Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sagu, Tanda Persatuan Anak Kost

1 Oktober 2017   18:56 Diperbarui: 1 Oktober 2017   19:09 1152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: www.hipwee.com

"Jangan sampai hubungan kita retak karena sagu"

Beberapa hari kemarin, salah satu teman saya mendapatkan kiriman sagu lempeng dari orang tuanya. Saking senangnya, ia memosting dan membagikan "penuh bangga" di group Facebook maupun Wa. Seketika, group facebook mapun WA penuh dengan komentar-komentar antusias. Salah satu komentar yang menggelitik adalah " pasukan jakarta siap menerjang dan mengeksploitasi kepemilikan sagu yang anda miliki, mobilisasi massa sudah bergerak dengan kekuatan penuh".

Disini, saya mulai berpikir kembali. Betapa komoditas yang satu ini menjadi obat perindu bagi kampung halaman. Menjadi" semacam semangat membara" untuk menjalini hidup di tanah rata (Jawa). Seperti, rindu orang Indonesia, yang tinggal di Jerman dan mengidamkan "sate kambing maupun soto ayam"

Dari sini pulah, tulisan ini lahir. Sebagai repsentasi dan gambaran bahwa sagu bukan sekedar makanan, tetapi sebagai filsofi dari persaudaraan, dan silaturahmi. Bahkan, bisa juga sebagai konsulidasi revolusi cinta.

Anak kost, yang berada di luar Maluku - Maluku Utara dan Papua pasti paham betul, betapa berharganya komoditi satu ini.  Sagu adalah simbol kekeluargaan, simbol silaturahmi. Kalau untuk anak kost sudah bermanifestasi menjadi simbol persatuan.

Sejak dahulu, sagu sudah menjadi makanan pokok bagi masyarakat Timur nusantara. Sagu adalah hidangan silaturahmi dan kekeluargaan. Baik yang diolah menjadi papeda, dan juga sagu lempeng. Di perhelatan acara-acara pernikahan, keagamaan, dan kebudayaan. Sagu adalah menu utama, yang bisa mengalahkan spagetty, Pizza atau bahkan makanan berkelas lainnya. Anda tidak dapat mengukur tingkat kepuasaan seseorang sehabis menyantap papeda.

Sagu memilki nilai kekerabatan dan persatuan yang tidak mampu dipahami oleh orang lain. Seperti orang jawa dengan " tahu tempenya", orang aceh dengan "mie acehnya"dan Orang timur dengan sagunya.

***

Jika, disuruh memilih antara sagu papeda dengan nasi,orang akan lebih memilih sagu. Sagu  adalah salah satu makanan favorit orang timur. Terlebih lagi, mereka yang jauh diperantauan. Yang sejak lama dihadapkan dengan " tahu tempe". Sebagai anak kost, sagu adalah pemersatu, yang jauh semakin dekat, yang dekat semakin lengket. Bukan seperti media sosial" yang jauh semakin dekat, yang dekat semakin jauh".

Sebagai pemersatu, sagu sudah menjadi kultur untuk mempererat tali silaturahmi. Setiap anak kost yang menerima kiriman sagu : papeda dan sagu lempeng. Wajib hukumnya untuk mengundang sesama perantauan. Sebab, tidak ada kata " nikmat" untuk menyantap seorang diri. Perlu kawan cerita, perlu kawan curhat, perlu kawan membully.

Disetiap pertemuan dan diskusi kecil, anak timur pasti mebahas tentang sagu. Mungkin, karena sagu lebih terkenal dari berita hoax dan lebih tenar dari michael Jackson. Atau " E KTP ". Setiap acara yang dilakukan tercermin dari undangan yang beredar. Jika, isi undangannya terselip kata papeda maka si empu acara perlu melakukan persiapan " stok" terlebih dahulu. Karena sekali lagi, papeda tidak sebanding dengan tahu tempe kata salah seorang sahabat.(Bayangkan sendiri kacaunya nanti acara tersebut)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun