Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kisah Para Pencari Rezeki di Ujung Jalan

27 November 2020   14:28 Diperbarui: 28 November 2020   05:22 520
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu Pangkalan di Pasar Tradisional Gamalama (Dokumentasi pribadi)

Kota Ternate adalah kota kecil namun terpadat di Maluku Utara. Jumlah penduduk mencapai 221. 977 ribu jiwa yang mendiami pulau seluas  87 km2, jika dikelilingi menggunakan motor tanpa rehat hanya kurang lebih satu jam 30 menit. Bahkan dalam ulasan Indonesia.id, kota kecil ini dijuluki "kota sejuta ojek".

Di sini, banyak masyarakat berprofesi sebagai tukang ojek yang mangkal di setiap sudut kampung, pasar dan pusat perbelanjaan.Jaraknya antar pangkalan juga tak begitu jauh.

Anda berani berdiri di depan jalan, maka auto dihampiri atau di panggil dari pangkalan. Jasa ojek adalah salah satu alternatif kendaraan yang paling efisien. Lantaran untuk ke mana-mana tak butuh berjam-jam. Jarak dekat hanya menit dengan merogok kocek Rp 5.000 dan jarak jauh Rp 10.000-15.000

Salah satu tukang ojek yang mengantarkan penumpang (Dokumentasi pribadi)
Salah satu tukang ojek yang mengantarkan penumpang (Dokumentasi pribadi)
Berprofesi sebagai penawar jasa ojek di kota ini juga terbilang unik. Mereka harus tampil necis dan wangi. Hal ini karena, sikap memilih dari konsumen di Kota Gamalama ini cenderung selektif. 

Mereka tidak akan memilih tukang ojek yang tampil urakan dan sepeda motor yang kotor. Dalam ulasan Kompas.com diulas bahwa saking necisnya penampilan sang ojek hingga penumpang tidak mengenal bahwa yang membawanya ialah suami sendiri.

Tampil maksimal adalah salah satu faktor pendorong mendapatkan rezeki. Bahkan tak jarang jika kita mengendarai sepeda motor dan memakai jaket, kita sering diberhentikan atau diteriaki oleh penumpang sebagai tukang ojek.

Saya sendiri sering disangka ojek, sudah terlanjur diberhentikan dan diteriaki yowes angkut saja. Lumayan duit minya satu liter. 

Berprofesi sebagai tukang ojek juga bukan perkara muda. Apalagi, banyaknya profesi yang sama di kota kecil ini. Selain persaingan sempurna ini, mereka juga dihadapkan pada ancaman persaingan atau pesaing yang masuk pasar yakni raksasa yakni ojek online.

Sejak awal masuk 2019 silam, ojek online dan konvensional ini sering berseteru. Bahkan, beberapa kali tukang ojek lokal melakukan demonstrasi ke DPR dan pemerintah. 

Dampak dari protes itu, para penawar jasa dari perusahan ojek online tidak berani memakai seragam kebesaran. Dan, beroperasi secara diam-diam dengan penampilan seperti ojek biasa. Orderan yang mereka terima juga tak sembarangan. Mereka lebih banyak mengambil orderan pesan antar makanan ketimbang penumpang.

Bila ditilik dari penghasilan, keduanya sama-sama berpenghasilan sama. Sehari bisa meraup Rp 200.000 hingga Rp 250.000. Dan, paling rendah ialah Rp 100.000.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun