Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Nasib di Garis Pesisir

12 November 2023   22:40 Diperbarui: 13 November 2023   06:52 813
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dan masih banyak lagi yang dihadapi para nelayan. Beberapa perkara misalnya asuransi perikanan yang tak jelas mekanismenya, konflik antara nelayan lokal dengan nelayan pulau lain, salah sasaran dalam pemberian bantuan. Kadang hanya menyadar kenalan. Kadang juga bantuan kapal tak sesuai dengan karakteristik demografi.

Permasalahan ini terus dihadapi nelayan di semua wilayah pesisir dan kepulauan di Maluku Utara. 

Beberapa kebijakan seperti pengolahan bernilai tambah memang gencar dilakukan. Berkembangnya olahan ikan seperti cakalang, tuna, dan tongkol. Namun perlu disadari bahwa proses nilai tambah adalah sebuah sistem terpadu, terikat antar nelayan sampai pasar. 

Dalam konteks ini, saya cukup mengapresiasi salah satu organisasi (NGO) bernama MDPI. Dalam sistem yang mereka bangun, nelayan benar-benar didampingi. Mulai dari pemakaian alat dan teknologi mutakhir, sistem value chain yang mendorong produk tangkap terintegrasi sampai ke pasar Eropa. Dan, sistem premium atau dana hasil penjualan (beberapa persen) yang dipakai untuk melakukan pengembangan kelompok di wilayah tersebut. 

Sayangnya, sistem sebagus ini belum mampu dilirik oleh pemerintah setempat dalam melakukan kolaborasi memajukan dan mengoptimalkan potensi perikanan kelautan.

Permasalahan tak sampai di situ. Saya sering menyebutnya sebagai "Perang Tambang Vs Perikanan". Di tengah ketidakpastian akan dibawa ke mana pembangunan perikanan dan pertanian, daerah Maluku Utara justru terkepung pertambangan. 

Diarahkannya program pertumbuhan ekonomi pada ekstraksi sumber daya alam mineral justru memberikan ruang konflik baru. Banyak izin dikeluarkan dan banyak perusahaan yang beroperasi memenuhi hasrat ekonomi ramah lingkungan di masa depan justru berjalan sebaliknya.

Kasus nelayan kehilangan ruang tangkap akibat ekstraksi dan pembuangan limbah tambang ke laut santer terjadi di Maluku Utara. Bahkan belakangan, ekspansi yang masif di pertambangan telah memberikan dampak meluas pada wilayah seperti Halmahera Selatan (WPP 715).

Tentu permasalahan ini juga menjadi catatan serius yang mampu mempengaruhi konsep dan kebijakan ekonomi biru ke depan.

Sekian banyak permasalahan mikro ini sampai saat ini belum dapat dituntaskan. Seharusnya ini menjadi perhatian serius melakukan optimalisasi ekonomi kelautan

Tidak dengan mengganti kebijakan di ranah atas tetapi tak mampu menyelesaikan persoalan paling dasar. Persoalan klasik yang mendera nelayan pesisir dan kepulauan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun