Mohon tunggu...
Okto Klau
Okto Klau Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis lepas

Menulis adalah mengabadikan pikiran

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mempersoalkan Pendidikan Karakter Bangsa Kita Melalui Kasus Daffa di Yogyakarta

7 April 2022   11:13 Diperbarui: 7 April 2022   17:14 667
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
tim Inafis Polda DIY saat olah TKP di Jalan Gedongkuning, Kota Yogyakarta, Senin (4/4/2022)(KOMPAS.COM/WISANG SETO PANGARIBOWO)

Kematian Daffa Adzin Albasith, pelajar SMA berusia 18 tahun di Yogyakarta menyisakan duka mendalam bagi keluarga korban.

Peristiwa naas itu terjadi sekitar pukul 02.00 WIB pada Minggu (13/4/2022) saat korban bersama teman-temannya mencari makan sahur.

Mirisnya lagi, peristiwa itu terjadi di sebuah kota yang sejak dulu kita kenal sebagai kota pelajar.

Fenomena kenakalan remaja tersebut sekali lagi meninggalkan satu nokta hitam bagi dunia pendidikan kita.

Sebagai orang tua yang menaruh harapan besar bagi generasi muda, saya tergoda untuk kembali mempertanyakan pendidikan nilai dan moral bangsa ini.


Menurut saya, pasti ada sesuatu yang salah dengan pendidikan nilai dan moral yang selama ini kita ajarkan untuk anak-anak. 

Kesalahan itu bisa saja ada di orang tua, bisa juga ada di sekolah, dan bisa juga ada di lingkungan masyarakat tempat anak-anak itu bertumbuh dan berkembang.

Fenomena ini di Yogyakarta dikenal dengan istilah klitih. Fenomena klitih ini kemudian menjadi perbincangan hangat di media sosial sebab kejadian serupa telah terjadi berulang-ulang kali.

Banyak orang lantas dibuat bertanya-tanya, apa sebenarnya klitih tersebut?

Kata klitih merupakan bahasa Jawa yang artinya keluyuran atau aktivitas mencari angin di luar rumah. Aktivitas ini tidak jelas dan bersifat santai sambil mencari barang bekas (khususnya di pasar Klitikan Yogyakarta).

Sunyoto Usman, salah satu sosiolog Universitas Gajah Mada (UGM) mengatakan tujuan dari klitih ini sebenarnya hanya sebagai aktivitas orang keluar malam mencari kegiatan untuk mengatasi kepenatan.

Meski demikian fenomena klitih ini telah berkembang ke aktivitas negatif yang melibatkan para pelajar yang salah memanfaatkan waktu luang mereka dengan keluyuran dan akhirnya tawuran di malam hari.

Walaupun klitih adalah label tindakan dan karena terjadi di Yogyakarta maka lebih khas dengan nama klitih tetapi secara teori merupakan bagian dari kenakalan remaja.

Karena klitih merupakan bagian dari kenakalan remaja, maka penanganannya pun harus lebih bersifat konseling dan melibatkan psikolog.

Seperti yang kita tahu, kenakalan remaja merupakan penyimpangan sosial yang menunjuk pada bentuk perilaku remaja yang tidak sesuai norma-norma hidup di dalam masyarakat.

Bahkan Kartini Kartono menyebut para remaja yang nakal sebagai anak cacat sosial.

Ada beberapa bentuk kenakalan remaja yang coba dieksplor di sini agar kita bisa memosisikan klitih ini di dalamnya.

Pertama, kenakalan biasa. Kenakalan remaja dalam bentuk ini bisa berupa berbohong, pergi ke luar rumah tanpa pamit, keluyuran, dan begadang.

Kedua, kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan. Kenakalan yang dikategorikan dalam kelompok kedua ini antara lain, berkelahi dengan teman, berkelahi antar sekolah, membuang sampah sembarangan, membaca buku porno, melihat gambar porno, menonton film porno, mengendarai motor tanpa SIM, dan ngebut-ngebutan.

Ketiga adalah kenakalan khusus. Bentuk kenakalan yang masuk dalam kelompok ini adalah minum minuman keras, hubungan seks di luar nikah, mencuri, mencopet, mebodong, aborsi, memperkosa, berjudi, menyalahgunakan narkoba, dan membunuh.

Dari klasifikasi sederhana di atas, bisa ditarik benang merahnya bahwa klitih ini sudah masuk dalam kenakalan khusus. Dan ini memprihatinkan.

Dan kalau kita mau jujur saja, fenomena klitih ini bukan saja terjadi di Yogyakarta, melainkan hampir di seluruh daerah di Indonesia. 

Biasanya mulai dengan kenakalan biasa dulu, kemudian akan meningkat terus ke arah yang lebih ekstrim sampai membunuh.

Doktrin kekompakan ala Geng Motor (Rian Sidik (old)) hai.grid.id
Doktrin kekompakan ala Geng Motor (Rian Sidik (old)) hai.grid.id

Mula-mula nonkgrong bersama, lalu muncul kelompok lain dan mulai saling ejek dan akhirnya menimbulkan perkelahian.

Menurut beberapa psikolog, kenakalan remaja salah satunya disebabkan disfungsi keluarga. Fenomena kenakalan remaja yang memprihatikan tersebut selalu ada hubungan dengan keberfungsian keluarga.

Penelitian membuktikan bahwa semakin meningkat keberfungsian sosial sebuah keluarga dalam melaksanakan tugas kehidupan, peran dan fungsinya, maka semakin rendah tingkat kenakalan anak-anaknya.

Selain itu penggunaan waktu luang yang tidak terarah disinyalir kuat juga menjadi penyebab remaja melakukan penyimpangan sosial.

Menurut Johan Budi-politikus PDIP yang sekarang duduk di komisi 3 DPR RI, klitih merupakan kenakalan khusus dalam kategori tawuran. Sehingga perlu ada tindakan tegas dari aparat.

Fenomena ini menjadi momok di kalangan pelajar Indonesia. Karena itu, ia menyarankan agar pendidikan moral dan norma lebih ditingkatkan demi mencegah rusaknya generasi bangsa.

Bagi mantan jubir KPK ini, meski pelaku di bawah umur tapi kejahatan tetaplah kejahatan dan harus diproses sesuai undang-undang yang berlaku agar menimbulkan efek jera bagi pelaku.

Tentu, proses perundang-undangan untuk anak di bawah umur dan orang dewasa berbeda. Namun, bukan berarti hanya dibiarkan saja, karena menurutnya sudah banyak kasus anak di bawah umur menghilangkan nyawa dan dihukum dengan berat.

Untuk mengantisipasi kenakalan remaja yang semakin meresahkan ini sebenarnya yang perlu dilakukan orang dan pihak sekolah adalah menanamkan nilai dan norma yang kuat bagi anak. Kadang-kadang orang tua alih-alih mengikuti perkembangan zaman, membiarkan anak menemukan nilai-nilai yang menyesatkannya ke jalan yang salah.

Kemudian harus diikuti dengan pelaksanaan aturan yang konsisten. Hal ini kadang-kadang dilalaikan oleh orang tua. Tidak ada aturan yang konsisten dari orang tua untuk anak. Terkadang orang tua berbicara A, tetapi berbuat B. 

Bentuk antisipasi lain dari orang tua dan guru adalah anak dididik untuk memiliki kepribadian yang kuat dan teguh sehingga tidak mudah terpengaruh melakukan hal-hal negatif seperti yang sudah disebutkan di atas.

Sekali lagi keluarga merupakan kunci utama untuk mencegah kenakalan remaja. Semua dapat diperbaiki di dalam keluarga. Jika keluarga hancur, maka lingkungan juga hancur, masyarakat hancur, dan akhirnya negara pun hancur.

Nilai-nilai moral yang sudah ditanamkan orang tua dari rumah tinggal diperkuat di bangku pendidikan. Orang tidak menyerahkan dan memercayakan pembentukan karakter anak sepenuhnya kepada sekolah.

Bila sinegitas orang tua dan sekolah ini terintegrasi dengan baik, niscaya peristiwa-peristiwa serupa yang menimpa Daffa bisa terhindarkan.

Karena itu di awal artikel ini, saya coba mempertanyakan pendidikan nilai dan moral kita selama ini. Apakah sudah benar atau belum. Bila sudah, maka pasti ada sesuatu yang salah dan mesti dibenahi. Tetapi kalau belum benar, maka mari kita benahi bersama-sama. 

Ini adalah tanggung jawab kita bersama. Bukan saja tanggung jawab pemerintah dan sekolah, tapi merupakan tanggung jawab kita sebagai orang tua.

Kita harus cepat membenahi celah ini, sebelum akhirnya melebar dan mendatangkan masalah yang lebih besar bagi bangsa ini.

Sayang bila, generasi muda kita masih terjebak dalam persoalan-persoalan non humanis seperti sekarang. Mereka harus dibimbing agar menemukan jalan yang benar dan akhirnya mengubah tingkah laku dan habit mereka dari yang tidak baik ke arah yang lebih baik.

Kita butuh generasi muda yang paham akan nilai dan moralitas hidup yang baik sehingga bisa membawa bangsa kita kepada masa depan yang lebih cerah.

Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun