Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Terima Kasih Ma..

4 April 2021   12:29 Diperbarui: 4 April 2021   12:31 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber. Benyinstitut.com

Dalam perjalanan itu, saya begitu banyak memaknai kehidupan. Di atas langit saya memikirkan tentang betapa kecilnya manusia sementara ketika di darat, saya memikirkan betapa egonya manusia.

Perjalanan inipula menyeret saya memaknai banyak hal tentang arti keluarga. Sejauh apapun seseorang melangkah, rumah adalah hal penting bagi seseorang dan keluarga adalah alasan seseorang berjuanh dan pulang. 

Banyak kenangan yang sengaja saya seret ke kepala, bernostalgia tentang hangatnya kebersamaan. Ibu yang selalu hangat menyambut anak-anaknya pulang. Memasakan masakan kesukaan, hingga rela berhutang jika tak memiliki uang.

Ayah yang selalu getol menanamkan kehidupan. Tentang laki-laki dan tanggung jawab. Tentang wanita dan hak-haknya. Ada canda tawa, tangis hingga prahara. Terbungkus menjadi satu; cinta.

*

Saya melangkah tergesa-gesa menuju parkiran bandara. Walau Jetlag, saya putuskan langsung ke rumah sakit. Seorang teman yang menjemput sudah stand bye sejam lebih dulu.

Lima belas menit perjalanan ditempuh. Ketika sampai, tanpa pikir panjang saya langsung naik ke lantai empat. Keluarga yang berkumpul pun tak saya hiraukan atau sekedar menyapa maupun berjabat tangan. 

Di kepala saya hanya satu, secepatnya bertemu dan menyampaikan bahwa anaknya telah memenuhi panggilan yang sudah lama Ia nantikan.

Ketidaksabaran bertemu menyelimuti. Saya bahkan sedikit emosi ketika lift yang tersedia di rumah sakit harus dibedakan. Lift pasien dan pengunjung menjadi satu dan perawat serta staf menjadi satu. Sebuah ketidakadilan menurut saya.

Ruangan ICU di lantai empat begitu ramai. Banyak keluarga pasien menunggu di luat ruangan.  Saya menyaksikan seksama betapa raut-raut wajah para keluarga pasien yang di rawat di sini nampak cemas. Tak ada raut berseri. Yang ada nampak adalah harapan-harapan yang tergambar.

Kapasitas ruangan yang kecil mengharuskan pihak rumah sakit membatasi jumlah pengunjung di dalam ruangan juga membuat keluarga pasien semakin cemas. Pun dengan saya yang sedari tadi menunggu agar diizinkan masuk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun