Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Melihat Potensi Produksi Kenari di Maluku Utara

24 Agustus 2021   09:40 Diperbarui: 24 Agustus 2021   14:06 3499
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buah Kenari Setelah Pemetikan | Dokumentasi pribadi

Pandanganku teralihkan pada dua bungkus kacang kenari; almondnya Indonesia, di salah satu rak toko kue. Tersusun rapi di deretan kue lain yang menggoda kantong, buah kenari ini dibungkus dengan sederhana. Tak ada logo atau embel-embel dan kelihatan mewah di toko ini. 

Sungguh benar-benar desain toko ini mensugesti pelanggan merogok kocek. Produk apapun bisa jadi maskulin dan diminati. 

Pencahayaannya bagus, karyawannya cantik-cantik, desain interiornya berkelas ketimbang tokoh kue lain di kota ini. 

Kalau disandingkan dengan toko kue lain atau warung-warung PKL sungguh sangat jauh kelasnya.

Penasaran, saya pun mendekat. Ku lihat baik-baik karateristiknya nampak kecil-kecil isi buahnya. Lebih besar dua kali jempol saya. 

Namun, saya terperangah dengan label harga yang tertera. Sembilan puluh ribu rupiah.

Harga segitu, tidak sampai sekilo hanya beberapa gram. Seketika saya berpikir hanya diberi packaging sederhana saja dari kantong transparan, harganya bisa selangit?

Bukan karena isi kantong yang bokek, tetapi komoditas satu ini sungguh sangat jauh dari sentuhan inovasi, terkucilkan, tak diperhatikan berbeda dengan cengkih, pala atau kelapa. 

Walau belakangan tiga komunitas di atas juga mulai kalah pamor oleh pertambangan yang seksi di Halmahera sana. 

Kenari hanya dihadirkan pada ruang tertentu, mengikuti arah kepentingan pemerintah dalam event-event setelah itu hilang. 

Kacang kenari tumbuh subur di Maluku Utara, namun paling banyak berada di Pulau Makian ketimbang di Halmahera. 

Kualitasnya nomor 1, bijinya besar-besar dengan rasa yang gurih. Hingga komoditi satu ini menjadi identitas sosial suku Makian (Makeang), suku terbesar dari beberapa suku. Identitas tersebut melekat kuat ke mana pun suku ini berada. 

Kenari menjadi sumber pendapatan bagi kehidupan masyarakat suku Makian turun temurun. Bahkan dalam kultur politik, kenari ibarat simbol dari dukungan kepada kandidat. Simbol-simbol seperti pilih kenari atau kenari harus bersatu adalah sekian jargon yang tersematkan.

Belum jelas asal muasal kenari ini dikarenakan berbagai klaim. Tetapi berbagai sumber mengarah kepada ekspansi VOC dalam memonopoli rempah-rempah di pulau tersebut karena tidak dapat membendung laju perdagangan cengkih.

Di era itu, cengkih terbaik berasal dari pulau ini dengan jenis Sansibar dan menjadi buruan portugis dan VOC. 

VOC melihat ini sebagai sebuah persaingan, alhasil pada periode 1652-1654 terjadi penebangan besar-besaran cengkih atau lebih dikenal dengan pelayaran hongi atau hongitochten. Yang kemudian menggerakan masyarakat suku Makian menebang pohon cengkih dan dijual dari akar hingga batang lalu VOC menggantinya dengan kenari. (1)

Sejak saat itulah kenari menjadi bagian tak terpisahkan dari masyarakat hingga saat ini. Setiap kebun milik warga di 15 desa di pulau ini terdapat satu atau dua pohon.

Sayangnya, kenari hanya menjadi tanaman jarak. Tumbuh sendiri atau sengaja di tanam sebagai batas kebun. 

Kebanyakan pohon kenari saat ini berusia diatas tiga puluh tahun. Tak ada regenerasi dan tanpa perhatian ke arah usaha tani.

Walau sebagai sumber pendapatan, kenari tidak dianggap sebagai sumber potensial pendapatan oleh warga. Tak jarang pohon-pohon kenari ditebang sebagai alternatif kayu bakar atau diganti dengan tanaman lain.

Hal ini kemudian menciptakan kelangkaan akibat hasil produksi yang tidak produktif, distorsi harga pun terjadi. 

Sebuah mekanisme pasar (permintaan-penawaran). Di tingkat konsumen harganya begitu tinggi akan tetapi di tingkat petani harganya begitu rendah.

Setelah keluar dari toko kue tersebut saya terus memutar otak "ada apa", walaupun belakangan klaim pemerintah daerah berhasil melakukan ekspor ke Italia dan Finlandia, tetapi kondisi rill di lapangan justru masih sangat jauh. Tidak ada efek multiplayer ke tingkat petani.

Salah satu hal yang menjadi perhatian ialah tidak adanya pemanfaatan produk turunan. Selama ini, salah satu produk yang turun temurun diusahakan masyarakat ialah halua kenari. 

Produk berbahan kenari ini memiliki proses pembuatan yang unik. Kacang kenari yang sudah kering kemudian disangrai, lalu diberi gula merah kemudian diaduk hingga keras dan saing lengket. Kemudian dicetak berdasarkan ukuran bungkusan. 

Bungkusan yang umum dipakai di Maluku Utara ialah daun pisang. Walau belakangan ada sedikit inovasi dengan packaging yang unik untuk menembus pasar lokal maupun nasional.

Produk ini oleh masyarakat juga belum diarahkan pada penciptaan nilai rupiah. Artinya, masyarakat akan membuat halua kenari hanya untuk dikonsumsi dan kebanyakan alias umumnya untuk dikirim ke sanak keluarga yang memesan.

Padahal, produk halua kenari sangat diminati dengan harga yang begitu tinggi. Untuk ukuran kecil saja bisa dijual 10-15 ribu rupiah di pasar konsumen.

Produk kenari (daerahkita.com)
Produk kenari (daerahkita.com)

Selain itu, pemanfaatan turunan seperti kulit alias cangkang kenari juga terbilang masih rendah. Hanya digunakan sebagai sumber api di tungku-tungku warga. Padahal limbah produksi satu ini bisa digunakan sebagai bahan baku pembuatan briket. 

Menurut Nelfianti et al (2009) analisis ekonomo sangat layak untuk dikembangkan dengan R/C sebesar 1.9.

Kelemahan-kelemahan ini kemudian menjadi pendorong bagi pemerintah daerah hingga akademisi menggerakan Bumdes akan tetapi itu hanyalah sesaat. Sebab setelah pembentukan Bumdes di mana-mana, justru proses pembinaan jadi terbengkalai dan pada akhirnya mati dengan sendirinya.

Masyarakat tentu saja harus didorong dengan kuat lewat berbagai kebijakan dan inovasi. Sebab selama ini, kenari hanya menjadi sumber pendapatan yang tidak menjadi prioritas. Sudah begitu dijual masih dalam bentuk kering.

Padahal keuntungan ekonomi buah kenari sangat besar dan banyak menjadi bahan utama dalam setiap produk. Misalnya digunakan untuk rempah-rempah, cemilan, toping air guraka, kopi, bahan kua papeda, hingga kue dll. 

Keunikan lain, banyak konsumen yang juga menyukai kenari mentah sebagai cemilan.

Proses awal hingga akhir sampai menjual kenari ke pedagang pun terbilang cukup panjang. Di mana biaya sosial begitu banyak dihabiskan.

Di mulai dari pemanjatan, pengumpulan, pembukaan kulit luar (tidu), dikeringkan, kemudian ditidu lagi kulit dalam, pemilahan hingga penjualan.

Buah kenari mentah hasil petik | Dokumentasi pribadi
Buah kenari mentah hasil petik | Dokumentasi pribadi
Buah kenari yang sudah hitam menyeluruh menandakan kenari harus secepatnya dipetik atau dipanen. Walau setiap kenari tidak memiliki rasio panen yang sama antara satu pohon dengan yang lain.

Informasi itu bisa diperoleh langsung ke kebun atau dari informasi warga yang memungut di kebun. 

Untuk memanen buah kenari, alatnya cukup sederhana. Di kampung saya pulau Makian Luar, disebut poga-poga. Sebuah alat yang terbuat dari bambu kering berukuran 5-10 meter. 

Ujung bambu kemudian disayat berbentuk V. Untuk mencegah agar poga-poga tidak retak, dipangkal V tersebut dililit senar atau tali.

Pohon kenari memiliki cabang yang besar dan dengan buah yang berada di unjung ranting. 

Alhasil, petani harus memanjat ke setiap cabang dan pelan-pelan mengait. Setelah selesai dilanjutkan ke cabang-cabang lainnya.

Satu hal yang pasti, untuk pohon kenari berumur di atas 20 tahun perlu nyali yang besar. Biasanya tak sembarangan orang yang memetik. Dibutuhkan jasa orang lain yang berpengalaman dengan sistem bagi hasil (50:50).

Tak jarang pula, proses pemetikan ini memakan korban. Sudah banyak warga di desa saya yang celaka. Baik patah-patah hingga kehilangan nyawa.

Setelah kenari dipetik kemudian dikumpulkan lalu dipisahkan dari tangkai. Proses ini cukup memakan waktu karena kita harus memetik satu persatu.

Biasanya kenari berumur lebih dari 20 tahun bisa menghasilkan dua sampai tiga karung (ukuran karung beras 50 kg). Sementara kenari kecil di atas 10 tahun hanya satu karung, kadang tak sampai full.

Prose tidu, pembukaan kulit kenari | Dokumentasi pribadi
Prose tidu, pembukaan kulit kenari | Dokumentasi pribadi

Buah kenari kemudian dibawa pulang lalu dibiarkan semalam. Esoknya dilakukan pembukaan kulit luar. 

Kulit tersebut biasanya oleh warga dijadikan bahan pupur alias bedak wajah, tapi tidak semua. Sisanya dibuang dan menjadi makanan hewan.

Proses ini disebut tidu. Proses ini membutuhkan dua buah batu yang sudah dilubangi, yang mana satu batu besar dan kecil.  

Biasanya setiap rumah di desa saya sudah ada lebih dari 5 biji. Batu yang dilubangi bertujuan agar kenari tidak terpental saat penumbukan.

Setelah selesai, biasanya kenari akan dijemur hingga beberapa hari. Namun ada pula yang langsung ditumbuk cangkang kerasnya untuk diberikan ke sanak keluarga yang hendak berangkat kembali ke kota.

Kenari hasil tidu pertama, dan toping kenari mentah di kopi | Dokumentasi pribadi
Kenari hasil tidu pertama, dan toping kenari mentah di kopi | Dokumentasi pribadi
Kenari yang sudah kering biasanya disimpan. Salah satu metode unik penyimpanan agar isi kenari tidak busuk ialah diletakan di para-para.

Para-para adalah terbuat dari bambu atau papan dan terletak beberapa centi dibawah atap rumah. Sebuah metode penghatan yang masih ada sampai saat ini.

Kenari akan dibuka cangkang kerasnya ketika harga sedikit naik. Selama ini harga tertinggi menyentuh angka 80 ribu. Terendah 45 ribu. Petani jeli menunggu perkembangan harga.

Kenari akhir setelah proses, penjemuran dan tidu ke dua | Dokumentasi pribadi
Kenari akhir setelah proses, penjemuran dan tidu ke dua | Dokumentasi pribadi

Mereka tidak menjual ke kota, melainkan kebanyakan ada pengepul keliling yang datang langsung membeli ke desa.

Kedua ketika ada sanak keluarga di kotabyang meminta buah ini. 

Satu yang pasti, setiap pohon kenari yang dipetik tidak lantas menghasilkan pendapatan yang tinggi. Sebab, dalam satu pohon baik besar maupun kecil, jumlah produksi tertinggi hanya 10 kg.

Dalam satu karung besar (50 kg) mentah di atas, mentoknya ketika dikeringkan hanya mencapai 3-4 kg. Sudah terjadi penyusutan.

*

Buah kenari atau calmut atau almondnya Indonesia sudah turun temurun menjadi bagian dari petani khusunya di Maluku Utara. Tetapi proses pengembangan agar layak menjadi produk unggulan dan menguntungkan bagi petani masih jauh dari pemanfaatan serta perhatian.

Belakangan fenomena alih fungsi berlaku. Pohon kenari ramai ditebang dan diganti tanaman lain. Padahal, dari sisi ekologis pohon ini penting untuk serapan air. Sementara dari sisi ekonomi, dapat menjadi keunggulan komparatif sebuah wilayah. (Sukur dofu-dofu)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun