Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Samsul dan Cerita Pemuda Kota Ternate Mencari Rupiah

21 November 2020   21:13 Diperbarui: 24 November 2020   06:31 680
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Samsul sedang mengorek kelapa yang di matangkan (Dokumentasi pribadi)

Samsul bimbang, ia baru saja menerima pesan yang disampaikan oleh salah satu warga desa yang sedang ke kota.

"Sul, papa suruh abis ujian pulang dulu bantu naik kelapa," begitu bunyi pesan dari mulut sang pembawa pesan.

Ia menghela napas dalam-dalam di kamar kos sempitnya di bilangan Akehuda Kota Ternate. 

Pesan itu seakan menegaskan bahwa dalam keadaan apapun ia harus pulang ke kampung membantu sang ayah. 

Semua agenda kemahasiswaan harus ia batalkan. Buah kelapa sudah tiba masanya untuk di panen. 

"Oh saya, nanti habis ujian baru katas (Pulang)," Jawabnya.

Samsul sendiri adalah mahasiswa semester lima yang sedang mengenyam pendidikan di Kota. Ia adalah anak kedua dari empat bersaudara. 

Selain dia, kakaknya juga sedang kuliah dan sementara sedang menyusun skripsi. Sementara dua adiknya baru duduk di bangku SMP dan SD. Sehingga, ia satu-satunya yang wajib membantu sang ayah.

Ketika semester usai, Samsul kembali. Semua kegiatan ia cancel walau dengan berat hati. Toh, ini juga untuk kepentingan biaya kuliah dia juga.

Sistem UKT yang mengkategorikan sesuai dengan keadaan ekonomi membuat keluarganya harus siap siaga, belum lagi uang kosan dan lain-lain.

Pada kepulangannya, ia tak sendiri. Teman-temannya dari desanya yang sama-sama berkuliah di kota juga ikut kembali dengan tujuan yang sama, membantu para ayah membuat kopra.

Setelah sampai, ia langsung membentuk kelompok dengan beberapa temannya dari kota dan desa. Kelompok ini memakai sistem "bokyan; gotong royong". Selain membentuk kelompok, ia juga mengajak kelompok lamanya untuk membantu.

Kelompok berisi 3-5 orang ini dibentuk dengan tujuan saling membantu dan meringankan pekerjaan. Terutama saat pemanjatan dan pembelahan. Sistemnya ialah kelompok tadi akan bekerja membantu memanjat dan membela kelapa di semua anggota kelompok.

Sistemnya lebih ke rolling, jika hari ini memanjat kelapa di kebun milik Samsuk, maka besoknya mereka akan memanjat kelapa di anggota lain. 

Begitu seterusnya hingga pekerjaan selesai dan kelompok dibubarkan. Jika anggota kelompok berhalangan hadir, maka wajib hukumnya mengganti dikemudian hari atau mengutus salah satu sanak keluarga.

Samsul sendiri terbilang ulung dalam memanjat pohon kelapa. Ia dan beberapa anak muda sering dapat pujian karena cekatan memanjat pohon kelapa. Anak-anak muda ini selalu diandalkan warga desa, sehingga banyak dari mereka mengajak bokyan.

Dalam sehari anak muda berusia 20 tahun ini bisa memanjat hingga 25-30 pohon kelapa. Di kebunnya terdapat sekira 300 pohon kelapa. 

Ia menghabiskan waktu membantu sang ayah yang sudah berusia 55 tahun memanjat kelapa, pembelahan hingga selesai dan dijual sekira tiga minggu.

Penghasilan mereka menurut Samsul dari 800 Kg mencapai 4 juta sekian. Hasil itu kata dia sebagian sudah terpotong hutang di warung sekira sejuta lebih.

Samsul dan lainya sedang mencampur bahan (Dokumentasi pribadi)
Samsul dan lainya sedang mencampur bahan (Dokumentasi pribadi)
Setelah beberapa hari rehat, mereka bekerja lagi. Kali ini datang dari pemerintah desa yang sedang mengalokasikan dana desa untuk mengganti jembatan kayu yang sudah lapuk ke beton.

Pemdes ingin agar yang bekerja adalah mahasiswa dari kota. Apalagi di tengah Covid mereka sangat membutuhkan biaya agar bisa meringankan beban orangtua. Alhasil, Samsul dan lainnya ikut terlibat dalam pengerjaan proyek tersebut. 

Pekerjaan mereka ialah mengangkut pasir dari pantai, kerikil, batu, mengecor, mengikat besi dan lain-lain. Lebih ke kenek atau anak buah yang membantu kepala tukang. Pekerjaan ini diselesaikan sekira satu bulan lebih. Hasil yang diterima sekira 4 jutaan.

Semua hasil itu diserahkan ke sang ibu. Tidak ia pegang dan sang ibu yang nantinya akan mengatur hasil tetsebut.

Dok. Anyong. Kelompok falamaras
Dok. Anyong. Kelompok falamaras
Selain pekerjaan yang dilakukan Samsul, anak-anak muda dari sekolah hingga kuliah juga mencari pemasukan dengan beberapa cara, yakni, menawarkan jasa.

Jasa tersebut antara lain Falamaras; memaras rumput atau membersihkan kebun warga. Seperti yang disinggung pada artikel "Tarkam antara nyali dan bakat".

Anak-anak muda seperti Samsul dan lainnya akan membentuk kelompok sekira 7-10 orang. Tujuan pembentukan kelompok ini berbeda-beda. Bisa untuk membeli keperluan yang diinginkan atau keperluan kelompok seperti baju bola dan lain-lain. 

Dalam sistem Falamaras dikenal beberapa metode. Metode ini menjadi landasan harga yang mereka terima. Pertama pekerjaan stenga hari atau satu hari. 

Pekerjaan setengah hari akan di mulai dari pukul 7 hingga jam 12 siang, sementara pekerjaan satu hari di mulai jam 8 sampai 5 sore. Pekerjaan setengah hari tuan rumah akan menyediakan makan siang. 

Jika tak mau menyediakan makan siang maka harga akan berubah. Sementara pekerjaan satu hari tak jarang mereka membawa makanan sendiri dan tuan rumah atau pemilik kebun hanya menyediakan teh sore.

Berikutnya, botak atau kasar. Botak di sini ialah apakah rumputnya bersih atau rata dengan tanah. Sementata kasar ialah rumput yang di potong setengah mata kaki.

Harha yang dibanderol juga punya mekanisme. Jika memakai konsep kelompok maka setengah hari mereka akan dibayat 500 ribu Rupiah dan satu hari 750 ribu Rupiah. 

Namun jika tidak mau, maka mereka bisa menerima harga perorang. Metodenya setengah hari 50 ribu tanpa makam siang dan 75 ribu tanpa makan siang. Serta satu hari 100 ribu perorang, namun kelompok yang ikut dibatasi pemilik kebun yakni hanya 3 sampai 5 orang.

Kebanyakan mereka mengambil bayaran berdasarkan kelompok. Pekerjaan akan dilakukan beberapa kali dalam sebulan kemudian direkap dan dibagi rata.

Selain itu, jasa berikutnya ialah dengan menjadi kuli atau buru kasar setiap kali ada material atau ada barang belanjaan pemilik warung di desa seperti beras, semen dan lain-lain.

Paling lancar ketika ada proyek pemerintah. Sebab, setiap seminggu sekali ada material seperti semen dan besi yang masuk. Mereka diupah berdasarkan tawaran awal ke kepala buru dengan harga sekian rupiah. Dan nanti akan di bayar perjumlah kelompok.

Sementara jika barang tersebut barang milik pedagang atau pemilik warung maka mereka dibayar perbuah 5 sampai 10 ribu.

Aktivitas di atas hanya beberapa sumber para remaja dan anak sekolah mencari Rupiah. Salah satu yang paling besar ialah ketika ada proyek pemerintah. Di sini bukan hanya anak muda seperti mereka tetapi semua warga berbondong-bondong terlibat dan ada pula yang menjadi pekerja. 

Kebanyakan mereka mencari rezeki dengan menyediakan pasir, kerikil dan batu. Material itu nantinya akan dibeli berdasarkan kubik dan kesepakatan. Per kubik bisa hingga 200 ribu untuk pasir sementara batu bisa mencapai 300 ribu.

Pada intinya, segala bentuk dan usaha mereka untuk mengais rezeki terutama bagi samsul dan lainnya tak lain adalah untuk membantu orangtua. Mereka tak jarang pulang kampung setiap kali ada pekerjaan yang bisa dilakukan. 

Kedewasaan mereka menunjukan sikap mandiri yang sedari awal ditetapkan. Selain itu, kerja keras yang mereka tunjukan merupakan bentuk melawan kemiskinan. 

Mereka sadar tak memiliki banyak harta atau berasal dari keluarga berpunya. Dari kondisi ini, mereka tak tinggal diam dan hanya disuapi kerja keras orangtua. (Sukur dofu-dofu)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun