kelas. 

Bahkan proses belajar mengajar dilakukan pagi dan sore hari. Ini sangat tidak efektif untuk pendalaman karakter.

Sementara itu persoalan lain adalah program P3K. Program ini turut andil dalam merugikan sekolah swasta. Sebab menurut data yang dihimpun, rata-rata sekolah swasta kehilangan 3-4 guru-guru terbaiknya karena lulus P3K.

Ini semacam bom waktu untuk sekolah-sekolah swasta. Prestasi menurun, siswa berkurang, sedangkan biaya guru mahal. 

Ketika menaikkan uang sekolah, siswa akan lari ke sekolah negeri yang gratis.

Situasi yang sangat dilematis bagi sekolah-sekolah swasta. Sementara sebagian besar dana pemerintah mengalir ke sekolah negeri termasuk dana BOS.

Semoga sistem ini tidak membawa NTT ke jurang gelap penghancuran masa depan dari para generasi emasnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun