Atau di Gane Barat Kabupaten Halmahera selatan ketika masyarakat dan lahan kebunya di serobot kebun sawit.
Namun, apakah masyarakat semisal Om Kardi bisa berdiri dengan idealisnya mempertahankan tanahnya ketika para pemodal sudah mendapatkan ijin? tentu sangat sulit sebab yang di lawan adalah pemerintah dan yang sering kalah dan terusir ialah masyatakat.
*
Prahara klaim dan penyerobotan lahan warga oleh perusahaan pertambangan akhirnya menimbulkan konflik yang besar. Bahkan belum lama ini, di tahun 2019 dan 2020 ini saja. Masyarat lingkar tambang di Kabupaten Halmahera Timur dan Halmahera Utara menyerbu area pertambangan menuntut perusahaan berhenti beroperasi.Â
Lantaran perusahaan berporasi jauh di luar wilayah operasi dan menyerobot lahan warga serta taman-taman nasional serta masalah krusial lain.
Selain itu dana-dana CSAR juga tak jarang menghadirkan banyak konflik antara perusahaan dan warga. Banyak aktivis lingkungan dan mahasiswa gencar melakukan kritik jalanan namun yang didapatkan hanya perkara semata.
Sama seperti yang terjadi di Kabupaten Kepulauan Taliabu. Saya masih begitu mengingat ketika para aktivis dan warga yang melakukan protes ganti rugi lahan harus di tangkap dan berhadapan dengan pihak keamanan.Â
Damrin, salah satu aktivis yang turut terlibat dalam advokasi agar perusahaan mau membayar ganti rugi dalam sebuah pertemuan mengungkapkan bahwa hingga kini tak ada ganti rugi. Perusahaan terus melakukan eksploitasi.
Lantas siapa yang dirugikan? tentu saja warga yang memiliki lahan. Mereka terusir dengan sendirinya dan harus mencari nafkah di bidang lain.
*
Maluku Utara utamanya Halmahera memiliki luas yang lebih kecil dari laut namun memiliki keunggulan pada SDA. Salah salah satunya, kandungan mineral. Inilah yang mendorong banyak perusahaan melakukan investasi. Sektor investasi utama ialah pertambangan dan kehutanan.Â