Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Ikan-ikan yang Hilang karena Hasrat Manusia

6 Mei 2021   00:50 Diperbarui: 6 Mei 2021   18:58 1261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Nelayan (Envanto Element/Rawpixel)

"Ikan-ikan di sini sudah habis. Bahkan saya tak pernah melihat lagi ikan-ikan yang main di pinggiran. Sekelas giant travely pun sekarang jarang di temukan," Ujar Sofyan sembari mendayung perahu menuju spot mancing.

Penyampaian Sofyan membuat kesal. Pantas saja, dua hari kemarin saat mancing di pinggiran, tak ada satu pun sambaran yang dihasilkan. Padahal, dua tahun lalu, kita tak perlu repot-repot mendayung perahu. Cukup dari pinggiran sudah panen strike.

Kondisi ini sebenarnya sudah sering menjadi perhatian saya sejak lama. Di mana praktik pengambilan material untuk bahan bangunan utamanya bahan konstruksi proyek cukup masif. 

Sembari mendayung Ia pun terus mengungkapkan bahwa masih banyak ikan-ikan yang berada di terumbuh karang juga tidak lagi kelihatan.

Bahkan ketika Ia menyelam sekalipun, sangat jarang menemukan ikan-ikan bermain. Ini juga yang kemudian membuat saya sedikit memungut ingatan, di mana sepanjang perjalanan menuju spot tadi tak kelihatan ikan ikan bermain bahkan sekelas ikan hias.

Saya tak habis pikir dengan semua informasi yang saya terima di atas laut. Dengan kondisi haus strike. 

Benar saja, hampir empat jam kami terombang-ambing di atas lautan dan  hanya berhasil mendapatkan empat ekor ikan. Padahal, spot ini selalu menjadi favorit karena potensial strike cukup tinggi.

Begitupun dengan hari-hari berikutnya. Baik mancing dari pinggiran hingga memancing ke tengah laut. Jika dihitung, tak sampai sepuluh ekor ikan dalam empat hari.

Sayapun penasaran dengan apa yang terjadi. Sebab, menurut informasi, setahun belakangan tak ada proyek infrastruktur dari pemerintah. Dengan demikian, pengambilan material tak masif dan pasti ada sedikit perbaikan. 

Ditambah informasi bahwa pemerintah desa sudah melarang pengambilan material karang dan batu di depan kampung sudah di larang.

Fenomena ini kemudian membuat saya tergerak untuk menginvestigasi. Mencoba mencari sebab dari akibat hilangnya ikan-ikan.

Alhasil saya kemudian membangun cerita dengan masyarakat. Dan saya dapatkan di luar dugaan. Hilangnya ikan-ikan karena hasrat yakni perburuan ikan yang berlebihan. Sebuah konklusi dari predator rantai makanan terkuat, ialah manusia.

Terjadi praktik perburuan yang sangat masif yakni pemanahan disertai pembiusan serta pengeboman. Yang pertama menjadi yang paling utama dan sampai artikel ini di rangkai masih terus dilakukan.

Bahkan selain masyarakat desa, hadir juga kapal-kapal besar; sekira 25 GT datang khusus, berlabuh, dan melakikan praktik perburuan.

Kapal-kapal ini saya saksikan dengan mata kepala ketika kaki menginjak pantai saat pulang kampung. Kapal itu menurut masyarakat berasal dari daerah lain yang datang khusus memanah dengan izin dari kepala desa.

Setiap hari dan malam kapal ini berlabuh di dekat tubir karang dan melakukan perburuan. Dalil yang dipakai adalah memanah namun banyak masyarakat mencurigai selain memanah juga dilakukan metode pembiusan yang justru lebih membahayakan.

Ikan hasil perburuan yang tidak ada sedikitpun luka hasil memanah./Dokpri
Ikan hasil perburuan yang tidak ada sedikitpun luka hasil memanah./Dokpri
Hal ini bukan tanpa alasan, sebab hasil dari praktik yang mereka lakukan kelihatan nyata. Di mana ikan-ikan hasil perburuan yang dibagi ke masyarakat tidak sedikit pun menampilkan ada bekas besi atau lubang tanda ikan di panah.

Tentu hal ini menimbulkan kecurigaan. bahkan ketika ikan-ikan tersebut mendarat di dapur, saya perhatikan secara seksama hingga secara detail, tak juga menemukan kondisi ikan hasil memanah.

Masyatakat sendiri sebenarnya geram. Ada kondisi di mana masyarakat merasa apa yang dilakukan oleh mereka sangat membahayakan habitat dan terumbuh karang.

Akan tetapi di satu sisi mereka tak punya kekuatan utamanya legalitas guna melarang praktik tersebut karena ada izin dari kepala desa.

Banyak masyarakat mengganggap pemangku kebijakan setempat adalah aktor yang paling "kolot" karena memberikan izin setiap ada kapal masuk dengan imbalan satu atau dua ekor ikan. Hal ini didukung juga oleh kondisi tak adanya patroli dari pihak terkait.

Artinya selama ini tak ada pengawasan ketat dari pihak keamanan yang melintasi pulau Makian Kabupaten Halmahera Selatan

Sehingga praktik ini sangat masif dilakukan oleh beberapak oknum masyarakat hingga pihak luar. Padahal, potensi terumbuh karang di sini menjadi prioritas salah satu lembaga sebagai kawasan konservatif karena terdapat beberapa spesies langkah.

Dalam beberapa kesempatan pun lembaga ini turun memeberikan sosialisasi dan pemetaan potensi kepada masyarakat tentang betapa pentingnya ikan dan segala bentuk coral yang di miliki.

Selain praktik ini, pemanahan ikan juga hampir tiap malam dilakukan. Baik dari desa sebelah hingga masyarakat desa sendiri. 

Mereka berburu berbagai jenis ikan tak mengenal jenis baik dilindungi ataupun tidak. Besar ataupun kecil. Bahkan, ketika adik saya menampilkan foto beberapa warga yang melakukan praktek memanah dengan ikan yang ditangkap memiliki size yang cukup besar di dalamnya ada ikan yang sudah masuk spesies dilindungi. Yakni Napoleon. 

Pantas saja, kemarin malam, ketika pulang mancing, ada masyarakat yang mengatakan bahwa mereka berhasil memanah banyak sekali ikan. Yang ternyata di dalamnya ada ikan napoleon.

Praktik memanah ini menyebabkan ikan-ikan menjadi hilang karena terus diburu. Apalagi masif dilakukan setiap malam.

Sungguh sangat disayangkan, sebab selain ikan Napoleon juga beberapa spesies mulai dari ikan dan kerang yang terus di buru salah satunya penyu dan kima.

Ikan - ikan yang Hilang karena Hasrat Manusia/Dokpri
Ikan - ikan yang Hilang karena Hasrat Manusia/Dokpri
Hasrat manusia merusak segalanya

Kondisi hilangnya ikan-ikan menyebabkan masyarakat umumnya menjadi korban. Keluhan yang mereka lontarkan menjadi tidak kuat karena tak ada regulasi ketat agar tidak melalukan praktik yang merusak terumbuh karang maupun habitat di dalamnya.

Alhasil, ulah beberapa oknum ini menyebabkan mereka harus susah payah memancing hanya untuk mendapatkan satu atau dua ekor ikan.

Pertanyaan kemudian adalah bagaimana dengan anak cucu meteka esok hari? Apakah cerita kejayaan terumbuh karang dan potensi ikan hanya menjadi tinggal cerita, "Dulu ikan banyak sekali, bahkan bermodal huhate di pinggir pantai sudah bisa strike banyak ikan"?

Tentu jika dibiarkan maka cerita itu akan menjadi kuat dan melekat. Menjadi cerita turun temurun dalam pusaran waktu hingga generasi ke genarasi.

Sebab akibat dari kondisi krusial ini membawa saya menarik beberapa kesimpulan. Yang menurut hemat saya menjadi penting untuk diseriusi.

Pertama, kurangnya edukasi betapa pentingnya laut dan segala yang ada didalamnya sebagai bagian dari kehidupan masyarakat pesisir.

Laut sebagai sumber utama pangan masyarakat desa pesisir juga menjadi sumber pendapatan ekonomi. Jika sistem terumbuh karang rusak maka habitat yang ada di dalamnya ikut terganggu. Ada rantai makanan yang putus.

Sehingga edukasi menjadi sangat penting selain dari menjaga laut juga mengedukasi agar tidak melakukan penangkapan yang berlebihan. Pun dengan spesies yang dulindungi.

Di mana mayoritas masyarakat tidak mengetahui bahwa spesies ikan seperti kaka tua, napoleon ataubahkan penyu belimbing hingga kerang kima menjadi sangat terlindungi saat ini.

Dari beberapa survei yang saya lakukan terhadap masyarakat desa, hanya 10 persen yang mengegetahui bahwa spesies tersebut dilindungi. Sisanya tidak mengetahui sama sekali.

Kedua, regulasi dan ketegasan dari pemerintah desa.

Sembarangan memberikan izin tanpa memikirkan sedikitpun dampak yang diperoleh adalah kesalahan fatal yang perlu di perbaharui. Desa sebagai sentra terkecil dari negara harus mampu melihat kondisi ini sebagai sesuatu yang penting. 

Regulasi desa tak muluk-muluk, hanya perlu himbauan dan sikap tegas dari pimpinan desa kepada masyarakat agar tidak berburu secara berlebihan dan bila perlu melarang kegiatan perburuan yang dapat merusak eksositem laut.

Sebab, di desa pemerintah desa adalah aktor yang selalu didengar oleh masyarakat. Selain itu, segala regulasi di desa dapat dan mampu diserap dengan cepat oleh masyarakat 

Dan Ketiga, perlunya perhatian bersama.

Perhatian bersama menjadi penting. Baik Masyarakat, pemdes, pemda hingga mahasiswa sekaligus. Agen perubahan utama dalam sosialisasi krisi ini ialah mahasiswa di mana kajian-kajian pada fenomena ini dapat menjadi bahan masukan berharga bagi semua pihak.

Pun dengan pihak-pihak terkait seperti pemerintah daerah yang harus getol melakukan sosialisasi dan pencegahan pengrusakan karang. Juga dengan pihak keamanan yang harus terus melakukan patroli di wilayah-wilayah yang sering menjadi sasaran perburuan illegal.

Apapaun itu, kondisi krisis ini sudah sepatunya menjadi perhatian bersama sebab laut adalah kejayaan begitupun dengan segala bentuk yang terkandung didalamnya. (sukur dofu-dofu)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun