Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Dilema Pekerja Pers Jelang Pilkada 2020

1 Agustus 2020   15:30 Diperbarui: 1 Agustus 2020   20:45 387
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi foto: kotjienkterbang

Sementara, mereka yang memilih profesi ini sebagai pengisi waktu, tentu saja tidak benar-benar serius menjalani wartawan sebagai jalan hidup. Sikap mereka pun terkadang hanya ikut-ikutan.

Dan, ketiga yakni profesi pekerja pers sebagai batu loncatan dan senjata. Kenapa senjata? Karena tak jarang serangan-serangan kepada narasumber digunakan untuk kepentingan semata. 

Seperti kasus seorang wartawan di daerah yang juga menduduki jabatan salah satu LSM melakukan pemerasan terhadap Kepala Puskesmas dengan nilai Rp 50 juta. Kasus ini sendiri terkuak setelah Kapus melaporkan pemerasan tersebut kepada pihak kepolisian dan berakhir dengan masuknya si wartawan ke bui.

Kasus ini adalah kasus yang muncuk ke publik. Banyak kasus yang tidak muncul ke publik akibat tidak profesionalnya wartawan yang sudah diatur dalam kode etik jurnalistik dan narasumber juga tidak berani melaporkan kasus seperti pemerasan dan sebagainya ke pihak yang berwajib, baik polisi maupun dewan pers.

Di lapangan, hubungan emosional wartawan dengan narasumber kadang menjadi sebuah dilema. Idelalisme sebagai benteng juga kadang tak berguna. Sebab, jika ia profesional dan idealis, maka sudah barang tentu ia tak segan-segan menuliskan hasil peliputannya, tetapi jika tidak, maka tentu saja diam adalah solusi.

Terkotak-kotaknya dunia wartawan terutama di lapangan menyebabkan hal ini menjadi rumit dan tak jarang sering terjadi konflik serta saling serang. 

Kelompok yang paling tersiksa ialah mereka yang memilih idealis, di mana tuntutan profesionalisme dijunjung tinggi. Kelompok ini seringkali diserang manakalah artikel-artikel yang mereka tulis merugikan kolega wartawan lain. Alhasil perang gagasan dan pembelaan sering dilakukan.

Selain kelompok idealis, ada juga kelompok yang menurut saya tak profesional. Kelompok ini seperti disinggung di atas memiliki hubungan emosional kuat dengan narasumber. Tak jarang, kasus-kasus yang menjerat si narasumber ditepis dengan berita-berita pencitraan.

Selain hubungan emosional, sikap-sikap seperti menyerang narasumber lain juga dilakukan. Saya menemukàn banyak kasus, oknum-oknum wartawan bekerja sama dengan LSM menyerang narasumber. Apalagi narasumber itu benar-benar bermasalah dan setelah kong kali kong, masalah itu akan diredam serta laporan akan dicabut.

Bisa disimpulkan bahwa masih banyak oknum yang berprofesi sebagai pekerja pers dengan gampang dipolitisasi, dan mencari keuntungan di balik tugas mereka. 

Tantangan Jelang Pilkada
Saya pernah melakukan peliputan di Mahkamah Konsitusi pada 2018 Silam. Ada 4 wartawan media lokal, baik cetak maupun online yang turut hadir meliput hasil putusan pemenang sengketa Pilkada oleh MK. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun